INVESTIGASI

Aib Bantuan Beras Bulog

Beberapa daerah mengeluhkan kondisi beras bansos 10 kilogram yang tidak layak makan. Bulog menduga ada oknum yang bermain.

Ilustrasi: Fuad Hashim/detikcom

Senin, 16 Agustus 2021

Pagi itu, Kamis, 5 Agustus 2021, 212 truk silih berganti memasuki area pergudangan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Gudang itu berada di Jalan Pelepah Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Luasnya sekitar 55 hektare. Ratusan truk dari PT Pos Indonesia itu bersiap mengirimkan ribuan ton beras kepada masyarakat. Beras itu merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial kepada sekitar 28,8 juta orang yang terdampak pandemi COVID-19. Masing-masing keluarga penerima manfaat bakal menerima 10 kilogram beras dari Bulog.

Namun saat itu kondisi hujan sedikit menghambat proses pemuatan beras. Pimpinan Wilayah Bulog Jakarta-Banten Akhmad Kholisun mengatakan hujan turun sekitar satu jam pada pukul 09.00-10.00 WIB. Lantaran kondisi itu, beberapa truk angkut beras yang hanya beratap terpal itu diminta masuk ke gudang serbaguna yang dimiliki Bulog. Upaya itu dilakukan untuk memastikan beras diangkut dalam keadaan kering. Kholisun juga mengaku telah meminta anak buahnya sangat berhati-hati dalam memindahkan beras-beras itu ke truk.

“Teman-teman, mengingat kondisi seperti ini, hujan, tolong hati-hati sekali untuk menjaga keselamatan beras kita pada saat pemuatan. Jangan sampai kena hujan,” kata Kholisun kepada anak buahnya sebagaimana diceritakan ulang kepada detikX, Jumat, 13 Agustus 2021.

Setelah muatan penuh, truk-truk itu langsung berangkat ke titik pengantaran masing-masing. Tanpa melakukan pengecekan ulang, enam dari 212 truk dikerahkan menuju Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat. Satu truk berisi sekitar 7.500 kilogram atau 7,5 ton beras. Koordinator Transportasi Logistik PT Pos Indonesia Ganda Himawan mengatakan enam truk itu sempat menginap sehari di kantor Pos Indonesia di kawasan Ampera, Jakarta Utara. Saat itu, para pengemudi truk masih berupaya melakukan koordinasi dengan pengurus rukun warga setempat terkait lokasi penurunan berasnya. “Untuk sementara di situ (kantor Pos) dulu. Belum dibongkar dulu,” kata Ganda kepada detikX di gudang Bulog, Jalan Pelepah Raya, Kelapa Gading, pekan lalu.

Setelah mendapatkan informasi tentang lokasi penurunan beras, enam truk itu berpencar menuju lokasi pengantaran masing-masing. Dua truk tiba di Rumah Susun Sewa Tambora, RW 11, Angke, sekitar pukul 09.00 WIB, Jumat, 6 Agustus 2021. Sekitar 20 sukarelawan dari unsur warga dikerahkan untuk menurunkan beras-beras tersebut. Engkus, bukan nama sebenarnya, salah seorang relawan pengangkut beras, menyebut satu truk angkut itu sudah berbau pesing saat tiba di lokasi. Para sukarelawan pun sampai emoh mengangkut beras-beras yang berasal dari truk tersebut. “Kayak bau kencing tikus gitu, ya, baunya. Semua orang tahulah di sini yang ngirimin itu,” jelas Engkus kepada detikX.

Kondisi beras yang dikomplain oleh sejumlah warga di Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat
Foto : Fajar Yusuf Rasdianto/detikX

Pengurus RW 11 Ilan Sukarlan menyebut para sukarelawan itu akhirnya memisahkan beras-beras yang berbau tak sedap. Namun, lantaran jumlah beras yang pas-pasan dengan total KPM di RW 11, beras-beras berbau itu pun tetap dibagikan kepada warga. Walhasil, malamnya, Ilan menerima komplain dari seorang warga yang mengaku mendapatkan beras berkualitas buruk. Beras itu sudah menggumpal, bau tak sedap, dan berwarna kuning cenderung kecokelatan.

Di grup WhatsApp para ketua RW Kelurahan Angke, Willy Djong, Ketua RW 6, juga mengirimkan foto beras dengan kondisi serupa. Satu per satu komplain warga pun diteruskan ke grup tersebut. Dari 11 RW yang berada di Kelurahan Angke, diketahui ada empat RW yang menerima beras dengan kondisi buruk. Di RW 3 ada lima karung, RW 5 dua karung, dan RW 6 ada dua karung, dan RW 11 ada sembilan karung. Total ada 18 karung beras yang tidak layak makan. “Tapi sudah diganti langsung sama Bulog itu, tanggal 9-nya (Agustus) kalau nggak salah,” ungkap Ilan.

Bukan hanya warga Angke yang mengeluhkan kondisi beras bantuan sosial 10 kilogram tersebut. detikX mencatat, ada setidaknya lima wilayah lain yang warganya menerima beras berkualitas buruk, yakni Cengkareng, Pandeglang, Sidoarjo, Mojokerto, dan Tuban. Kondisi beras hampir mirip dengan yang ada di Angke. Ada banyak batu di beras itu, berbau, berwarna kekuningan, dan berkutu. Beberapa warga Kedungrejo menyebut beras dari Bulog itu hanya pantas sebagai pakan ternak, bukan untuk manusia.

Akibat sejumlah kejadian itu, reputasi Bulog dalam menyalurkan program bantuan beras PPKM dipertanyakan. Apalagi negara sudah menggelontorkan banyak dana untuk bantuan beras sebanyak 288 ribu ton ini. Tidak kurang dari Rp 3,5 triliun telah dianggarkan pemerintah demi kesuksesan program bantuan sosial tersebut. Bulog ditunjuk sebagai penyalur bantuan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK/02/2021.

Dengan kesiapan infrastruktur dan kapasitas cadangan beras yang dimiliki, Bulog dinilai mampu mengantarkan beras-beras itu hingga wilayah-wilayah terpencil. Dalam prosesnya, Bulog juga turut menggaet kerja sama dengan PT Pos Indonesia dan DNR Corporation sebagai transporter. Dua perusahaan ini telah lolos lelang dan dinyatakan memiliki kemampuan distribusi yang mumpuni untuk menyukseskan program bantuan beras 10 kilogram. Namun, faktanya, masih terdapat sejumlah komplain dari masyarakat terhadap kualitas beras yang dikirim oleh Bulog.

Hasil uji laboratorium terhadap beras bansos 10 Kilogram dari Bulog

Foto: Fajar Yusuf Rasdianto/detikX

Direktur Utama Bulog Budi Waseso alias Buwas mengakui memang masih ada beras berkualitas buruk yang sampai ke masyarakat. Faktornya banyak, boleh jadi karena kondisi alam dan proses pendistribusian yang lamban. Tetapi, jika merujuk pada perjanjian kerja sama Bulog dengan PT Pos Indonesia dan DNR Corporation, mestinya beras yang sampai kepada masyarakat itu bukan lagi menjadi tanggung jawab Bulog.

“Tapi kemarin saya diam saja, siapa tahu memang dari Bulog berasnya sudah jelek. Tetapi saya sudah buat laporan tiga sak (di Pandeglang) itu yang tidak didistribusikan disisihkan, sudah diganti. Yang tiga itu jatah orang sebenarnya sudah dapat juga, tapi diviralkan seolah beras itu yang jelek dari Bulog. Padahal sifat beras, kena air, dalam satu hari menggumpal dia. Coba aja buktiin. Ada perubahan warna juga,” kata Buwas kepada detikX seusai upacara Hari Pramuka ke-60 di Taman Rekreasi Wiladatika, Cibubur, Depok, pekan lalu.

Namun Buwas memastikan Bulog telah berupaya maksimal untuk memberikan beras berkualitas kepada masyarakat. Seluruh beras yang diantarkan kepada masyarakat itu, kata Buwas, telah dilakukan proses rice to rice alias pemisahan antara beras buruk dan beras bagus. Secara usia, beras-beras itu juga masih cukup baru. Tidak berusia lebih dari 4 bulan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/Permentan/KN.130/2018. Semua beras itu diserap Bulog pada 2021.

Dengan segala standard operating prosedur itu, Buwas yakin beras Bulog berkualitas bagus. Dia malah menduga ada permainan oknum pebisnis yang sengaja menukar beras Bulog dengan beras yang tidak layak. Tujuannya untuk menghancurkan nama baik Bulog, sehingga kelak bantuan beras pemerintah tidak lagi disalurkan melalui Bulog, seperti yang terjadi pada Program Beras Sejahtera (Rastra) 2019. Ketika itu, Program Beras Sejahtera dihentikan dan digantikan oleh Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Dalam program BPNT tersebut, pemerintah memperbolehkan pengusaha logistik lain menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Setelah program itu diberlakukan, Bulog kehilangan sekitar 2,6 juta ton ceruk distribusi beras di dalam negeri.

“Saya kalau benar-benar mau menyikapi, itu bisa pidana, berita bohong, bisa saja, atau ada orang atau oknum yang memviralkan. Kan bisa ditelusuri,” kata Buwas. “Dan kemarin beras yang dibilang jelek itu saya ambil, saya periksa ke laboratorium. Apakah betul itu beras dari Bulog karena kan satu pintu. Kita tidak serta-merta dia (oknumnya) dan mengganti. Kita harus cek kebenaran dan memikirkan jika ada indikasi permainan orang yang ingin menjatuhkan Bulog,” tambah Buwas.

Dirut Perum Bulog, Budi Waseso
Foto : Fajar Yusuf Rasdianto/detikX

Meski begitu, harus diakui bahwa beras 10 kilogram yang dikirim Bulog memang bukanlah yang terbaik. Beras ini berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP) dengan standar kualitas medium. Bukan beras premium seperti dalam program Bantuan Pangan Non-Tunai. Beras CBP hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu, di antaranya memastikan ketersediaan pangan saat terjadi bencana dan upaya menstabilkan harga ketika terjadi lonjakan. Standar kualitasnya diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 45/KPTS/KN/J/06/2019.

Beleid itu menyebutkan kualitas CBP ditentukan dari empat parameter uji mutu. Di antaranya, kadar air tidak lebih dari 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, dan tidak berbau. Dengan mengacu pada aturan tersebut, detikX lantas melakukan pengetesan ulang terhadap kualitas beras bansos 10 kilogram pada 13 Agustus lalu. Pengecekan dilakukan di laboratorium Bulog, Kelapa Gading. Sampelnya diambil secara acak di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa beras-beras tersebut sudah berada dekat dengan ambang batas mutu yang ditentukan. Kadar airnya telah menyentuh 13,8 persen, butir patahnya 19,87 persen, butir menir alias patahan terkecil 1,75 persen, dan derajat sosohnya 95 persen. Masih dalam batas standar, tapi sedikit lagi turun mutu.

Terlepas dari hasil pengujian itu, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengaku telah mencermati ramainya pemberitaan terkait kualitas beras bansos Bulog. Anggota Komisi VII DPR Bukhori Yusuf menyebut telah mengusulkan untuk melakukan rapat dengan Bulog seusai reses pada 17 Agustus mendatang. “Nanti agenda ini kita masukkan ke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi, dan Bulog untuk kita undang karena kasus ini. Ini akan disegerakan ya. Begitu masuk, langsung kita agendakan,” kata Bukhori.

Sementara itu, soal dugaan adanya oknum yang mengganti beras Bulog, guru besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso meminta agar Bulog membuktikannya. Bulog, kata dia, merupakan bagian dari pemerintah. Mereka memiliki segala fasilitas untuk membuktikan kebenaran dari dugaan tersebut. “Jadi jangan hanya menyebar isu. Tangkap saja oknumnya, selesaikan,” pungkas Dwi.


Reporter: Rani Rahayu, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Fajar Yusuf Rasdianto
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE