Harkristuti mengatakan, dalam KUHP masih terdapat pasal yang mengatur tentang penghinaan kepada presiden luar negeri. Oleh karena itu, Harkristuti menganggap pasal itu harus dihidupkan.
"Pasal 142, 143, 144 menyatakan apabila dilakukan (penghinaan) kepada kepala negara yang datang ke Indonesia bisa ditindaklanjuti ke polisi, pertimbangannyam kenapa ke presiden kita tidak ada?" ujar Tuti di Gedung Kemenkum HAM, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (10/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebebasan berekspresi itu tetap ada syaratnya," ujar Tuti.
Tuti juga menganggap tingkat penghinaan kepada presiden saat dirinya merancang RUU KUHP sudah dalam tahap merendahkan. Dia juga setuju bila presiden tetap boleh dikritik.
"Penghinaan presiden di negara kita sudah sampai ke derajat yang merendahkan," ujarnya. (spt/rvk)