SPOTLIGHT

Soeharto Pilih Uang, Gus Dur Bangun Pusat Studi Islam

Atas jasa dan tugasnya, mantan presiden dan wapres akan menerima pemberian dari negara. Berupa tanah atau rumah.

Ilustrasi : Edi Wahyono

Jumat, 23 Desember 2022

Setiap Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lengser dari jabatannya mendapat kenang-kenangan dari negara. Bentuknya bisa tanah atau rumah. Namun ada juga presiden yang meminta pemberian itu dalam bentuk uang.

Hadiah rumah atau tanah yang diberikan negara kepada mantan pejabat tinggi di Indonesia itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang diteken Presiden Soeharto pada 18 Desember 1978.

Juga dituangkan dalam surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81 Tahun 2004 tentang Pengadaan Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 27 Desember 2004.

Dalam keppres yang dibuat Megawati, anggaran pembangunan rumah bagi mantan presiden dan wapres dibatasi sebesar Rp 20 miliar. Para mantan presiden dan wapres diberi keleluasaan memilih lahan dan rumah sepanjang tak melebihi pagu Rp 20 miliar itu. Kalau lebih, biaya ditanggung sendiri.

Dari semua mantan kepala negara, tak semua setuju menerima rumah atau tanah dari negara. Salah satunya Presiden ke-4 RI (1999-2001), yaitu KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Ia kurang sreg menerima hadiah rumah di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. “Gus Dur lebih memilih mengambil uang daripada rumah,” ungkap Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa di Istana Negara seperti dikutip detikcom, Selasa, 15 April 2008.

Presiden ke-3 RI Abdurrahman Wahid
Foto: Getty Images

Gus Dur beralasan sudah memiliki rumah sendiri di Jalan Warung Silah atau Jalan Al Munawaroh, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Karena itu, ia berharap pemerintah memberikannya dalam bentuk uang saja. Uang itu hendak dipakai untuk membiayai pembangunan pesantren dan lembaga kajian Islam di sekitar rumahnya.

Sejarahnya, karakteristiknya, para pelaku utamanya. Untuk memberi pemahaman kepada dunia soal Islam di kawasan Nusantara yang karakteristiknya moderat, dan merangkul budaya lokal, atau dikenal dengan nama Islam Wasathiyah dan Islam Nusantara.”

Gus Dur berkaca pada mantan presiden Soeharto yang juga meminta hal serupa. Soeharto saat itu mendapatkan uang Rp 26,6 miliar sebagai pengganti harga tanah dan biaya pembangunan rumah Puri Jati Ayu di kawasan sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada 1970-an.

Rupanya pemerintah tak menuruti keinginan Gus Dur. Pemerintah tetap memberikan lahan seluas 2.000 meter persegi di Mega Kuningan. “Gus Dur mendapatkan sebidang tanah di Mega Kuningan. Sekitar 2.000 meter persegi,” kata Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, putri kedua Gus Dur, kepada detikX, Kamis, 22 Desember 2022.

Sejak diberikan kepada Gus Dur, lanjut Yenny, lahan tersebut tak pernah dibangun rumah. Pasalnya, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu tetap memutuskan tinggal di Ciganjur hingga akhir hayatnya pada 30 Desember 2009. Gus Dur sejak awal berniat menjual lahan tanah pemberian dari negara tersebut. 

Yenny lupa kapan persisnya tanah untuk Gus Dur itu dijual karena yang diminta mengurusi adalah kakak dan adiknya. Yang jelas, uang hasil penjualan lahan tersebut akan digunakan untuk mendanai pembangunan Pusat Studi Islam Asia Tenggara di Ciganjur, seperti yang telah dicita-citakan oleh Gus Dur.

Yenny menambahkan, saat ini pembangunan lembaga kajian Islam itu masih dalam tahap proses desain. Ia berharap lembaga ini menjadi pusat studi Islam yang akan mengkaji dari berbagai aspek. “Sejarahnya, karakteristiknya, para pelaku utamanya. Untuk memberi pemahaman kepada dunia soal Islam di kawasan Nusantara yang karakteristiknya moderat, dan merangkul budaya lokal, atau dikenal dengan nama Islam Wasathiyah dan Islam Nusantara,” pungkasnya.

Megawati juga menerima hadiah rumah dari negara. Selama menjadi presiden pada 2001-2004, Megawati tinggal di rumah dinas di Jalan Teuku Umar No 27 dan 29, Menteng, Jakarta Pusat. Ia bolak-balik dari rumah dinas ke rumah pribadinya di Jalan Kebagusan IV, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah pensiun, Megawati memilih menjadikan rumah dinasnya sebagai rumah hadiah tersebut.

Di era pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 52 Tahun 2014, yang ditekennya pada 2 Juni 2014. Secara otomatis, dengan terbitnya PP tersebut, Keppres Nomor 81 Tahun 2004 tak berlaku. Di dalam PP tersebut tidak lagi mengatur batasan nilai pengadaan rumah untuk mantan presiden dan wapres. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan rumah atau tanah diatur dalam peraturan Menteri Keuangan.

Rumah Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Kuningan, Jakarta Selatan
Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.06/2014 tentang Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman bagi Mantan Presiden dan Wapres RI disebutkan bahwa luas maksimal rumah mantan presiden dan wapres sekitar 1.500 meter persegi bila di wilayah ibu kota negara atau seluas 2.500 meter persegi bila berada di luar Ibu Kota Jakarta. Sedangkan luas bangunan rumah maksimal 1.500 meter persegi.

Setelah pensiun, SBY pun menerima hadiah rumah dari negara yang berlokasi di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan. Di lahan seluas kurang dari 1.500 meter persegi itu dibangunkan rumah mewah berlantai dua dilengkapi lift, tepat di belakang kantor Kedutaan Besar Qatar untuk Indonesia. SBY sebelumnya memiliki rumah pribadi di Kompleks Puri Cikeas, Nagrak, Gunung Putri, Bogor, dan masih menempatinya.

Pada 2022, Kemenkeu kembali mengeluarkan aturan terkait pengadaan rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden dengan isi yang tidak jauh berbeda. Maksimal luas tanah di dalam ibu kota negara adalah 1.500 meter persegi dan setara dengan itu bisa di luar kota. Presiden Joko Widodo pun telah menerima hadiah rumah di lahan seluas 3.000 meter persegi di Jalan Adi Sucipto, Desa Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Lahan kosong yang berada di kawasan wisata kuliner itu dahulunya merupakan milik perusahaan otobus (PO) Rosalia Indah.


Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE