Ilustrasi: Mindra Purnomo
Selasa, 30 Maret 2021Akhirnya Pemuda Muhammadiyah tiba di ruang tamu kantor Bupati Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat, 19 Maret 2021. Menggunakan kemeja batik dengan kombinasi warna merah-hijau-hitam, Sekretaris Jenderal Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla bersama beberapa anggotanya menemui Bupati Dodi Reza Alex Noerdin. Dodi mengenakan baju dinas berwarna hitam didampingi beberapa anak buahnya.
Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari kepercayaan Presiden Joko Widodo kepada Pemuda Muhammadiyah pada awal tahun lalu, tepatnya 24 Januari 2020. Dzulfikar mengatakan Jokowi berkomitmen memberikan konsesi lahan kepada organisasinya untuk dikelola.
Pemuda Muhammadiyah pun secara bertahap menemui pejabat-pejabat penting di pemerintahan pascapertemuan itu, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kala itu, Sigit Hardwinarto. Dari pertemuan dengan Sigit itu, komitmen pemberian lahan dari Jokowi menjadi semakin nyata: lahannya berupa hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan lokasinya di Sumatera Selatan.
Karena itulah Pemuda Muhammadiyah datang ke kantor Bupati Dodi. Kepada Dodi, Dzulfikar menyampaikan rencana organisasinya mengelola HPK, yang menjadi bagian dari Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), seluas 19.685 hektare di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Lahan-lahan itu terdapat di empat Kecamatan, yaitu, Babat Supat, Keluang, Sungai Lilin, dan Batanghari Leko.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria tertulis, Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Sedangkan TORA adalah tanah yang dikuasai negara dan/atau tanah yang telah dimiliki masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi.
Pertemuan antara Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin dan Sekjen Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad Tawalla, Jumat 19 Maret 2021
Foto : Dok pemudamuhammadiyah.org
Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Amran Syarif mengatakan Dzulfikar menyerahkan proposal perencanaan untuk memanfaatkan TORA. Proposal itu di antaranya berisi program pengelolaan lahan. “Mereka membuat proposal ke Bapak Bupati untuk bisa terlibat ke dalam pengelolaan objek TORA tersebut,” kata Amran kepada detikX, Kamis, 25 Maret 2021. “Misalnya, ada pengelolaan untuk sampah, untuk pemberdayaanlah isinya.”
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit itu, Amran mengatakan, Bupati Dodi berpesan kepada Pemuda Muhammadiyah agar usulan untuk mendapatkan lahan TORA disesuaikan dengan prioritas program daerah. Program yang dimaksud bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sektor unggulan, di antaranya pertanian dan perkebunan.
“Juga menciptakan lapangan kerja, misalnya usaha peternakan atau perikanan. Pengelolaannya melibatkan masyarakat. Intinya harus mendukung program pemerintah daerah,” kata Amran.
Selain program pengelolaan sampah, dalam dokumen proposal yang didapatkan detikX, Pemuda Muhammadiyah juga merencanakan program pengembangan hilirisasi industri, one zone one product, hidroponik, peternakan, budi daya perikanan, dan food estate. Dua perusahaan ada dalam proposal tersebut, Sinarmas Agribusiness and Food dan Garuda Food.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah yang juga Komisaris Utama PT Istaka Karya, Sunanto, mengatakan dua perusahaan itu rencananya akan dilibatkan sebagai investor. “Kan, butuh investor. Bayangan kami, ada Sinarmas dan Garuda Food,” kata dia.
Namun Head of Corporate Communication Garuda Food Dian Astriani menegaskan belum ada pembicaraan atau penjajakan khusus yang dilakukan Pemuda Muhammadiyah kepada pihak Garuda Food sampai Jumat, 26 Maret 2021. Sementara itu, pihak Sinarmas belum bersedia memberikan pernyataan.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto
Foto: Muhammad Ridho/detikcom
Upaya Pemuda Muhammadiyah mendapatkan lahan TORA itu mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 dan dilanjutkan dengan RPJMN 2020-2024. Pemerintah Jokowi hendak meredistribusi aset tanah seluas 4,1 juta hektare dengan cara pelepasan kawasan hutan. Sekitar 19 ribu hektare yang ditawarkan Jokowi ke mereka adalah bagian dari jumlah itu.
Bukan hanya akan mendapat lahan, dalam dokumen tersebut juga tertulis, Jokowi bersedia membantu Pemuda Muhammadiyah hingga akses permodalan. Dzulfikar mengatakan, target permodalan yang dibutuhkan sekitar Rp 150-200 miliar. "(Modalnya) gede. Sudah dipikirkan. Target return of invesment-nya itu kurang lebih lima tahun," ujarnya ketika ditemui detikX pekan lalu.
Pemuda Muhammadiyah menargetkan Jokowi bisa me-launching program mereka dengan simbol penanaman pada Juni mendatang. Namun, sebelum itu, mereka harus memasukkan proposal lanjutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan rapat dengan investor pada April. Mereka pun akan mengajukan sertifikasi lahan ke Badan Pertanahan Nasional pada Mei.
Namun upaya Pemuda Muhammadiyah mendapatkan lahan TORA di Sumsel menuai kritik dari pelbagai pihak. Mereka dinilai telah terlibat dalam penyimpangan kebijakan terkait TORA yang dilakukan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan pemerintahan Jokowi telah menyalahi konsep Reforma Agraria. Menurut Dewi, tujuan TORA dalam konsep Reforma Agraria di antaranya adalah memperbaiki struktur penguasaan tanah di Indonesia, menyelesaikan konflik agraria, dan menghilangkan kemiskinan struktural di pedesaan.
Sumber: Pemkab Banyuasin
Ilustrasi: Tim Infografis detikX
“Apakah mereka (Pemuda Muhammadiyah) pantas atau merupakan pihak yang berhak atas TORA? Ya, tidak berhak,” kata Dewi. “Karena tujuan Reforma Agraria itu tidak sekadar bagi-bagi tanah.”
Dewi menjelaskan pihak-pihak yang paling berhak menerima TORA adalah petani kecil—petani gurem yang memiliki tanah kurang dari 0,5 hektare, petani penggarap yang menggarap tanah orang lain—buruh tani, petani yang tidak bertanah, atau masyarakat miskin yang kehidupannya berbasis budaya agraris.
Badan Pertanahan Nasional berdalih pemberian lahan TORA kepada Pemuda Muhammadiyah adalah hak Presiden Jokowi. Juru bicara BPN Teuku Taufiqulhadi mengatakan hal itu merupakan kebijakan Presiden. “Berapa saja luas lahannya dan kepada siapa saja akan diberikan, yang penting Kementerian akan mendukung sepenuhnya kebijakan Presiden,” kata dia, Rabu, 24 Maret 2021.
Namun Dewi menilai pernyataan itu adalah sebuah blunder. Dia menjelaskan, meskipun dalam Perpres Reforma Agraria menyatakan TORA adalah tanah yang dikuasai negara, tidak berarti negara memilikinya. Karena itu, Jokowi tidak memiliki hak prerogatif memberikan tanah kepada sembarang orang atau pihak dengan jumlah sembarang luas.
Menurut Dewi, penjelasan BPN terkait wacana pemberian lahan dari Jokowi kepada Pemuda Muhammadiyah menunjukkan kejanggalan pelaksanaan Reforma Agraria. Jangan-jangan, dia berpikir, penyelesaian konflik struktural agraria yang diperjuangkan selama enam tahun terakhir ini terhambat karena semua bergantung pada Presiden Jokowi.
Itulah sebabnya, KPA menyebut Pemuda Muhammadiyah adalah penumpang gelap Reforma Agraria. “Ini ada satu kelompok yang dengan mudahnya, tidak perlu berjuang berdarah-darah, tidak perlu menjadi korban, tapi mereka mendapat privilege TORA yang luasnya sangat fantastis,” kata Dewi.
Sekretaris Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika
Foto: Dok Pribadi
Kehadiran penumpang gelap ini bisa terjadi, menurutnya, karena penetapan subjek dan objek Reforma Agraria tidak transparan. Selain pemberian lahan kepada Pemuda Muhammadiyah, pernah ada pula pelepasan kawasan hutan di Jambi yang dilakukan kepada koperasi fiktif. Koperasi tersebut adalah bentukan pejabat pemerintah daerah yang bekerja sama dengan perusahaan besar.
KPA juga mengkritisi rencana Pemuda Muhammadiyah menggandeng Sinarmas dan Garudafood sebagai investor. Sebab, ada kekhawatiran, dua perusahaan itu akan bekerja di urusan penarikan hasil saja sebagai bagian dari food estate.
“Katakanlah sawit atau kacang tanah,” kata Dewi. “Food estate itu bagian dari kritik kami juga. Pemerintah tidak mau menjalankan Reforma Agraria sesuai tujuan-tujuannya, tetapi justru yang dipercepat adalah korporatisasi pangan, liberalisasi pangan, yang diserahkan ke perusahaan-perusahaan besar.”
Senada dengan KPA, Sajogyo Institute mengkritik sikap Pemuda Muhammadiyah dalam upaya mendapatkan lahan TORA dan membangun food estate. Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Maksum Syam mengatakan pelibatan perusahaan-perusahaan besar yang menjadi bagian dari food estate tidak pernah terbukti menyejahterakan masyarakat sekitar. Kenyataannya, justru petani, yang sebelumnya berdaulat atas pangan, malah dijadikan buruh pada sektor industri pertanian.
Food estate, Maksum melanjutkan, mungkin akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro. Namun kerap kali gagal dalam hal pemerataan ekonomi pada aspek mikro. Inilah problem mendasar Food estate berkaitan dengan Reforma Agraria. “Semangat Reforma Agraria adalah untuk pemerataan ekonomi pada aspek mikro,” kata dia.
Reporter: May Rahmadi, Fajar Yusuf, Prima Syahbana (Palembang)
Penulis: May Rahmadi
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim