INVESTIGASI

Pandemi Corona

Usap-usap
Harga Tes Swab

Pemerintah akhirnya mematok harga tertinggi tes swab COVID-19 mandiri Rp 900 ribu. Mengapa harga tes ini mahal dan berbeda-beda?

Ilustrasi : Mindra Purnomo

Selasa, 6 Oktober 2020

Kementerian Kesehatan dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akhirnya menetapkan batas tarif tertinggi pengujian polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab (usap) mandiri sebesar Rp 900 ribu. Harga itu merupakan acuan bagi masyarakat yang ingin melakukan tes mandiri. Sebelumnya, harga tes usap mandiri berkisar Rp 1,5-4 juta, dan tergantung waktu tunggu hasil tes yang didapat.

"Tim Kemenkes dan BPKN menyetujui batas tertinggi swab yang bisa kami pertanggungjawabkan kepada masyarakat, yaitu Rp 900 ribu," ujar Pelaksana Tugas Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir dalam konferensi pers di kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Jumat, 2 Oktober 2020.

Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo sempat mengusulkan harga tes usap kontraktual dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp 439 ribu per spesimen. Tes mandiri tarifnya diusulkan BPKP sebesar Rp 797 ribu. "Sedangkan untuk yang sifatnya mandiri, usulan dari BPKP adalah Rp 797 ribu," ujar Doni Monardo dalam jumpa pers virtual di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 28 September 2020.

Tes swab
Foto: Ajis/detikcom


Kalau yang mandiri itu rata-rata mereka nggak mau begitu. Maunya mereka yang fasilitas khusus. Jadi servis itu sekarang menjadi tren.”

Harga Rp 900 ribu untuk tes swab mandiri yang ditetapkan Kemenkes dan BPKN sudah memperhitungkan komponen untuk jasa sumber daya manusia, jasa pelayanan dokter, ekstraksi dan pengambilan sampel, serta pengiriman hasil tes. Bahkan penggunaan listrik, air, telepon, maintenance alat, penyusutan alat, hingga pengolahan limbah termasuk di situ.

Tes usap baru ditanggung pemerintah jika pasien telah mendapat rujukan dari rumah sakit atau ditemukan dari penelusuran kontak atau contact tracing. Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan agar tes swab ditingkatkan mengingat animo masyarakat yang ingin tes mandiri cukup tinggi tapi harganya terlampau mahal.

Keputusan standardisasi biaya tes swab itu diresmikan melalui Surat Edaran Kemenkes Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada Senin, 5 Oktober 2020. Dalam surat itu disebutkan pemeriksaan RT-PCR yang dilakukan oleh rumah sakit atau laboratorium memiliki tarif bervariasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat. Karena itu, pemerintah perlu menetapkan standar tarif tes swab.

Sebelum pemerintah menyeragamkan tarif tes usap mandiri itu, berdasarkan pantauan detikX, sejumlah laboratorium dan rumah sakit swasta di Jakarta memang mengenakan tarif mahal dengan sejumlah variasi. Laboratorium Prodia yang berada di Kampung Melayu, Jakarta Timur, misalnya, mematok tarif tes usap Rp 2,5 juta. Masyarakat yang ingin melakukan tes mandiri harus membuat janji terlebih dahulu. Pengambilan sampel tidak langsung di laboratorium, tapi di sejumlah rumah sakit rekanan, seperti Rumah Sakit Aulia, Rumah Sakit Andhika, dan Klinik Good Practice.

Rumah Sakit Pondok Indah di Jakarta Selatan melayani tes swab drive thru pada hari Senin-Sabtu pukul 08.00-17.00 WIB. Sehari sebelum melakukan tes swab mandiri, calon pasien harus membuat janji terlebih dahulu. Tarifnya Rp 2,3 juta dengan hasil yang didapat pada hari itu juga. Di tempat lain, Rumah Sakit Mayapada mematok biaya tes swab sebesar Rp 1,5 juta untuk hasil tiga hari dan Rp 2 juta untuk hasil satu hari. Semua yang ingin tes usap harus membuat janji dua hari sebelumnya.

Sejumlah pasien berstatus orang tanpa gejala (OTG) mengikuti senam bersama tim medis di Stadion Patriot Chandrabaga, Bekasi, Jawa Barat, Senin (28/9/2020).
Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Lalu Rumah Sakit Mitra Keluarga Bintaro, Jakarta Selatan, memajang biaya tes swab Rp 1,5 juta dengan hasil 2-5 hari dengan booking tempat paling lambat dua hari sebelumnya. “Nanti kita akan membuat surat keterangan hasil tes. Mekanisme pemesannya dengan menyertakan nama lengkap sesuai KTP, tanggal pemeriksaan dan Rumah Sakit Mitra mana yang dipilih. Kemudian juga menyertakan alamat e-mail untuk pengiriman hasil tes,” ucap salah seorang petugas pelayanan Rumah Sakit Mitra Keluarga saat dihubungi detikX, Kamis, 1 Oktober 2020.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia Partakusuma mengakui test swab mandiri di rumah sakit swasta memang masih cukup mahal. Hal itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, tes PCR membutuhkan fasilitas yang memadai, termasuk gedung laboratorium dengan bio-safety level 2. Kemudian, peralatan yang digunakan pun terbilang mahal. Peralatan-peralatan seperti medium transfer dan ekstraksi itu juga membutuhkan perawatan yang biayanya tak sedikit.

Kedua, komponen yang membuat harga tes swab mandiri mahal adalah reagen. Reagen merupakan ekstraksi yang digunakan dalam pengecekan spesimen. Reagen berisi sejumlah bahan kimia yang dicampur menjadi satu untuk mendeteksi SARS-Cov-2, virus penyebab Corona. Menurut dia, satu rumah sakit dibatasi hanya boleh membeli reagen sebanyak 500 oleh pemerintah. Pembatasan itu membuat harga tes swab melambung tinggi. Investasi untuk membeli reagen itu sendiri Rp 700 ribu- hingga Rp 1,4 juta per unit.

Ketiga, tak semata-mata karena alasan peralatan, maintenance dan peralatan, serta reagen untuk PCR/tes swab yang mahal, tapi juga terkait masalah pelayanan. Kebanyakan masyarakat menengah-atas yang takut pergi ke rumah sakit tak mau ketemu orang banyak maunya tes di rumah atau di mobil (drive thru). Padahal di rumah sakit pemerintah dan puskesmas ada yang gratis dan banyak masyarakat yang memanfaatkannya. “Kalau yang mandiri itu rata-rata mereka nggak mau begitu. Maunya mereka yang fasilitas khusus. Jadi servis itu sekarang menjadi tren,” ujar Lia.

Persi sudah beberapa kali meminta sejumlah rumah sakit tak menaikkan harga tes swab. Pihaknya sempat melakukan pengecekan ke sejumlah rumah sakit. Hasilnya, ada beberapa yang sudah menekan harga tes swab sampai di bawah Rp 1,5 juta. “Kalau misalnya pemerintah itu bisa beli atau menekan harga reagen itu menjadi lebih murah, tentu laboratorium atau rumah sakit kita bisa menjual dengan harga yang lebih terjangkau,” ujar Lia.

Lia Gardenia Partakusuma
Foto : bapeten.go.id

Penyeragaman harga bisa saja dilakukan. Namun Lia menyarankan agar tidak terlalu banyak jenis, alat, maupun reagen yang digunakan untuk melakukan tes swab. Jadi pemerintah memukul rata semua jenis komponen untuk tes swab. Pemerintah juga harus memikirkan kondisi rumah sakit yang saat ini sedang turun karena berkurangnya pasien. Di sisi lain, mereka tetap harus mengelola karyawan dan menjaga kesehatan para tenaga medisnya.

“Kami dari Persi bukan berarti rumah sakit itu mau mencari untung. Ya kira-kira intinya rumah sakit ini ingin supaya dia tetap bisa beroperasi melayani pasien. Kalau pemerintah bisa bantu, kami senang sekali. Kan kalau (tes swab di) rumah sakit pemerintah nggak bayar,” ujarnya.

Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, yang membawahi bidang kesehatan, menyebut harga tes swab paling tinggi Rp 900 ribu sudah terjangkau oleh masyarakat. Keputusan Kemenkes memberikan kepastian kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjangkau. Dengan adanya kebijakan itu, percepatan penanggulangan virus bisa dilakukan pemerintah.

“Angka testing dan percepatan tracing bisa dilakukan pemerintah, Kemenkes, dan Satgas untuk menekan laju sebaran dan meminimalkan penularan COVID-19," kata Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena di gedung DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu.


Reporter: Syailendra Hafiz Wirartama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE