"Menyatakan frase 8 tahun dalam pasal 1 angka 1, pasal 4 ayat 1 dan pasal 5 ayat 1 UU No 37/1997 tentang Pengadilan Anak bertentangan dengan UUD 1945," kata ketua majelis hakim konstitusi Mahfud MD.
Hal ini diumumkan Mahfud ketika dalam sidang uji materi di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis, (24/2/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertimbangan lainnya yaitu umur 12 tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan mempertimbangkan bahwa anak secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, mental dan intelektual yang stabil.
"Serta sesuai dengan psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga dapat bertanggungjawab secara hukum karena telah mengetahui hak dan kewajibannya," tandas Mahfud.
"Berdasarkan pandangan hukum diatas, MK berpendapat batas umur 12 tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat 2 UUD 1945," terang Mahfud.
MK sebagai the interpreter of constitution maka penghapusan usia 8 tahun dapat dilaksanakan jika batas minimum yang ditentukan oleh makhkamah yakni 12 tahun. "Menyatakan permohonan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai 12 tahun," tegas Mahfud.
Seperti diketahui, judicial review ini di mohonkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan (YPKPAM). Mereka memohon MK untuk menghapuskan frase kata dalam UU No 3/1997 Tentang Pengadilan Anak.
Pemohon minta penghapusan sepanjang frase Pasal 1 butir 2 "maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan". Pasal 4Β ayat 1, sepanjang frase" sekurang-kurangnya 8 tahun". Pasal 5 ayait 1 sepanjang frase, "belum mencapai umur 8 tahun. Pasal 23 ayat 2 huruf a sepanjang frase, " pidana penjara," dan pasal 31 ayat 1 sepanjang frase "di lembaga pemasyarakatan anak".
(asp/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini