Hari itu, di bulan April 2009, Antasari Azhar, yang masih menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bertanya-tanya. Mengapa penghitungan suara pileg 2009 berlangsung lambat? Padahal, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengklaim alat yang dimilikinya canggih dan berkecepatan sama dengan quickcount.
Atas dasar itu, naluri Antasari tergerak. Ia bermaksud meneliti dugaan terjadinya korupsi di pengadaan Identity Character Recognition (ICR) KPU. Esok harinya, ia memanggil Wakil Ketua KPK Haryono Umar. Antasari meminta Haryono meneliti kemungkinan adanya penyimpangan di proyek IT KPU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyelidikan IT KPU, yang disebut-sebut menjadi penyebab dilengserkanya Antasari dari KPK melalui kasus Nazaruddin, dijelaskan dalam halaman 457-467. Menurut Antasari, langkah monitoring pengadaan IT KPU bukan bentuk intervensi. Pertimbangannya adalah untuk mencegah orang melakukan korupsi. Apalagi anggota KPU 1999-2004, ada yang dijebloskan ke penjara gara-gara korupsi.
"Dalam kasus ini, saya merasa bertanggung jawab sebagai Ketua KPK yang memiliki tugas untuk memonitor dan mencegah orang dan sistem menjadi korup," kata Antasari di halaman 465 buku yang ditulis oleh Servas Pandur itu.
Menurut Antasari, penggunaan teknologi ICR pada Pemilu 2009 memakan anggaran Rp 170 miliar. Saat bertandang ke KPK, komisioner KPK menyatakan alat itu sangat canggih. ICT dapat mempercepat proses penghitungan suara, memperoleh tabulasi yang akurat, mendapatkan salinan dokumen elektronik yang otentik dan aman, serta membuat pemilu lebih transparan.
Namun, kenyataannya penghitungan elektronik KPU ngadat. KPU bahkan memutuskan untuk menghitung suara secara manual. Karena itu, Antasari yang sejak awal mengkhawatirkan penggunaan sistem ICR dan kesiapan SDM memutuskan melakukan penyelidikan. Selasa 21 April 2009, ia berbicara kepada pers tentang langkah yang diambil KPK.
"Antasari Azhar menyatakan bahwa KPK perlu mengumpulkan data dan melakukan penecekan, apakah ada indikasi dalam pengadaan IT KPU pada tahun 2009." (halaman 466).
Namun, saat penyelidikan IT KPU masih dalam proses, Antasari masuk tahanan dengan tuduhan terlibat pembunuhan Nasruddin Zulkanaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB). Dua tahun kemudian sejak kasus IT KPU bergulir pun, gaungnya juga tidak terdengar. Kalangan DPR lebih suka bicara risiko ketidakpastian Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Antasari Azhar tidak dapat lagi mengikuti perkembangannya karena telah dilakukan penahanan atas sangkaan pembunuhan." (halaman 467).
(irw/asy)