INVESTIGASI

Tarian Poco-poco Wagub Ibu Kota

“Sejak awal Gerindra muter-muter soal pencalonan.”

Ilustrator: Edi Wahyono

Rabu, 4 September 2019

Lebih dari setahun kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta tidak berpenghuni setelah Sandiaga Uno mengundurkan diri saat menjadi cawapres pada Pilpres 2019, yang berpasangan dengan Prabowo Subianto. Sandi resmi mundur dalam sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin, 27 Agustus 2018.

Lazimnya, pengganti Sandi adalah sosok yang diusung parpol pendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yakni Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Namun, lewat kesepakatan tidak tertulis, seperti yang beredar di lingkaran internal kedua partai tersebut, kandidatnya berasal dari PKS lantaran dalam Pilpres 2019, Gerindra memilih Sandi, yang juga kader partai tersebut, sebagai cawapres.

Namun janji tinggalah janji. Gerindra rupanya tidak mau begitu saja merelakan kursi Wagub DKI diambil oleh PKS. Belakangan, justru muncul wacana Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik yang bakal diusung partai berlambang burung garuda tersebut. PKS pun melawan dan mengancam tidak mau bekerja untuk memenangkan pasangan Prabowo-Sandi pada pilpres. Karena ancaman itu, Gerindra pun memilih berunding dengan PKS pada 5 November 2018, yang berbuah kesepakatan akan ada fit and proper test cawagub DKI.

Anies Baswedan-Sandiaga Uno
Foto: dok. detikcom


Daripada satu warna. Karena banyak pertanyaan dari anggota-anggota Dewan yang periode kemarin begitu, ‘Kok dua-duanya PKS.’ Begitu.”

PKS kemudian menetapkan Ketua DPW PKS DKI Syakir Purnomo dan Ketua Fraksi PKS di DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi menjadi panitia tim fit and proper test Wagub DKI. Sedangkan Gerindra menunjuk peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro sebagai penguji. Awal Januari 2019, PKS pun menyetorkan tiga nama cawagub DKI Jakarta untuk menjalani fit and proper test, yakni Agung Yulianto, Ahmad Syaikhu, dan Abdurrahman Suhaimi. Hasilnya, PKS dan Gerindra DKI sepakat mengusulkan Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu jadi cawagub DKI pengganti Sandiaga.

Namun kedua nama tersebut tidak kunjung mendapat rekomendasi dari DPP Gerindra karena belun diteken Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani. Baru pada bulan Mei masalah rekomendasi petinggi parpol pengusung akhirnya dikantongi. DPW PKS DKI Jakarta pun segera menyerahkan dua nama calon Wakil Gubernur DKI Jakarta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Namun bukan berarti masalah tersebut selesai begitu saja. Dua kandidat cawagub dari PKS tersebut harus menghadapi tantangan lain di gedung Kebon Sirih, kantor DPRD DKI Jakarta. Lembaga tersebut mensyaratkan dua kandidat harus melewati panitia khusus (pansus) DPRD, yang kemudian akan disahkan di sidang paripurna. “Sejak awal Gerindra muter-muter soal pencalonan. Awalnya lewat fit and proper test, sekarang masalah berlarut di DPRD yang tidak kunjung menggelar pansus,” jelas Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi kepada detikX.

Menurut Suhaimi, menggantungnya pansus karena terjadi perdebatan-perdebatan yang tidak subtansial, misalnya soal kuorum. Padahal di tata tertib DPRD terkait pemilihan seperti wagub ini, syaratnya adalah 50 persen anggota DPRD plus satu. Tapi diperdebatkan harus tiga perempat untuk kuorum itu.

Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi
Foto: Arief Ikhsanudin/detikcom

“Kita sampai konsultasi ke Mendagri. Dan Mendagri menegaskan setengah plus satu. Tapi sebagian kawan-kawan di Gerindra tetap ngotot tiga perempat. Itu kan memakan waktu tersendiri. Nah, setelah perdebatan itu, kan tinggal hasilnya. Hasilnya itu kan harus ada rapimgab. Sampai di situ berhenti karena tidak kunjung ada rapimgab,” beber Suhaimi.

Rapimgab itu adalah rapat antara pimpinan DPRD beserta pimpinan fraksi dan pimpinan komisi dalam rangka mendengarkan hasil pansus terkait dengan tatib. Hasil rapimgab kemudian dibawa ke sidang paripurna. Suhaimi kemudian mengatakan selama ini proses komunikasi politik sebenarnya berjalan normal. Namun yang ingin ditekankan PKS adalah hak politik yang diatur di sidang paripurna.

“Ini kan pansus ini sudah normal. Setiap pansus itu hasilnya dilaporkan di rapimgab. Nanti masing-masing bisa menunjukkan hak politiknya ketika di sidang paripurna. Saya kira aturannya sudah sangat jelas kok. Nanti kan anggota Dewan diberi hak memilih dan sebagainya,” ujar Suhaimi.

Tapi keluhan PKS dianggap Syarif, anggota DPRD DKI dari Gerindra, terlalu berlebihan. Menurutnya, proses untuk penentuan wagub sebenarnya sudah sesuai jadwal, yakni 22 Juli 2019, karena sudah diparipurnakan di DPRD yang diawali rapimgab. “Sebetulnya kita nggak bikin lama, orang prosesnya seperti itu. Kan jadwalnya waktu itu tanggal 22 Juli sudah paripurna dan diawali sama rapimgab,” kata Syarif kepada detikX.

Tapi, diakui Syarif, rapimgab tidak terlaksana karena waktu itu selalu tabrakan dengan jadwal rapat yang lain-lain. Misalnya jadwal pembahasan APBD Perubahan. “Kan APBD Perubahan harus selesai sebelum Agustus. Itu pun molor enam hari dari jadwal. Nah, itu yang membuat kita tidak bisa membahas pansus di rapimgab. Itu saja masalahnya,” kilah Syarif.

Dia pun memperkirakan pansus wagub akan dijadwalkan Oktober atau November 2019, setelah pembahasan kelengkapan Dewan dan pimpinan DPRD definitif. Dan ada kemungkinan semua pembahasan terkait wagub pendamping Anies tersebut akan dimulai dari awal alias dari nol lagi. Hal senada dikatakan Iman Satria, anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI. Menurut dia, proses penetapan wagub tidak ada masalah, hanya anggota Dewan saja yang sibuk.

Ahmad Syaikhu

Agung Yulianto

“Kalau masalah kuorum memang ada perdebatan, tapi itu tidak menjadi suatu hambatan. Jadi yang menjadi hambatan itu sebetulnya masalah waktu yang padat. Kan pada waktu itu waktunya ada di pengujung banyak kegiatan yang mesti diselesaikan, perda, ada yang kunker, ada yang sibuk dengan partainya, jadi nggak fokus,” demikian kata Satria.

Dia melanjutkan, pada dasarnya Gerindra sangat serius terkait pembahasan wagub. Hal ini terlihat dari masuknya Gerindra di anggota tatib dan sudah tanda tangan terkait calon yang diajukan PKS. Tapi memang ada banyak pertanyaan di lingkungan Dewan kenapa mesti PKS dua-duanya. Padahal yang mengusung pasangan Anies dan Sandi adalah Gerindra dan PKS. Menurut Satria, jika yang diusung utusan dari PKS dan Gerindra, mungkin tidak akan ada banyak pertanyaan. ”Daripada satu warna. Karena banyak pertanyaan dari anggota-anggota Dewan yang periode kemarin begitu, ‘Kok dua-duanya PKS.’ Begitu,” imbuh Satria.

Sedikit kilas balik, Satria menjelaskan, dalam Pilkada 2017, pasangan Anies-Sandi, keterwakilan dari Gerindra adalah Sandi, sedangkan Anies merupakan profesional, bukan dari Gerindra atau PKS. Nah, pada saat Sandi menjadi cawapres, seharusnya secara otomatis Gerindra-lah yang mengisi posisi Sandi, yang merupakan usungan Gerindra. Tapi entah kenapa PKS yang ngotot mengusung dua kadernya.  “Kok (sekarang) dua-duanya PKS, karena pada saat itu PKS minta ke Gerindra,” katanya.

Adapun kesepakatan elite Gerindra dengan PKS, wagub untuk PKS, menurut Satria, waktu itu Prabowo mengatakan jatah calon, bukan jatah harus jadi. Apalagi, kata Satria, Prabowo tidak bisa menjadikan wagub karena yang punya otoritas kan DPRD, bukan DPP. “Makanya, kalau calonnya dari Gerindra dan PKS, mungkin semangatnya akan beda. Kalau menurut saya, itu jawabannya,” pungkas Satria. 

Adapun Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, mengatakan masalah Wagub Jakarta belum kelar karena belum deal soal kandidat antara PKS dan Gerindra, bukan soal mandeknya pembahasan di DPRD. “Mereka terlalu lama tidak bersepakat soal dua nama yang muncul. Dan ketika dikirim ke DPRD, kan belum sepakat juga. Makanya soal wagub itu kuncinya ada di dua partai pengusung itu. Partai lain hanya pasif menunggu,” tegas Gembong.

Gedung DPRD DKI Jakarta
Foto: dok. detikcom

PDI Perjuangan sampai saat ini, kata Gembong, belum melakukan pembahasan terkait wagub karena memang belom ada sosok yang clear dari PKS dan Gerindra. Lagi pula proses masih dalam tahap aturan main, belum ke pemilihan. “Jadi yang membuat lama ya dua partai itu. Kuncinya di situ. Kalau di mereka berdua clear, ya kita clear juga,” ungkap Gembong.

Ditambahkan Gembong, berdasarkan ketentuan undang-undang, kesempatan Anies punya wakil adalah sampai April 2020. Jika belum beres juga, berdasarkan ketentuan UU, Anies  tidak perlu wakil. “Makanya, kalau guyon saya nih, kalau Pak Anies serius mau punya wakil, kan harusnya PakAnies bisa proaktif. Lakukan lobi-lobi informal. Ajak ngopi bareng atau bagaimana. Kan bisa dalam kesempatan itu melobi. Itu kalau Pak Anies serius mau punya wakil ya,” kata Gembong berseloroh.


Reporter/Penulis: Ibad Durohman
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syaban

[Widget:Baca Juga]
SHARE