INVESTIGASI

Setelah Cinta Sang Letkol Kandas

16 dari 20 oknum prajurit TNI yang terlibat LGBT dihukum penjara dan dipecat dari kedinasan militer. Salah satunya berpangkat Letnan Kolonel dokter.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Sabtu, 31 Oktober 2020

Banyak faktor penyebab seseorang mengalami penyimpangan seksual, misalnya menjadi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Salah satunya, kecewa dan frustasi berlebihan akibat ditolak menikah oleh seseorang yang dicintainya. Hal itu juga yang dialami oleh BD, seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpangkat Letnan Kolonel.

Pria 46 tahun asal Sumatera Selatan ini ditolak lamarannya oleh wanita yang menjadi pacarnya. BD yang merupakan dokter militer di satuan kesehatan pasukan Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) sebenarnya mapan, tapi kemapanan tersebut rupanya tak mampu meluluhkan hati kekasihnya. Akibat kekecewaan itu, perilaku BD berubah. Orientasi seksualnya pun mulai menyimpang. Penyimpangan seksual itulah yang membawa karirnya di dunia militer terpuruk. Ia dihukum enam bulan penjara dan tambahan dipecat dari dinas kemiliteran.

BD dihukum melalui proses persidangan di Pengadilan Militer Tinggi-I Medan pada Kamis, 27 Februari 2020. Motif penyimpangan seksual tergambar dari berkas salinan putusan pengadilan bernomor 18-K/PMT-I/AD/XI/2019, yang diunggah di website Mahkamah Agung Republik Indonesia beberapa waktu lalu.

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Kolonel Chk Suwignyo Heri Prasetyo, hakim anggota Kolonel Chk FX Raga Sejati dan Kolonel Sus Mirtusin. Di persidangan Oditur Militer Tinggi, Kolonel Laut (KH) Budi Winarno menuntut BD dengan hukuman 12 bulan atau 1 tahun penjara dan dipecat dari dinas militer, karena bersalah dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan.

Foto ilustrasi prajurit TNI
Foto : Rachman Haryanto/detikcom

Kisah percintaan sejenis pria yang masuk TNI AD tahun 1998 itu bermula pada Oktober 2014. Suatu hari di bulan itu, dirinya tengah dalam perjalanan pulang mengikuti Pendidikan Kursus Perwira Manajemen Rumah Sakit Madya di Pusat Pendidikan Kesehatan (Pusdikkes) TNI AD di Jakarta ke rumah dinasnya di Bogor. Saat berada di Halte Mall Botani Square, Bogor, BD, yang sedang menunggu angkutan umum, dihampiri dan disapa oleh EP, 29 tahun.

Keduanya lantas terlibat obrolan. Ternyata keduanya satu arah pulang menuju Cibinong. Dalam perjalanan, keduanya juga asyik mengobrol dan saling bertukar nomor handphone. Lalu mereka berpisah menuju tujuan masing-masing. Sejak saat itu, kedua orang yang baru berkenalan ini sering chatting via BBM (Blackberry Messenger).

TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk di antaranya LGBT."

Satu bulan kemudian, BD dan EP bertemu kembali dan makan siang di Mall Cijantung, Jakarta Timur. 15 November 2014 siang, telepon EP berdering. BD menelepon kalau dirinya tengah ulang tahun dan mengajak EP untuk refreshing ke Puncak, Bogor. Mereka lantas menyewa sebuah villa di Puncak. BD sempat membeli sejumlah makanan dan bir. EP lalu menyalakan lilin kecil dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada BD. Ketika malam makin larut, keduanya pun terlibat hubungan badan di villa itu.

Dalam keterangannya kepada penyidik dan di persidangan, EP mengakui kalau sebelumnya sering melakukan hubungan badan dengan sesama jenis sejak tahun 2012, ketika dirinya masih kuliah. Tetapi penyimpangan seksual sudah dialami sejak Sekolah Dasar, karena sering dikucilkan oleh teman laki-lakinya. EP kecil selalu berteman dengan perempuan dan sejak itu muncul ketertarikan kepada pria.

Pengadilan Militer Tinggi-I Medan di Jalan Ngumban Surbakti, Medan Selayang, Kota Medan.
Foto: Dok Dimilti-I Medan 

Menurutnya, perilaku homoseksual dapat menular kepada orang lain, sebab seorang homoseksual selalu akan berusaha mencari korban untuk diajak berhubungan seks sesama jenis. Perilakunya itu juga diakui berbahaya apabila orang tersebut mengidap HIV. BD dan EP melakukan hubungan seks sesama jenis beberapa kali. Mei 2015 pukul 21.00 WIB di rumah dinas BD di Malang. Lalu Maret 2017 dan Oktober di rumah dinas BD di Bogor.

Pada Februari 2018, BD dipindah tugaskan ke Detasemen Kesehatan Bandar Lampung, Kesehatan Kodam II/Sriwijaya. EP pun ikut dan tinggal bersama BD. Alasannya EP baru selesai operasi tumor di dada kirinya. Agar mudah merawat dan mengontrol, BD bilang EP harus tinggal bersamanya. Perbuatan tak senonoh keduanya sering dilihat oleh C dan ZH, dua PNS yang menjadi sopir dinas BD. C dan ZH juga melihat kemesraan BD dan EP dalam berbagai kesempatan.

Dalam hubungan itu, BD bisa dikatakan perannya sebagai ‘lelaki’ dan EP berperan sebagai ‘wanita’. Perbuatan mereka akhirnya terendus oleh personel Detasemen Intel Kodam II/Sriwijaya. Tanggal 15 Agustus 2019, BD dan EP diperiksa. Dalam pemeriksaan baru diketahui kalau EP memang sudah terjangkit penyakit HIV/AIDS. BD pun mengaku siap menerima konsekuensi atas perbuatannya yang dianggap melanggar Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 84/XII/2008 tanggal 12 Desember 2008 yang isinya pemberhentian dengan tidak hormat, yang salah satu alasannya karena terlibat homoseksual.

Sampai saat ini, sudah 16 dari 20 oknum prajurit TNI yang dipenjara dan dipecat terkait kasus hubungan sesama jenis atau homoseksual/gay (LGBT). Semuanya di vonis melalui mekanisme Pengadilan Militer di Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Jayapura. Mereka yang terlibat perilaku seks menyimpang ini mulai dari pangkat prajurit (Prajurit Satu) hingga perwira menengah (Letnan Kolonel).

“Ada 20 perkara, ada Letkol dokter, ada yang baru lulus Akademi Militer, Letnan Dua,” ungkap Ketua Muda Mahkamah Agung bidang Militer, Mayjen TNI Burhan Dahlan, dalam pembinaan kepada para hakim yang dilakukan secara daring dan disiarkan dalam YouTube, Senin, 12 Oktober 2020.

Foto ilustrasi prajurit TNI tengah berlatih
Foto : Siswo Widodo/ANTARA Foto

Menurut Buran, dari 20 oknum prajurit TNI, empat di antaranya belum ada vonisnya karena menunggu sidang pada tingkat kasasi. Ia mengatakan, banyaknya anggota TNI yang menjadi LGBT disebabkan faktor gaya hidup. Sebelumnya banyak oknum anggota yang bebas, karena oditur militer mendakwa dengan menggunakan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencabulan orang dewasa dengan anak-anak.

Pimpinan TNI protes dan meminta semua pelaku dihukum penjara plus dipecat sebagai anggota militer. Burhan meminta para hakim memakai Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHP Militer) tentang pembangkangan terhadap perintah dinas. Mereka dituduh melakukan pembangkangan terhadap Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Nomor ST/1313/2009 tanggal 4 Agustus 2009 dan Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang larangan anggota TNI menjadi LGBT.

“TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk di antaranya LGBT,” kata Kepala Bidang Penerangan Umum Puspen TNI, Kolonel Sus Aidil, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 15 Oktober 2020.

Aidil menegaskan, perilaku LGBT yang dilakukan oknum anggota TNI sangat tidak patut dilakukan seorang prajurit. Mereka itu dinilai telah melanggar disiplin militer dan dianggap pelanggaran berat yang tak boleh terjadi di lingkungan TNI yang sanksinya dipecat melalui persidangan militer. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pun menjadi dasar pelarangan LGBT. “Bahwa prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan, karena mempunyai tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI (Pasal 62 UU TNI),” jelas Aidil.


Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE