Kamis lalu, bentrok polisi dan warga di Desa Sukamulya terjadi. Warga menghadang petugas BPN yang datang dengan ribuan polisi. Dalam kericuhan itu, polisi sempat menembakkan gas air mata ke arah warga. Sejumlah warga dikabarkan terluka, begitu juga dari polisi.
"Enam orang kami periksa, tetapi hanya tiga orang yang memenuhi unsur menjadi tersangka. Tiga orang lainnya sudah kami pulangkan kemarin," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Yusri Yunus saat dihubungi via telepon seluler, Sabtu (19/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan ketiganya tidak hanya menghalang-halangi petugas, tetapi juga membawa senjata tajam saat bentrokan tersebut. Sehingga, sambung dia, ketiganya dijerat pasal 241 KUHP dan Undang-undangan Darurat Nomor 12 tahun 1951.
"Mereka membawa senjata tajam, bawa ketepel. Jadi terancam juga pasal berlapis. Dari kepolisian tercatat ada tiga yang mengalami luka berat di bagian kepala," terang dia.
Dia menuturkan saat ini pihaknya masih mendalami kepentingan mereka menolak pengukuran lahan yang dilakukan Pemprov Jabar, Badan Pertanahanan Nasional (BPN) dan Pemkab Majalengka. Sebab, pengukuran laha tersebut sudah seizin pemilik lahan.
"Itu sudah ada kesepakatan dengan pemilik tanah. Kami sebagai aparat cuma mengamankan pengukuran yang sebenarnya sudah ada kesepakatan. Tinggal pembayaran. Tapi kok malah ada yang menghalang-halangi?," ujar Yusri.
Tiga petani yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu didampingi LBH Bandung. Ketiganya diperiksa maraton sejak ditangkap Kamis lalu. "Baru selesai dini hari tadi. Ini kami akan soroti, warga diperiksa lebih dari 1x24 jam, kondisinya sudah lelah," ujar Direktur LBH Bandung Arip Yogiawan dihubungi secara terpisah.
Dalam bentrokan polisi dan warga, Arip menyesalkan sikap panitia pembebasan lahan BIJB yang tidak melakukan pendekatan dulu dengan warga. Menurutnya rencana pembebasan Kamis lalu adalah kali kedua. Beberapa bulan sebelumnya petugas BPN dan dari Pemprov Jabar datang untuk mengukur dan mendapat penolakan warga.
"Ini kan seharusnya sudah dideteksi dari awal akan ada penolakan, seharusnya mereka melakukan pendekatan terus. Ini malah datang dengan 2 ribu petugas yang lengkap dengan setelan sabhara," sesal Arip.
Hal itu menurutnya jelas membuat suasana menjadi panas. Warga sendiri sudah mengirim utusan untuk berunding, namun deadlock. Akhirnya pecahlah kericuhan itu. "Banyak versinya. Tapi kalau yang kami peroleh dari warga, polisi yang pertama menembakkan gas air mata kepada warga, sehingga warga melawan," tutupnya.
(ern/ern)