Sekjen Dewan Musyawarah Kasepuhan Adat Sunda Eka Santosa mengisyaratkan tak memberikan lampu hijau soal Tembong Agung dikaitkan sebagai usulan untuk mengubah nama Waduk Jatigede.
"Apa arti itu sebuah nama? Saya kira nama apapun tak memberikan pengaruh. Hal mendasar saat ini ialah selesaikan dulu secara wajar persolaan rakyat yang terdampak penggenangan Jatigede," kata Eka saat ditemui di Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Senin (31/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah berlarut-latut, ini ironi. Justru sekarang rakyat dikorbankan. Penggantian nama waduk itu tak mengobati rakyat," kata Eka.
Ahdiyat, kuncen makam keramat Prabu Aji Putih, berkomentar singkat soal usulan Waduk Jatigede diubah menjadi Waduk Tembong Agung. "Enggak tahu saya. Saya engga bisa jawab," ucap Ahdiyat singkat saat dikonfirmasi via telepon.
Konon, Prabu Aji Putih ialah raja pertama Kerajaan Tembong Agung yang merupakan cikal bakal Kerajaan Sumedanglarang.
Waduk Jatigede merupakan waduk terbesar kedua setelah Waduk Jatiluhur yang sama-sama berada di Jawa Barat. Nilai investasi Waduk Jatigede adalah US$ 467 juta, atau sekitar Rp 6,5 triliun dengan kurs yang sekarang. Kontraktor waduk ini adalah PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk.
Waduk ini punya banyak manfaat bagi warga sekitar dari mulai irigasi untuk areal pertanian seluas 90.000 hektar, yang tersebar di sejumlah wilayah seperti Majalengka, Sumedang, dam Indramayu. Waduk Jatigede juga menghasilkan air baku 3,5 meter kaki kubik per detik, serta dapat menunjang operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA) berkapasitas 110 megawatt (MW), dan menangkal banjir. (bbn/try)