Masjid IMAAM atau Indonesian Muslim Association in America, merupakan pusat kegiatan keagamaan bagi para Muslim Indonesia di area Washington DC, Maryland dan Virginia. Masjid IMAAM Center, yang dulunya merupakan gereja, diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada September 2014.
Lantai bawah masjid difungsikan sebagai ruang serbaguna, sedangkan lantai atas digunakan untuk tempat salat. Di hari Minggu (21/6) itu, di lantai bawah masjid tampak sejumlah perempuan yang sibuk menata kurma dan kue-kue khas Indonesia, seperti bolu dan nagasari, di atas piring-piring kertas. Beberapa perempuan menuang kolak pisang ke dalam gelas-gelas plastik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sejumlah kursi berderet rapi. Deretan kiri khusus untuk perempuan, sebelah kanan untuk laki-laki. Di tengah-tengah ruangan, meja ditata berjajar. Sejumlah nampan berisi makanan tertata rapi di atasnya. Makanan tersebut disediakan oleh para anggota salah satu halaqah (kelompok pengajian) setempat. Beberapa menu hari itu adalah ayam goreng, sayur kale, tahu goreng dan karedok. Semua makanan gratis berkat donasi dari para anggota halaqah.
Suasana tampak berbeda di lantai dua di mana sejumlah pria, perempuan dan anak-anak tampak khusyuk mengaji sembari menunggu azan Magrib.
![]() |
Tepat pukul 20.38, suara azan bergema di Masjid IMAAM Center, menandai saatnya berbuka puasa. Di pertengahan Juni itu, para Muslim di AS harus berpuasa selama hampir 17 jam. Waktu puasa diawali sekitar pukul 04.00 bertepatan dengan Subuh, sementara waktu berbuka puasa adalah sekitar pukul 20.30. Saat musim panas, matahari terbit lebih cepat dan tenggelam lebih lambat. Di antara para muslim Indonesia, tampak beberapa orang yang bukan WNI ikut hadir di acara buka bersama hari itu.
Waktu puasa yang lama dan hawa panas merupakan tantangan terbesar bagi para muslim yang menjalankan ibadah puasa selama musim panas di AS. Suhu di sejumlah daerah di AS bisa mencapai lebih dari 35 derajat Celsius di musim panas. Nana (24), perempuan Indonesia yang tinggal di Maryland dan hadir di acara buka bersama Masjid IMAAM Center hari itu, berbagi suka dukanya selama berpuasa di AS selama dua tahun.
"Sejak ada Masjid IMAAM, suasana puasa tahun ini lebih berasa seperti di Indonesia. Di sini saya juga bisa bersilaturahmi dengan sesama muslim dan berkenalan dengan orang-orang baru," ujar Nana yang datang ke masjid setiap akhir pekan.
Yearry Panji, mahasiswa Indonesia yang kuliah di Ohio University (OU), Athens, dan sedang melakukan penelitian di Maryland, juga berbagi pengalamannya berpuasa di Negara Paman Sam. Kandidat doktor jurusan Media Arts and Studies ini pertama kali berpuasa di AS di tahun 2012.
"Awalnya agak shocked karena summer dan beda waktu puasa beberapa jam dari Indonesia. Selain itu, susah cari makanan [Indonesia]," kata Yearry yang tinggal di AS bersama sang istri, Dessy.
Udara panas dan padatnya kuliah sempat membuat Yearry harus diinfus karena dehidrasi. "Kecapekan dan kepanasan. Badan lemas. Jadi tidak puasa sekitar 2-3 hari," ujar Yearry yang dihubungi belum lama ini.
Dehidrasi juga dialami Yustika Sari, mahasiswi jurusan linguistik OU yang lulus Mei 2015 lalu, saat berpuasa pertama kali di AS.
Β
"Saat itu puasa pertama tahun 2013 ketika sedang mengikuti pre-academic training di Tucson, Arizona. Butuh adaptasi karena waktu puasa lama. Suhu juga sangat panas, sekitar 40 derajat Celsius. Saya sempat dehidrasi dan mimisan. Tapi puasa jalan terus,β ujarnya.
Selain hawa panas dan durasi puasa yang panjang, waktu tidur muslim Indonesia yang berpuasa di AS pun lebih sedikit. Waktu salat Isya, misalnya, sekitar pukul 22.00. Bagi yang menjalankan salat tarawih di masjid, salat biasanya dimulai sekitar pukul 22.30 dan selesai hampir tengah malam.
Untuk tarawih, Yearry lebih memilih melakukannya di rumah daripada di masjid karena kendala waktu. "Saat summer, kadang saya ada kuliah. Capek. Apalagi seharian puasa. Jadi saya lebih memilih salat tarawih di rumah," jelas Yearry.
Sementara itu, demi mengikuti selera makan yang tetap Indonesia, Yearry dan sang istri lebih memilih memasak di rumah. Untuk sahur, salah satu menu favorit Yearry adalah mi instan dan telur. Alasannya? Cepat dan praktis.
Yearry terkadang berbuka puasa bersama komunitas muslim Athens di Islamic Center yang berlokasi di kampus OU. Komunitas muslim tersebut mengadakan acara buka bersama setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Perwakilan dari sejumlah negara biasanya menyumbang makanan untuk buka puasa. Komunitas Indonesia di Athens, misalnya, pernah bekerja sama dengan komunitas mahasiswa Malaysia untuk menyediakan hidangan.
Lantas, apakah hal yang paling dirindukan Muslim Indonesia saat berpuasa di negeri orang?
"Ngabuburit [kegiatan sembari menunggu buka puasa]. Kangen suasana menunggu azan Magrib di rumah. Kalau di Ohio, ngabuburit ya di Alden Library," jawab Yearry.
Hal yang sama diungkapkan Yustika. βKangen suasana ngabuburit bareng teman-teman, cari makanan buat buka,β kata Yustika yang berasal dari Malang, Jawa Timur.
Β
Selain berbagi suka duka selama bulan Ramadan, mereka juga bercerita tentang pengalaman merayakan Idul Fitri di AS. Yustika bercerita, tradisi berlebaran di Athens, misalnya, dimulai dengan salat Idul Fitri sekitar pukul 07.00.
"Banyak orang yang menyumbang bingkisan berupa makanan seperti kue-kue, permen, kurma, dan masakan yang mengandung daging dan ayam. Di masjid juga banyak bertemu komunitas muslim dari berbagai negara," ujar Yustika.
Β
Setelah di masjid, Yustika berkunjung ke rumah para sesepuh atau muslim Indonesia yang telah lama berdomisili di Athens. "Mereka biasanya mengadakan acara open house jam 10.00-an. Kami dijamu makanan khas Lebaran seperti lontong, opor ayam, dan rendang," tambah Yustika. Β
Β Β Β
Hal yang sama diungkapkan Yearry. Saat berlebaran pertama kali di Athens, setelah salat Idul Fitri, Yearry berkunjung ke komunitas Muslim Malaysia.
"Tahun kedua, kami bikin acara di apartemen dan mengundang teman-teman. Kami masak opor ayam, gulai, dan rendang. Kami ingin menciptakan suasana Lebaran seperti di Indonesia,β ujar Yearry.
Β Β Β
Rindu dengan keluarga di Indonesia? Tentu. Namun, para sahabat dan hidangan khas Indonesia dapat mengobati rasa rindu Nana, Yustika dan Yearry akan suasana Ramadan dan Idul Fitri di Tanah Air.
*) Triwik Kurniasari, kandidat master jurusan Communication and Development Studies, Ohio University, AS. Β
Bagi Anda pembaca detikcom yang memiliki pengalaman berpuasa Ramadan di luar negeri seperti yang dituliskan di atas, bisa menuliskan dan mengirimkannya ke: redaksi@detik.com. Sertakan identitas lengkap, nomor kontak yang bisa dihubungi dan foto yang mendukung kisah Anda.
Halaman 2 dari 1