Ketiga UU yang dimaksud adalah UU Nomor 24 tahun 1999 tentang Sistem Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
"Gugatan ini merupakan kelanjutan jihad konstitusi yang telah dimulai 3 tahun lalu yang bertujuan meluruskan kiblat bangsa. Kami berkeyakinan telah terjadi penyimpangan dalam ketiga undang-undang ini," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata yang mengelola ketenagalistrikan didominasi swasta. Tentu implikasinya kebutuhan masyarakat yang jadi tanggung jawab negara akan terganggu," ucap Aidul.
Kemudian Din menambahkan, pengajuan judicial review ini merupakan upaya menegakkan konstitusi sebagai asas kehidupan negara sekaligus mengahalau liberalisme ekonomi. Din menyebut, penyusunan undang-undang tersebut kala itu tidak lepas dari pengaruh IMF dan World Bank.
"Kalau dibiarkan bangsa kita mengalami keterjajahan baru," ucap Din.
Namun pihaknya belum dapat merinci pasal mana saja yang akan diajukan judicial review. Penjelasan lebih lanjut akan diungkapkan pada Senin mendatang sebelum diajukan ke MK.
Pemohon yang mengajukan judicial review selain PP Muhammadiyah adalah Pengurus Besar Al-Wasliyah, Pengurus Pusat Persatuan Islam, Al Irsyad Al Islamiyah, Serikat Kerja PLN, tokoh masyarakat, asosiasi pedagang dan ormas-ormas Islam lainnya.
"Gugatan ini akan diajukan pada Senin (20/4) besok. Kami mengundang pihak-pihak yang bersepakat, tentu yang memiliki legal standing untuk bergabung bersama kami," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum MUI ini.
Din mengatakan, pihaknya juga telah menyiapkan para advokat yang berasal dari ormas-ormas yang mengajukan Judicial Review 3 UU ini. Muhammadiyah, kata Din, akan tetap konsisten melawan UU tersebut.
"Kita tidak boleh berhenti. Kalau kalah kita gugat lagi," tutup Din.
(kff/asp)