INVESTIGASI

Repot Gage Sepeda Motor

“Malah bikin repot, yang harus naik motor
jadi dua hari sekali. Angkutan umum jadi penuh dan berdesakan pula.”

Ilustrasi : Luthfy Syahban

Jumat, 12 Juni 2020

Potret lalu lintas di ibu kota Jakarta kembali seperti semula, macet di mana-mana. Hampir serupa dengan kondisi sebelum merebaknya pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Sejak April 2020, ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menanggulangi penularan virus corona diterapkan, jalan-jalan protokol di Jakarta lengang. Kemacetan kembali menghampiri ketika Pemprov DKI Jakarta mengurangi PSBB.

Pada masa PSBB transisi ini, Pemprov Jakarta bakal mengaktifkan kembali kebijakan ganjil-genap kendaraan pribadi. Tidak hanya roda empat atau lebih, kendaraan roda dua pun dikenakan ganjil-genap. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif, yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, 4 Juni 2020 lalu.

Pasal 17 ayat (2) huruf a berbunyi, “kendaraan bermotor pribadi berupa sepeda motor dan mobil beroperasi dengan prinsip ganjil-genap pada kawasan pengendalian lalu lintas”. Sementara itu, pasal 18 ayat (1) mengatur bahwa kendaraan roda empat dan dua bernomor plat ganjil dilarang melintas di ruas jalan pada tanggal genap dan sebaliknya.

Ilustrasi ganjil-genap
Foto : Dok Detik.com


Jadi bandingkan, lebih berbahaya mana, kerumunan di simpul (halte, stasiun dan terminal) dibandingkan kerumunan antar motor tadi? Di jalan atau tempat kerumunan motor, ini berbahaya mana? Ini yang harus kita lihat dulu. Ini perlu dicoba? Ya nggak perlu kok, cukup dianalisis aja.”

Kebijakan ganjil-genap yang juga menyasar roda dua langsung mengundang reaksi pro dan kontra dari para pengguna sepeda motor. Mereka umumnya keberatan dengan kebijakan anyar tersebut. Alasannya, ganjil-genap untuk sepeda motor diprediksi tidak akan berjalan dengan efektif. “Nggak efektif kalau ganjil-genap motor untuk mengurangi penularan COVID-19. Kalau akhirnya pengguna sepeda motor harus pakai transportasi massal, kan lebih nggak jelas lagi keamanannya, protokol kesehatannya,” ungkap Doni, 47 tahun, warga Joglo, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kepada detikX, Kamis, 11 Juni.

Doni berharap, Pemprov Jakarta bisa mengkaji lebih dalam lagi soal pemberlakuan ganjil-genap sepeda motor. Selama ini, pemberlakuan ganjil-genap untuk mobil saja tidak berjalan dengan efektif. Kebanyakan pengguna roda empat banyak yang mencari-cari jalan tikus, sehingga arus lalu lintas di jalan non protokol macet luar biasa. “Mobilitas di Jakarta sangat padat. Dari gedung-gedung, perumahan elit, sampai klasteran setiap waktu keluar-masuk, banyak sekali jalan kecil dan gang, antre kendaraan bikin macet.”

Hal yang sama juga diutarakan Ardhy, 47 tahun, warga Kalimalang, Jakarta Timur. Pembatasan penggunaan sepeda motor dengan sistem ganjil-genap akan merepotkan. Beralih ke angkutan umum, selain menaikkan risiko tertular COVID-19, menurut Ardhy, juga memakan ongkos transportasi harian lebih besar. “Malah bikin repot, yang harus naik motor jadi dua hari sekali. Angkutan umum jadi penuh dan berdesakan pula,” katanya kepada detikX, Kamis, 11 Juni.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono menilai, dari kajian pihaknya bersama pakar kesehatan masyarakat, potensi penularan COVID-19 di transportasi umum sangat tinggi. Jika para pengendara roda dua itu beralih menggunakan transportasi umum, maka tidak hanya di dalam kendaraan umum, simpul-simpul kerumunan akan terjadi di halte, terminal, dan stasiun kereta rel listrik (KRL).

Kemacetan yang terjadi di Jakarta
Foto : Agung Pambudhy/detikcom

“Jadi bandingkan, lebih berbahaya mana, kerumunan di simpul (halte, stasiun dan terminal) dibandingkan kerumunan antar sepeda motor tadi? Di jalan atau tempat kerumunan motor, ini berbahaya mana? Ini yang harus kita lihat dulu. Ini perlu dicoba? Ya nggak perlu kok, cukup dianalisis aja,” kata Agus dalam wawancara dengan 20detik, Selasa, 9 Juni.

Sementara, Indonesia Traffic Watch (ITW) berpendapat, rencana penerapan aturan ganjil-genap kepada pengguna sepeda motor selama PSBB transisi di Jakarta tidak realistis. Apalagi transportasi umum juga dibatasi. Seharusnya Pemprov duduk bareng dan berkoordinasi dengan instansi lainnya, terutama soal aturan di lapangan yang pastinya akan mempersulit warga. “Seharusnya Pemprov DKI lebih dulu koordinasi dengan instansi lain sebelum membuat aturan yang baru, terutama Polri sebagai instansi yang melakukan penegakan hukum,” kata Ketua Presidium ITW Edison Siahaan, Sabtu, 6 Juni.

Dihubungi terpisah, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Sambodo Purnomo Yugo mengatakan, Pemprov Jakarta sudah berkoordinasi dengan pihaknya mengenai rencana sistem ganjil genap itu. Hasilnya sistem ganjil genap untuk sepeda motor itu tidak akan diberlakukan sebelum ada komando dari Gubernur Anies. “Itu hasil koordinasinya. Jadi belum ada, pengaturan gage sepeda motor masih menunggu keputusan gubernur,” kata Sambodo ketika dimintai konfirmasi detikX, Kamis, 11 Juni.

Sambodo menjelaskan, Pemprov Jakarta dan instansi terkait lainnya akan mengevaluasi penerapan ganjil-genap mobil di masa transisi PSBB ini. Hasilnya nanti baru akan diputuskan oleh Gubernur DKI Jakarta apakah akan diaktifkan kembali atau ditiadakan sementara waktu. Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah meniadakan ganjil-genap sepekan lalu atau sejak Jumat, 5 Juni 2020.

Anies Baswedan
Foto : Andika Prasetia/detikcom

Anies sendiri menjelaskan, ganjil-genap sepeda motor belum akan diberlakukan selama dirinya belum mengeluarkan surat keputusan soal itu. Anies menegaskan, di dalam Pergub yang dibuatnya memang menyatakan bahwa dalam masa transisi ini, bila ternyata angka kasus COVID-19 meningkat, bisa dilakukan kebijakan rem darurat seperti memberlakukan ganjil-genap. Tetapi hal itu bukan berarti akan langsung diberlakukan begitu saja. Ia harus melihat terlebih dahulu apakah jumlah penduduk di luar rumah lebih banyak dari di dalam rumah atau yang bisa dikendalikan.

“Jadi selama belum ada kondisi yang mengharuskan pengendalian jumlah penduduk di luar rumah dan selama belum ada surat keputusan gubernur, maka tidak ada ganjil-genap. Saya harus garis bawahi, sejak 15 Maret, ganjil-genap di Jakarta ditiadakan. Tujuannya apa? Supaya potensi penularan di kendaraan umum bisa dikurangi. Nah, peniadaan ganjil-genap itu belum ada perubahan sampai sekarang,” kata Anies kepada wartawan usai meninjau terowongan Kendal, Jakarta Pusat, Senin, 8 Juni lalu.


Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

[Widget:Baca Juga]
SHARE