"Nah Indonesia akan mengusulkan beberapa hal. Pertama kita harus cari akar masalahnya apa, sehingga terjadi (pengungsi) yang begitu banyak, irregular movement or irregular migrant ke kawasan Asia Tenggara," jelas Menlu Retno di kompleks Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (20/5/2015).
Kedua, Indonesia juga perlu bekerja sama baik dengan UNHCR (Badan PBB yang mengurusi pengungsi), IOM (International Organization for Migration), dan pihak terkait, baik dalam bentuk negara asal, negara transit, dan negara tujuan.
"Mengenai proses percepatan verifikasinya, resettlement-nya (relokasi), dan sebagainya. Dari catatan kita, untuk yang hampir 12 ribu tadi, setiap tahun maksimal resettlement dapat dilakukan untuk 500 orang. Artinya apa, dengan angka yang 12.000 saja, kalau tidak ada proses percepatan resettlement, maka masalah ini baru akan bisa diselesaikan 12 tahun lagi," tutur dia.
Ketiga, pengungsi ini juga berkaitan dengan masalah human trafficking atau perdagangan manusia. Berarti perlu kerja sama yang keras antarnegara untuk membahas isu perdagangan manusia ini.
"Sekali lagi, isu traffickingnya yang menjadi salah satu penyebab terjadinya (pengungsi) itu juga harus di-address melalui kerja sama transnational crime. Jadi itu adalah posisi Indonesia, dan Indonesia sebagai negara bukan pihak dari Convention of Refugee 1951. Apa yang dilakukan Indonesia adalah sudah melebihi apa yang sudah seharusnya dilakukan oleh Indonesia. Jadi itu yang ingin saya sampaikan," tutur Retno.
Menlu Retno akan berangkat ke Kuala Lumpur malam ini untuk membahas masalah pengungsi dengan Malaysia dan Thailand pada Rabu besok.
Bagaimana dengan Myanmar asal pengungsi Rohingya, apakah Indonesia akan meminta Myanmar bertanggung jawab?
"Dengan Myanmar, Indonesia selalu melakukan constructive engagement. Kita address isunya, kita kirim pesan dalam konteks constructive engagement," jawab dia.
(nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini