Ilustrasi : Edi Wahyono
Kamis, 16 Januari 2020Berdiri di sebuah kebun seluas kurang-lebih 1 hektare, Keraton Agung Sejagat mempunyai kelengkapan bak keraton pada umumnya. Ada benteng pertahanan dengan bahan hebel atau bata ringan setinggi sekitar 1 meter mengelilingi kompleks keraton. Di sisi sebelah utara terdapat sendang atau pemandian seluas 15 meter persegi. Di sisi tenggara pelataran ada batu prasasti berdiameter 3 meter. Sementara itu, di pelataran terdapat rangka bangunan yang diperkirakan akan dijadikan pendapa.
Bangunan utama keraton yang berbentuk aula didirikan di sisi selatan kompleks. Di bangunan berukuran 5x10 meter itulah sang raja, Toto Santoso Hadiningrat dan permaisurinya Diyah Gitarja (nama asli Fani Aminadia) membangun singgasana. Sedangkan para pembesar kerajaan, seperti mahapatih, mahamenteri, demang, dan bekel, diberi tempat duduk bertingkat di sayap kanan dan kiri.
Pembangunan Keraton Agung Sejagat oleh Toto dan sekitar 450 pengikutnya di Desa Pogung Jurutengah, RT 03 RW 01, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, sudah diketahui warga setempat pada pertengahan 2019. Keraton itu menempati lahan milik warga bernama Chikmawan, 35 tahun, yang juga penggawa kerajaan ala Toto. Namun keberadaan kerajaan baru di Desa Pogung tersebut baru disadari para warga setelah digelar serangkaian ritual mulai awal 2020.
Sumarni, 56 tahun, warga setempat, mengisahkah, ketika mulai sering datang ke Desa Pogung, Toto dikenal warga sebagai ketua sebuah komunitas kebudayaan di Yogyakarta, yaitu Jogja Development Committee (DEC). Warga Pogung, desa yang berjarak sekitar 15 Km dari alun-alun Kabupaten Purworejo, tak menaruh curiga sedikit pun karena aktivitas Toto dan pengikutnya dianggap tidak mengganggu ketenteraman kehidupan masyarakat. “Kami tidak ada anggapan (aliran sesat). Hanya komunitas untuk nguri-uri (melestarikan) kebudayaan,” ucap Sumarni.
Kecurigaan mulai timbul saat sebuah batu besar didatangkan pada Oktober 2019 dan kemudian diletakkan di sebuah pendapa kecil di kompleks ‘istana’. Itulah batu prasasti pendirian Kerajaan Agung Sejagat yang dinamai Prasasti Ibu Bumi Mataram II. Ada telapak kaki dan kata-kata berbahasa Jawa kuno pada prasasti itu. Pemahatan dilakukan seorang empu hingga tengah malam. Setelah jadi, prasasti dibubuhi sesajen dan dibalut kain mori (pembungkus mayat).
Toto Santoso dan Fanni Aminadia, yang merupakan 'Raja' dan 'Ratu' Keraton Agung Sejagat dipindahkan ke Polda Jawa Tengah untuk diperiksa secara mendalam.
Foto: dok. Istimewa
Lantas, pada 9 Desember 2019, malam, batu prasasti itu diresmikan Toto sekaligus menandai dibukanya secara resmi Keraton Agung Sejagat. Dalam video yang beredar di media sosial, Toto juga meresmikan pendapa sebagai tempat menjamu tamu dari mancanegara. Gedung Keraton Agung Sejagat disebut sebagai tempat untuk menentukan nasib dunia. Seluruh penggawa kerajaan dari bangsa manusia, jin, dan setan dijamin hidup, keselamatan, dan kemuliaannya. “Sekabehe pinaringan sluman, slumun, slamet (Semuanya mendapat keselamatan dan terhindar dari celaka),” ucap Toto sambil mengentakkan kakinya tiga kali ke tanah.
Berikutnya, Kamis, 9 Januari 2019, digelar wilujengan dan kirab yang mengambil rute dari jalan sekitar keraton menuju ke dalam keraton. Toto, pria berusia 42 tahun, dan permaisuri Fanni, 41 tahun, mengenakan baju kebesaran. Begitu juga ratusan penggawa Kerajaan Agung Sejagat, yang mengenakan pakaian adat lengkap. Panitia menyiapkan 15 ekor kuda sewaan yang digunakan untuk raja, permaisuri, serta pejabat-pejabat tinggi keraton. Toto, yang menggelari dirinya 'sinuhun', terlihat semringah di atas kudanya. Beberapa kali ia melambaikan tangan kepada penonton kirab.
"Saya jalan. Tapi raja, permaisuri, dan yang bintang empat menunggang 15 kuda," kata Setiyono Eko Pratolo, salah seorang penggawa Kerajaan Agung Sejagat, yang mengikuti kirab tersebut. Eko mengaku sudah memiliki bintang tiga di pundaknya, tapi ia tak mengetahui detail pemberian gelarnya itu.
Pada Minggu, 12 Januari 2019, Kerajaan Agung Sejagat kembali mengadakan ritual yang mengundang perhatian warga sekitar. Ritual yang digelar siang hari itu rupanya penobatan Toto sebagai raja sekaligus sidang perdana kerajaan. Ratusan penggawa berpakaian adat warna hitam-hitam hadir. Dalam kesempatan itu, Toto menyatakan secara terbuka kepada media mengenai kerajaan yang baru saja didirikannya di telatah Purworejo.
Toto mengklaim Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan yang muncul karena berakhirnya perjanjian 500 tahun lalu antara penguasa Majapahit Dyah Rahawijaya dan bangsa Portugis sebagai wakil bangsa Barat. Dengan berakhirnya perjanjian itu, berakhir pula dominasi Barat dalam mengontrol dunia. Kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke Keraton Agung Sejagat, yang merupakan penerus Majapahit sebagai keturunan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.
Sejumlah pengunjung menyaksikan batu prasasti di kompleks Keraton Agung Sejagat, Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (14/1/2020).
Foto: Anis Efizudin/Antara
“Kami umumkan kepada dunia bahwa Keraton Agung Sejagat, sebagai induk daripada seluruh kingdom, state, tribune, koloni, atau republik yang ada di dunia ini, menyatakan menjadi juru damai terhadap konflik yang terjadi di seluruh dunia dengan memperbaiki sistem kedaulatan, sistem bernegara, sistem ekonomi dan moneter secara global,” sebut Toto.
Kepiawaian Toto dalam merangkai cerita sejarah itu menjadi salah satu daya pikat bagi pengikutnya. Hal itu diakui oleh Setiyono. Ia mengaku terpesona oleh penjelasan Toto. Pria yang juga menjabat kasi pemerintahan desa itu mengatakan Toto membeberkan silsilah keturunannya dan membedah Serat Joyoboyo. Dari situ dia berpikir apa yang disampaikan sang raja benar. "Dari trah (silsilah keturunan), beliau terus cerita Joyoboyo. Saya berpikir kok kayanya benar," kata Setiyono.
Sebelum berhasil mewujudkan mimpinya mendirikan kerajaan di Purworejo, Toto pernah mencoba upaya serupa di Yogyakarta. Toto dan Fanni menggelar ritual di sebuah tempat kontrakan yang mereka sewa di Jalan Berjo-Pare, Sidoluhur, Godean, Sleman. Mereka mengenakan baju keraton. Karena aktivitas mereka mencurigakan, aparat desa dan Babinsa menggerebek ritual tersebut. Namun Fanni berdalih sedang melakukan syuting film Majapahit untuk konten YouTube. “Bu Fanni ki arep dadi (mau jadi) YouTuber," kata Kasi Pemdes Sidoluhur Adi Arya Pradana.
Jauh sebelum itu, pada Juli 2019, Toto dan sekitar 100 pengikutnya mendatangi Dataran Tinggi Dieng. Di sana dilakukan upacara pengukuhan Toto sebagai raja. Upacara didahului dengan ritual membersihkan diri di Tuk Bimalukar, sebuah mata air di Dataran Tinggi Dieng. Dari situ, mereka berjalan menuju kompleks Candi Arjuna, yang berjarak sekitar 2 kilometer. Di candi tersebut, mereka melakukan doa bersama. Ritual Toto dan para pengikutnya itu sempat menjadi bahan tontonan warga.
Namun, baru seumur jagung, kerajaan yang didirikan Toto runtuh seketika. Mendapat laporan warga Purworejo yang resah atas kehadiran keraton baru tersebut, Polda Jawa Tengah akhirnya turun tangan pada Selasa, 14 Januari 2020. Polda pun menangkap Toto dan Fanni saat dalam perjalanan di perbatasan Wates-Yogya. Setelah 'Raja' dan 'Ratu' Keraton Agung Sejagat diamankan petugas, keraton dipasangi garis polisi dan dijaga ketat.
Polisi membeberkan barang bukti Kerajaan Agung Sejagat di Polda Jateng, Semarang, Rabu (15/1/2020).
Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Polisi menetapkan Toto dan Fanni sebagai tersangka dugaan membuat onar dan penipuan. Keduanya dijerat dengan Pasal 14 Undang-Undang No 1/1946 tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Polisi menemukan bukti adanya penarikan dana yang dilakukan Toto dengan cara tipu daya memakai simbol-simbol kerajaan yang semua palsu. Ia juga menerbitkan kartu bertanda United Nations untuk meyakinkan pengikutnya.
Sedangkan para pengikut tertarik menyerahkan uang karena berharap kehidupannya berubah menjadi lebih sejahtera. “Tersangka Toto ini KTP (kartu tanda penduduk)-nya Jakarta Utara. Yang diakui sebagai permaisuri juga bukan istrinya. (Fanni) tinggalnya di Jakarta Selatan. Keduanya ngekos di Yogyakarta,” kata Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel di Mapolda Jateng, Rabu 15 Januari. Toto memang sempat tinggal di sebuah bedeng di Ancol, Jakarta Utara, dan disebut mempunyai utang Rp 1,3 miliar.
Rycko mengungkapkan, dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa setiap pengikut Toto yang bergabung di kerajaannya diminta menyetor uang Rp 3-30 juta. Dari uang itu, Toto menjanjikan jabatan tinggi di kerajaan serta gaji dalam mata uang dolar Amerika Serikat. “Ini murni kriminal,” kata Rycko. Hal yang sama disampaikan oleh Setiyono. Ia telah menyetor Rp 2,3 juta kepada kerajaan. Uang tersebut katanya dipakai untuk membuat baju adat, konsumsi, serta buku panduan kerajaan.
Banyak aturan yang diterapkan oleh Toto kepada para pengikutnya. Pertama, saat berada di dalam istana dan acara kirab, penggawa kerajaan tidak diperbolehkan menggunakan telepon seluler. Kedua, para pengikut Toto diwajibkan mengikuti aturan yang telah diterapkan oleh pihak kerajaan. Jika ada yang mbalelo atau berkhianat, penggawa tersebut bakal dicap sebagai teroris. Hingga keruntuhan kerajaan, para penggawa Keraton Agung Sejagat belum menerima apa yang dijanjikan.
Reporter: Rinto Heksantoro (Purworejo)
Penulis: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim