INVESTIGASI

Begal Teror Pesepeda

Maraknya orang bersepeda pada masa pandemi COVID-19 diincar oleh para begal. Sebanyak 19 pelaku begal ditangkap.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Senin, 9 November 2020

Sudah hampir satu tahun ini, sejak 2019, Catharina Audrey, 48 tahun, berangkat kerja mengendarai sepeda atau bike to work. Setiap hari ia menggowes sepeda trifold (lipat) 3sixty dari Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, menuju tempat kerjanya. Pada hari libur, Catharina juga rajin berolahraga sepeda dengan sejumlah temannya pengguna sepeda lipat.

Tapi, sejak pandemi COVID-19, ia lebih banyak bekerja dari rumah (work from home) dan melakukan aktivitas bersepeda bersama teman-temannya hanya saat weekend. Seperti yang dilakukannya pada Jumat, 23 Oktober 2020, pagi. Tapi hari itu menjadi hari paling nahas bagi wanita paruh baya ini. Ia dibuntuti seseorang dari Semanggi menuju Slipi. Begitu sampai flyover TVRI, Catharina menghentikan sepedanya.

“Mau ngapain Anda maksudnya ngikutin saya?” tanya Catharina setengah menghardik. Karena melihat Catharina marah, si pengendara pergi begitu saja.

Dengan perasaan waswas, Catharina kembali mengayuh menyusul teman-temannya. Berkali-kali ia melirik kaca spion pada setang sepeda. Begitu sampai halte bus di depan gedung MPR/DPR, ia melihat sepeda motor lainnya membuntuti. Tak lama terlihat motor itu melaju kencang menghampirinya.

Orang yang diboncengkan sepeda motor itu menjulurkan tangannya, seperti ingin meraih tubuh Catharina. Melihat hal itu, Catharina langsung membungkuk dan membelokkan sepedanya ke kiri sehingga lolos.

Karena gagal, motor itu balik arah menghampiri Catharina. Begitu sampai di depan Catharina, salah satu begal memegangi keranjang sepedanya yang berisi tas. Terjadi tarik-menarik antara Catharina dan begal hingga sampai di depan gedung Manggala Wanabakti. Catharina berteriak sambil mempertahankan tasnya itu. Begal pun sempat oleng dan akan terjatuh dari motornya.

Christoferus
Foto: dok. 20Detik

“Karena saya ngerem, dia oleng dan akhirnya putus tas itu dan akhirnya dia pergi karena orang-orang sudah mulai mendengar teriakan saya,” kata Catharina, saat ditemui detikX di rumahnya di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis, 5 November.

Teriakan Catharina didengar petugas satpam gedung Manggala Wanabakti. Begal itu kabur dan satpam pun menemani Catharina sampai teman-temannya datang berkumpul kembali. Setelah kejadian itu, Catharina dan rombongannya pulang. Seingat dia, dua begal yang hendak mencelakakan dirinya itu menggunakan sepeda motor yang masih baru, tanpa pelat nomor atau ditutupi.

“Dia marah karena nggak dapat. Dia sempat teriak, sih. Kan dia sempat kebanting di  pegangan tas itu. Dia sempat ngomong entah sialan, entah apa itu. Saya baru tahu itu nggak mungkin orang tua-tua banget. Maksimum 30-an tahunlah,” terang Catharina lagi.

Catharina tak melaporkan kejadian itu ke polisi karena tak tahu harus melapor ke mana. Hingga saat ini, ia masih trauma bersepeda sendirian. “Sekarang rasanya yang bike to work saya akan mikir banget-banget. Mau ada jalur sepedanya, tapi ternyata tidak aman,” ucapnya.

Christoferus, 60 tahun, pesepeda roadbike, juga mengalami hal serupa. Pria paruh baya ini berolahraga sepeda sejak 1975. Namun baru kali ini dalam sejarah hidupnya menjadi korban pembegalan. Selasa, 20 Oktober 2020, pukul 08.00 WIB, menjadi hari nahas baginya. Ia dibegal orang di Hotel Mandarin, Jakarta Pusat.

Hari itu, sejak pagi buta, Christoferus bersama kelompok roadbike-nya berolahraga. Persis pukul 08.00 WIB, ia memisahkan diri karena harus menuju Kelapa Gading, Jakarta Timur. Ia setengah memutari Bundaran HI menuju arah Jalan Imam Bonjol. Tiba-tiba di depan Hotel Mandarin, ia dipepet begal dengan cara dirinya dipeluk dari belakang. Terjadi aksi dorong-mendorong antara Christoferus dan begal yang menggunakan sepeda motor itu.

Aksi Begal Hantui Pesepeda Ibu Kota
Video : 20Detik

image for mobile / touch device
image 1 for background / image background

Salah satu begal menodongkan pisau dan melukai tangan kanan Christoferus. Sepeda yang dikayuh Christoferus pun oleng dan jatuh. Ia mengalami luka-luka pada bagian kaki dan paha. Sementara itu, begal kabur karena satpam Kedutaan Besar Jerman, yang melihat aksi itu, datang menolong Christoferus. Ia lalu diobati luka-lukanya, dan melaporkan kejadian itu ke polisi.

“Jadi waktu saya lapor ke polisi, polisi cuma bilang begini: ‘Ada yang hilang nggak, Pak?’ ‘Nggak’. ‘Oh ya sudah ya kalau nggak ada yang hilang. Jadi kami tidak perlu ke TKP dan ini menjadi catatan kami’. ‘Oh ya sudah Pak, yang penting tugas saya sebagai masyarakat sudah melaporkan apa yang terjadi',” kata Christoferus, yang disapa dengan panggilan Toni, kepada detikX di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 5 November.

Pada saat kejadian, lanjut Christoferus, pos polisi di Bundaran HI memang sepi. Di ujung Hotel Mandarin hingga Kedutaan Besar Jerman hanya ada satpam kedutaan. Seharusnya kejadian itu terekam kamera CCTV yang ada di sekitaran Bundaran HI. Ia berharap polisi segera menemukan pelaku yang membegalnya. Sebab, bisa saja mereka melukai pengguna jalan lainnya.

Christoferus berharap pesepeda lainnya melengkapi diri dengan peluit agar bisa diketahui orang kalau berusaha dibegal atau dihentikan orang. Hal itu sebagai sikap kehati-hatian dan kewaspadaan diri. Masalahnya, pesepeda dalam hitungan detik atau menit di jalan bisa menghadapi situasi yang tak diinginkan. “Kita bisa tahu atau dia berhenti, dia mau menyetop kita, kita tiup peluit saja kan. Itu membuat dia shock juga, ada apa nih kok pengendara tiup peluit, gitu kan. Dengan spion kita tahu kalau diikuti orang,” jelas Christoferus.

Catharina Audrey
Foto: dok. 20Detik

Christoferus berharap kepada masyarakat yang punya hobi bersepeda tidak takut terhadap kasus pembegalan ini. “Kita jangan takut dengan begal dan kejahatan. Apa pun yang terjadi di jalan, tapi kita harus hati-hati, harus lebih waspada. Ingat, kita berbagi jalan dengan pengguna jalan yang lain, tetap sehat,” pintanya.

Pegiat sepeda Bike to Work, Narita Diyan, mengakui kasus begal pesepeda membuat tak nyaman masyarakat dan komunitas pesepeda. Apalagi, dari kasus-kasus yang muncul, kejadian pembegalan terjadi pada hari dan jam produktif, antara pukul 06.00 WIB hingga 08.00 WIB, dan terjadi di jalan protokol, seperti Jalan Medan Merdeka, Sudirman, Bundaran HI, Slipi, Gatot Subroto. “Jadi bisa dibayangkan, kan, betapa tidak amannya kami pengguna sepeda harian, gitu lho,” kata Narita kepada detikX, Jumat, 6 November.

Narita, yang sudah tiga tahun menggunakan sepeda, membagikan tips aman bersepeda. Walau menurutnya tips ini tak 100 persen menghilangkan tindak kejahatan, setidaknya bisa meminimalkan pembegalan. Pertama, jangan menaruh barang berharga di tempat yang memancing begal. Kedua, menggunakan spion. Ketiga, jangan pernah bersepeda seorang diri, terutama pada malam hari.

“Jadi, kalau memang mau bersepeda pagi atau malam hari, pada saat gelap itu bersama teman. Kalau nggak ada teman, kita naik transportasi online ya atau mobil,” terang Narita.

Narita berharap polisi bertindak tegas kepada begal pesepeda. Ia melihat selama ini polisi bertindak setelah ada kejadian dan korban yang berjatuhan mengalami trauma dan luka-luka. “Ada yang sampai hari ini luka-lukanya masih ada gitu itu kan adalah sesuatu yang tidak bisa diobati dengan... maksudnya dengan uang ya, tapi sesuatu yang merugikanlah," katanya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus
Foto: dok. 20Detik

Hingga saat ini, Polda Metro Jaya baru menerima 12 laporan masyarakat terkait begal pesepeda. Dari jumlah itu, baru 11 laporan yang diungkap dengan ditangkapnya 19 pelaku. “Terakhir kami mengungkap itu ada 19 pelaku. Dari 19 dari sekitar 9 pengungkapan laporan polisi, dari 12 laporan polisi yang ada,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada detikX, Jumat, 6 November.

Yusri berharap masyarakat lain yang menjadi korban pembegalan melapor. Sebab, sampai saat ini, dari 19 orang pelaku yang ditangkap, setidaknya satu pelaku sudah pernah melakukan kejahatan yang sama di tempat lainnya sebanyak 3-7 kali. Karena itu, polisi membutuhkan bantuan masyarakat untuk mengungkapnya.

Yusri mencontohkan, seorang public figur seperti Anjasmara pernah mengaku dibegal, sempat mengalami luka dan dirawat di rumah sakit. Anjasmara tak melaporkan kejadian itu, tapi malah mengunggah kejadian di akun media sosialnya. “Nah, ini yang kami harapkan, masyarakat mau sadar melaporkan, untuk membantu kami juga. Upaya kami untuk bisa membuat jera para pelaku ini,” pinta Yusri.

Para begal pesepeda, lanjut Yusri, memang dikenal spesialis begal motor. Tapi, karena pandemi COVID-19, banyak warga yang menggunakan sepeda sebagai sarana olahraga. Hal ini dijadikan suatu target baru bagi para begal. “Karena sangat mudah. Sangat mudah dalam arti kata sepeda tidak mungkin bisa mengejar motor yang ada,” terangnya.

Tak hanya menangkap begal, polisi juga menangkap para penadah hasil kejahatan begal. Setidaknya ada 480 penadah yang hasilnya memiliki ratusan handphone milik korban begal sepeda. “Ini yang masih kita dalami lagi, karena kita belum bisa menemukan handphone-handphone itu siapa-siapa saja pelaku dan korbannya. Makanya ini masih kita coba dalami untuk pelaku yang lain,” pungkas Yusri.


Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE