Spotlight

Jejak Polantas Penabrak Mahasiswa UI

Kasus penetapan tersangka terhadap korban yang ditabrak seorang pensiunan polisi menjadi polemik. Polda Metro Jaya membentuk tim pencari fakta dan melakukan olah TKP ulang. Kasus ini membuat rencana eks polisi itu menjadi caleg DPRD DKI Jakarta ditolak Partai Gerindra.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Kamis, 2 Februari 2023

Orang yang menabrak mahasiswa Universitas Indonesia Mohammad Hasya Attallah Syahputra diduga adalah Eko Setio Budi Wahono. Dia purnawirawan perwira menengah Polri dengan pangkat terakhir komisaris polisi. Selepas pensiun dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Eko dikabarkan bakal mengajukan diri sebagai calon legislator DPRD DKI Jakarta pada Pemilu 2024.

Pada malam gerimis kala itu, Kamis, 6 Oktober 2022, Eko mengemudikan mobil Mitsubishi Pajero melewati Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Hasya bersama beberapa temannya mengendarai motor secara beriringan. Tiba-tiba Hasya melihat motor di depannya melaju lambat. Hasya kemudian refleks mengelak ke sisi kanan seraya mengerem hingga terjatuh.

Dari arah berlawanan, mobil yang dikendarai Eko kemudian menabrak Hasya. Eko sempat berhenti. Kemudian teman Hasya meminta Eko membawa Hasya ke rumah sakit, tetapi Eko disebut menolaknya. "Sehingga Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan," kata Gita Paulina, kuasa hukum keluarga Hasya, pekan lalu.

Orang tua Hasya melaporkan kasus tersebut sekitar satu pekan setelah kejadian ke Polres Jakarta Selatan. Di sisi lain, polisi membuat laporan sendiri (laporan model A) atas kasus tersebut.

Polres Jaksel memang menerima aduan keluarga Hasya, tetapi hingga kini laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Sedangkan Polda Metro Jaya menindaklanjuti laporan A Polres Jaksel pada November 2022.

TKP kecelakaan mahasiswa UI versus purnawirawan polisi.
Foto : Rumondang/detikcom

Berdasarkan proses penyelidikan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyimpulkan ditemukan adanya tindak pidana pada kasus kecelakaan tersebut. Namun penyidik menilai tanggung jawab pidana tersebut ada pada Hasya.

Karena lalai mengendarai sepeda motor, sehingga menghilangkan nyawanya sendiri, bukan kelalaian si Pak Eko."

"Karena lalai mengendarai sepeda motor, sehingga menghilangkan nyawanya sendiri, bukan kelalaian si Pak Eko," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Latif Usman pekan lalu. Latif mengklaim Eko sudah berada di jalur yang benar dengan kecepatan yang relatif lambat, yaitu 30 kilometer per jam.

Latif pun menetapkan Hasya sebagai tersangka. Namun, karena Hasya meninggal dunia, Latif kemudian menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Penersangkaan Hasya ini kemudian menuai polemik. Polisi dianggap tak elok menjadikan korban kecelakaan sebagai tersangka. Keberpihakan polisi juga dipertanyakan karena kecelakaan itu melibatkan purnawirawan Polri.

Apalagi ada dugaan kesalahan prosedur penyelidikan dan penyidikan, antara lain penyitaan kendaraan yang tidak bersamaan dan tidak adanya tindak lanjut laporan polisi yang dibuat keluarga Hasya.

Anggota Komisi Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan DPR RI Arsul Sani menilai penetapan Hasya sebagai tersangka merupakan sebuah anomali. Menurutnya, tindakan penyidik dalam hal itu tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan MK RI No.21/PUU-XII/2014 disebutkan syarat penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti, sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

“Lha, ini kan Hasya tidak mungkin diperiksa karena sudah lebih dahulu meninggal dunia sebelum ia dijadikan tersangka,” kata Wakil Ketua Umum PPP tersebut. “Pertanyaannya, apa alat buktinya?”

Atas polemik di masyarakat mengenai kasus tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran membentuk tim khusus. Tujuannya untuk memeriksa kembali proses hukum yang telah dilakukan sebelumnya.

Tim itu terdiri atas pihak eksternal dan internal Polda Metro Jaya. Dari eksternal, beberapa pakar, seperti pakar transportasi dan hukum, akan dilibatkan. "Internal akan beranggotakan Polda Metro Jaya dari Irwasda, Propam, Bidkum, Lantas,” kata Kapolda Fadil. “Kami sudah minta Korlantas dalam rangka pemanfaatan scientific crime investigation kecelakaan lalu lintas.”

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), sebagai pengawas eksternal Polri, memandang setidaknya tim khusus bisa mendalami unsur pidana atas tindakan Eko yang tidak memberikan bantuan kepada Hasya. Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mengatakan hal tersebut bisa didalami dengan cara memeriksa ahli untuk hal tersebut.

"Kalau orang selama 30 menit dibiarkan dalam kondisi seperti itu, dibanding kalau langsung ditolong dan bawa ke RS, itu gimana," jelas Benny. "Jadi nanti kaitannya dengan visum, kemudian dengan dokter yang meriksa pertama ketika datang korban ini."

Orang tua dan kuasa hukum mahasiswa UI M Hasya Athallah yang ditabrak pensiunan polisi mengadu ke Ombudsman, Selasa (31/1/2023). 
Foto : Ari Saputra/detikcom

Rencana Menjadi Caleg Ditolak Gerindra

Eko Setio Budi Wahono mengakhiri karier di kepolisian pada Februari 2022 dengan pangkat komisaris polisi. Berdasarkan penelusuran, jabatan terakhir Eko adalah Kepala Seksi Kecelakaan Lalu Lintas di Polda Metro Jaya. Salah satu kasus yang ditangani pada akhir masa jabatannya adalah kecelakaan mobil dinas Hankam TNI di Tol Semanggi pada September 2021.

Eko juga pernah mengemban tugas lainnya di bidang lalu lintas pada Polda Metro Jaya. Eko menjabat Kepala Unit Lalu Lintas Polsek Metro Kebayoran Baru pada 2017, Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Jakarta Utara pada 2018, dan Wakasat Lantas Polres Jakarta Barat pada 2019.

Eko juga pernah menduduki jabatan kapolsek dua kali. Pertama, sebagai Kapolsek Kalibaru, Jakarta Utara, pada 2017. Kedua, sebagai Kapolsek Cilincing, Jakarta Utara, pada 2020.

Eko memiliki istri seorang polisi yang juga banyak berkarier di bidang lalu lintas bernama Ajun Komisaris Besar Polisi Telly Bahute. Telly pernah menjabat Kasat Lantas Polres Metro Bekasi dan Kasat Lantas Polres Jakarta Timur.

Eko dan Telly memiliki anak yang juga polisi. Anak mereka telah menikah dengan anak jenderal purnawirawan polisi bintang dua.

Menurut komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim, kendati Eko memiliki rekam jejak di Ditlantas Polda Metro Jaya, hal tersebut tidak serta-merta membuatnya bisa mempengaruhi penyidik. Berdasarkan dokumen penyelidikan dan penyidikan yang dipelajari Kompolnas, Yusuf menyebut Eko cukup kooperatif dalam menghadapi proses hukum yang melibatkannya berkaitan dengan tewasnya Hasya.

“Kalaupun penyidiknya adalah junior dia, yang bersangkutan, kan, sudah purnawirawan,” kata Yusuf kepada reporter detikX. “Kalau yang bersangkutan ingin menggunakan jaringannya, dia tidak perlu melakukan itu (kooperatif, responsif, dan bertanggung jawab).”

Selain polisi, Eko disebut terafiliasi dengan Partai Gerindra. Eko pun dikabarkan akan mendaftarkan diri sebagai calon legislator untuk DPRD DKI Jakarta melalui jalur Partai Gerindra.

Pada beberapa kegiatan, Eko tampak berfoto bersama pengurus Gerindra DKI Jakarta, seperti Ketua DPD Partai Gerindra Ahmad Riza Patria dan Sekretaris DPD Partai Gerindra Rani Mauliani. Namun Riza tidak merespons pertanyaan detikX mengenai status keanggotaan Eko. Sedangkan Rani menyebut Eko hanya simpatisan.

Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi ulang kasus kecelakaan yang menewaskan mahasiswa UI, M Hasya Attalah Syahputra (18), Kamis (2/2/2023). 
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom

“Kalau simpatisan atau berteman baik, apakah salah?” kata Rani. Dia menegaskan Eko bukanlah pengurus Partai Gerindra dan tidak pernah hadir dalam setiap acara partai.

Rani pun menyampaikan Partai Gerindra di DKI Jakarta tidak akan bertanggung jawab atas kasus hukum yang dijalani Eko saat ini. “Gerindra menghormati proses hukum yang berlaku dan berjalan sesuai sebagaimana mestinya,” kata Rani. “Karena beliau bukan kader pengurus Gerindra, semoga kasus ini segera dapat diselesaikan dan tidak ada kaitan apa pun dengan Gerindra. Semua di luar tanggung jawab partai.”

Sedangkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan partainya akan menolak jika Eko mendaftarkan diri untuk menjadi calon legislator atau bahkan sekadar anggota. “Kami akan tolak kalau benar dia mau daftar jadi kader dan caleg,” katanya.

Habiburokhman justru mendukung kasus kecelakaan yang menewaskan dan menersangkakan Hasya untuk diperiksa ulang. Dia curiga, pada saat peristiwa terjadi, Eko berkendara dengan kecepatan tinggi.

“Kalau dia tidak ngebut, seharusnya bisa ngerem dan tidak sampai melindas korban," katanya. "Aneh bin janggal kalau tidak ada unsur kelalaian dari si penabrak.”


Reporter: May Rahmadi
Penulis: May Rahmadi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE