INVESTIGASI

Jakarta Berpacu dengan Ancaman Banjir Sampah

Sampah DKI Jakarta bakal tak lagi tertampung di Bantargebang. Jakarta menghadapi ancaman banjir sampah bila proyek pengelolaan sampah terpadu tak segera rampung.

Ilustrasi: Fuad Hasim

Selasa, 19 November 2019

Diprediksi, pada 2022 wilayah DKI Jakarta akan menghadapi ancaman banjir atau masalah sampah. Kabarnya, volume sampah yang setiap hari dikirim dari Jakarta sebanyak 7.700 ton tak akan bisa ditampung lagi di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Setelah 30 tahun beroperasi, lahan itu terisi sekitar 39 juta ton sampah atau 80 persen dari total kapasitas lahan, yang bisa menampung 49 juta ton sampah.

Kondisi ini mendesak Pemprov DKI Jakarta segera mengambil langkah cepat. Salah satu caranya mempercepat pengerjaan proyek pembangunan intermediate treatment facility (ITF) atau fasilitas pembakaran sampah yang akan diubah menjadi tenaga listrik atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) di kawasan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah meresmikan pembangunan ITF Sunter pada 20 Desember 2018.

Enam bulan kemudian, izin mendirikan bangunan (IMB) pengelolaan sampah ITF Sunter diterbitkan pada pertengahan Juli 2019. Dengan keluarnya IMB ini, PT Jakarta Solusi Lestari (JSL), yang merupakan perusahaan joint venture PT Jakarta Propertindo (JakPro) dengan Fortum, perusahaan pengolahan energi asal Finlandia, mulai mengerjakan proyek bernilai Rp 3,6 triliun tersebut. “ITF sudah punya IMB, terbitnya pekan lalu, pekerjaan fisik sudah bisa dimulai, alat berat bisa masuk,” kata Corporate Secretary PT JakPro Hani Sumarni di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta, 24 Juli 2019.

ITF Sunter menempati lahan seluas 3,05 hektare di bekas Unit Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Kota (UTPSTK) milik Dinas Kebersihan DKI Jakarta di Jalan Danau Sunter Barat, Sunter Agung. Dari pantauan detikX pada 11 November 2019, lahan ini terletak di antara Jalan Danau Sunter Barat, Jalan RE Martadinata, dan Jalan Sunter Permai Raya. Juga tak jauh dari wilayah komersial dan permukiman penduduk di wilayah RW 03, RW 05, dan RW 06 Kelurahan Sunter Agung.

Sayangnya, ketika menyambangi lokasi proyek pembangunan ITF pada 11 November 2019, detikX tidak dapat melihat aktivitas pengerjaan di dalam ITF itu. Sebab, para petugas satuan pengamanan di pintu gerbang utama menuju lokasi tak memperbolehkan masuk. Hanya, dari gerbang depan terlihat sejumlah truk pengangkut sampah yang keluar-masuk lokasi. Tak jauh dari lokasi hanya terlihat alat berat berupa ekskavator yang tengah membereskan gundukan sampah.

Lokasi proyek pembangunan ITF Sunter
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX

Menurut Ketua RT 17 RW 03 Sunter Agung, Zainal, 53 tahun, lahan bakal ITF Sunter memang awalnya merupakan tempat pembuangan sampah sementara. Setiap hari di lokasi itu ada sepuluh truk yang mengangkuti sampah dari wilayah Jakarta Utara. “Ada pembuangan sampah dari warga sekitar bisa sampai 10 truk. Nanti itu dipres bisa dijadikan 10 kontainer. Nah, setelah itu, baru dikirim ke Bantargebang,” kata Zainal saat ditemui detikX di rumahnya.

Lokasi di dekat penampungan sampah itu dulu dihuni warga yang bekerja sebagai pemulung dan lainnya. Tapi, sejak lahan itu akan digunakan untuk ITF Sunter, warga banyak yang hengkang. “Saya dengar sudah dalam proses sterilisasi dari perusahaan. Mereka dapat uang kompensasi dan banyak yang pulang ke kampung masing-masing. Kabar pastinya saya kurang tahu, tapi yang saya dengar seperti itu,” ucap Zainal lagi.

Sementara itu, menurut Lurah Sunter Agung, Danang Wijarnako, ada 116 warga di lokasi lahan penampungan sampah yang sudah pindah dan diberi dana kompensasi oleh pihak PT JSL. “Yang jelas, itu bukan warga Sunter Agung ya, nggak ada yang punya KTP Sunter Agung di situ. Dan warga tersebut sudah diberi kompensasi oleh JSL dengan standar Bank Dunia,” katanya kepada detikX di kantornya, Jalan Sunter Karya Utara, Sunter Agung.

Danang menjelaskan, warga lainnya yang tak jauh dari area pembangunan proyek ITF juga tak berkeberatan karena tahu lahan itu milik Pemprov DKI Jakarta. “So far so good. Seluruh RW di sekitar proyek ITF ini bagus semua responsnya, tidak ada penolakan. Smooth-lah, wong ini lahan pemda kok, lahan Dinas Lingkungan Hidup,” ucap Danang lagi.

Danang berharap proyek ITF berdampak positif kepada masyarakat di sekitarnya. Namun ia belum tahu secara pasti akan adanya penyerapan tenaga kerja terhadap warganya. Pihak Pemprov DKI dan perusahaan pengelola ITF sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan warga, baik di beberapa RW maupun di kelurahan. “Jadi rencananya ITF ini nanti adalah sampah warga yang ada di rumah paginya diangkut dan sorenya akan menjadi listrik untuk kebutuhan masyarakat sekitar,” jelas Danang.

ITF Sunter ditargetkan beroperasi pada 2022
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX

Terkait penyerapan tenaga kerja warga, pihak PT JSL belum bisa menjanjikan. Sampai saat ini perusahaan masih memprioritaskan para tenaga ahli dan yang memiliki kualifikasi teknis dalam pembangunan ITF. Kalaupun ada warga yang berniat bekerja, akan direkomendasikan untuk disalurkan ke sejumlah kontraktor yang terlibat dalam proyek itu. “Prinsipnya itu saya mendukung, karena keberadaan proyek ini juga harus bermanfaat bagi warga sekitar, tetapi ya mohon bahwa ini juga harus memenuhi kualifikasi,” kata Presiden Direktur PT JSL Faisal Muzakki dalam wawancara dengan detikX di kawasan Thamrin City, Jakarta Pusat, Selasa, 12 November 2019.

Seperti diketahui, proyek ITF awalnya digagas oleh Fauzi Bowo (Foke) saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2008-2012. Foke kala itu menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 77/2009 tentang Penetapan Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda dan Keputusan Gubernur Nomor 1851/2009 tentang Pembentukan Tim Kerja Program Pembangunan ITF. Program ITF ini bisa menyulap sampah sebanyak 2.110,69 ton per hari (dari Jakarta Pusat dan Utara) menjadi 41.580,61 kilowatt (kW).

Presiden Direktur Jakarta Solusi Lestari Faisal Muzakki
Foto: Syialendra Hafiz Wiratama/detikX

Gagasan itu dilanjutkan sejak Joko Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2014. Saat itu ada dua perusahaan joint venture yang akan mengerjakan proyek, yaitu PT Pheonix Pembangunan Indonesia (PPI) dan Keppel Segher Singapura, serta PT Wira Gulfindo Sarana dan PT Ramky dari India. Saat Jokowi menjadi Presiden RI, ia mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18/2016 tentang Perencanaan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah. Isinya tentang pembangunan fasilitas ITF di tujuh kota besar di Indonesia, termasuk di Jakarta.

Sesuai master plan Pengelolaan Sampah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2032 yang dikutip dari laman situs Dinas Lingkungan Hidup, fasilitas ITF akan dibangun di Sunter dan Marunda (Jakarta Utara), Cakung (Jakarta Timur), serta Duri Kosambi (Jakarta Barat). Tapi belakangan lokasinya diubah menjadi di Sunter dan Cilincing (Jakarta Utara), Rawa Buaya (Jakarta Barat), dan satu tempat di Jakarta Selatan. Pengolahan sampah menggunakan teknologi insinerator, gasifikasi, pyrolysis, dan refuse derived fuel (RDF), yang lebih tepat guna dan ramah lingkungan.  

Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga menerbitkan Pergub Nomor 50/2016 tentang Pembangunan Pengelolaan Sampah. Isi pergub itu di antaranya menunjuk langsung perusahaan badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta, yaitu PT Jakarta Propertindo (JakPro), untuk mengerjakan proyek ITF Sunter. Gubernur DKI Anies Baswedan juga menerbitkan pergub baru bernomor 33/2018 tentang pengolahan sampah di ITF.

Proyek ini akan menggunakan teknologi standar lingkungan sesuai dengan Uni Eropa, yang mengacu pada baku mutu European Parliament and The Council Directive No. 2010/75/EU Annex VI. PT JakPro menggandeng perusahaan pengolahan sumber energi baru yang berpengalaman di Eropa, yaitu Fortum, yang berkedudukan di Espoo, Finlandia. Kedua perusahaan ini lantas membentuk perusahaan baru untuk mengelola proyek ITF Sunter, yaitu PT Jakarta Solusi Lestari (JSL). “Jadi JSL adalah joint venture company yang 44 persen sahamnya dipegang oleh JakPro dan Fortum 56 persen. Jadi mayoritas masih ada di Fortum,” terang Faisal lagi.

Pembangunan dan pengoperasian ITF bertujuan menyelesaikan masalah sampah di DKI Jakarta. Saat ini, volume sampah yang diproduksi setiap hari mencapai 7.700 ton. Selain itu, untuk mengantisipasi TPST Bantargebang, yang diperkirakan penuh pada 2022. “Makanya kita bangun ITF. ITF Sunter mampu mengolah dan mengurai sampah 2.200 ton per hari. Ini sepertiga atau seperempat dari total kapasitas ini (7.700 ton per hari sampah Jakarta). Berarti masih butuh lagi ITF-ITF di tempat lainnya atau ada solusi yang lain,” jelas Faisal.

Kepala UPST Bantargebang Asep Kuswanto
Foto: Syailendra Hafiz Wiratama/detikX

Faisal mengatakan, banyak yang harus dilakukan JSL untuk mempersiapkan proyek pembangunan ITF. Di antaranya mengurus masalah perizinan, proses engineering, lisensi, kajian mengenai dampak lingkungan dan sosial. Selain itu dibutuhkan adanya kerjasama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk pendistribusian listrik dari hasil pengolahan sampah dan kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta terkait suplai, jumlah, serta jenis sampah yang akan diproses di ITF. Pada 16 Oktober 2019, baru ditandatangani power purchase agreement (PPA) dengan PLN dan Dinas Lingkungan Hidup. “Target proyek ITF ini kelar pada 2022, itu harapan kita, ya. Mudah-mudahan itu semua sesuai harapan, ya,” imbuh Faisal.

Dalam operasinya, ITF akan memasukkan sampah ke bunker, setelah itu diolah ke dalam insinerator untuk dibakar dengan temperatur di atas 800 derajat Celsius. Uap panas yang dihasilkan pembakaran akan menjadi penggerak turbin untuk menghasilkan listrik. “Dari 2.200 ton sampah yang akan dibakar equivalent nantinya dapat menghasilkan 35 megawatt (MW) atau 35.000 kilowatt (KW), atau 35 juta watt,” pungkas Faisal.

Semua pihak sangat mengharapkan pembangunan fasilitas ITF segera jadi dan bisa dioperasikan pada  2022. Juga tiga ITF lainnya yang hingga kini belum ditentukan lokasinya di mana. Bila pembangunan itu molor lagi lebih lama, ancaman Jakarta akan ‘tenggelam’ oleh tumpukan sampah bakal benar-benar terjadi. “Saya sempat mendengar, mereka mau main (mengoperasikan) di tahun 2024. Saya bilang, ‘Jangan coba-coba main di 2024, bisa banjir sampah di Jakarta,'” kata Kepala Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Bantargebang Asep Kuswanto kepada detikX di kantornya di Cililitan, Jakarta Timur, Kamis, 14 November 2019.

Asep mengatakan, jika pembangunan ITF molor, yang hanya bisa ia lakukan adalah terus menumpuk sampah di Bantargebang. Sementara itu, saat ini semua zona sudah menjadi gunungan sampah. “Untuk mengatasi jika ITF lewat dari 2022 hanya dengan landfill mining yang tadi, yang mudah mudahan bisa menjadi lahan kosong lagi dengan teknik tersebut, karena semua zona ini sudah menjadi gunungan sampah. Jadi, kalaupun kita tidak melakukan apa-apa, ya kita hanya menumpuk sampah,” katanya.


Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]
SHARE