Kapal Hai Fai terlibat kasus illegal fishing, hingga diproses di pengadilan perikanan di Indonesia, namun hanya dihukum ringan.
Perkembangan terbaru, kapal MV Hai Fa telah kembali ke negara asalnya yaitu China. Meski sudah kembali ke negara asalnya, proses penyidikan kasus kapal MV Hai Fa tetap dilakukan di Indonesia, karena ada bukti baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keenam bukti tersebut adalah:
Hai Fa mengangkut dan mengedarkan hiu martil.
Pengadaan kepemilikan hiu martil.
Tidak ada pelaporan pengangkutan hiu martil.
Mematikan AIS (Automatic Identification System), AIS kembali terdeteksi pada 14 Juni 2015 sampai sekarang.
Mengeluarkan ikan tanpa sertifikat surat kesehatan ikan.
Berlayar ke China tanpa SPB (Surat Persetujuan Berlayar).
"Yang jelas proses penyidikan tetap berlangsung untuk perkara Hai Fa. Interpol terkait kerjasama ini menggunakan notice (pemberitahuan) sehingga ada feedback dari anggota Interpol lainnya," kata pria yang akrab disapa Ota di Gedung Mina Bahari I, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (22/6/2015)
Ota mengungkapkan dari kurun waktu 1988 hingga 2014 saat ditangkap di Papua, MV Hai Fa terbukti sudah mengganti 4 kali nama. Oleh karena itu, Indonesia yang aktif menjadi anggota Interpol meminta bantuan kepada negara-negara lain yang tergabung di Interpol.
"Kita ini menggunakan jalur tools services ini untuk mengetahui informasi dari negara-negara dengan nama kapal Hai Fa terdahulu. Jadi mutlak harus dilakukan untuk memberantas illegal fishing," kata Ota.
Sementara itu, Susi menambahkan illegal fishing sudah menjadi global crime activity dimana peran Interpol diperlukan saat proses penyidikan dan pengejaran kapal. Selain beberapa fakta di atas, Susi juga membeberkan bahwa Hai Fa sudah 6 kali berganti bendera.
"Untuk Hai Fa ini sudah sesuai aturan hukum. Pemiliknya sampai kita bisa dapatkan. Tetapi biasanya praktik illegal fishing itu antara pemilik kapal dengan pemilik kertas (dokumen) itu berbeda dan sangat sulit. Hampir semua gelap-gelap," cetus Susi.
(mad/mad)