Foto: Suasana kerusuhan di Tanah Abang, 22 Mei 2019 (Rifkianto Nugroho/detikcom)
Jumat, 24 Mei 2019Hampir 24 jam aksi demonstrasi yang disertai kerusuhan mewarnai pusat kota Jakarta, Selasa dini hari, 21 Mei hingga Rabu tengah malam, 22 Mei. Aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan sejumlah pihak terhadap hasil Pilpres 2019 yang dimenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Akibat aksi tersebut, setidaknya delapan orang meninggal dunia dan ratusan orang terluka. Puluhan kendaraan bermotor rusak dan dibakar massa. Begitu juga dua pos polisi yang terletak di Jalan MH Thamrin serta Jalan Sabang turut menjadi sasaran amukan massa.
Korban yang meninggal, menurut Polri, diduga sebagai perusuh. Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat ini sudah membentuk tim investigasi atas tewasnya tujuh orang tersebut untuk mencari tahu penyebab kematiannya. Sebab ada laporan mereka tertembak peluru tajam.
Sejauh ini ratusan orang telah ditangkap karena diduga menjadi provokator aksi yang awalnya berlangsung damai tersebut. Sedangkan versi Menko Polhukam Wiranto, ada skenario lanjutan dari demo ricuh sejak Selasa malam hingga Rabu malam. Hasil investigasi yang dilakukan kekacauan sengaja dibuat agar masyarakat benci terhadap pemerintah.
Baca Juga : Buka Puasa Terakhir Sang Barista
Massa aksi 22 Mei di depan Bawaslu pada 21 Mei malam tertib. Mereka menggelar salat isya dan tarawih berjamaah sebelum akhirnya bubar.
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom
(Asal perusuh) Jawa barat, Banten, baru sisanya itu betul preman Tanah Abang. Preman Tanah Abang dibayar Rp 300 ribu perhari, sekali datang, dikasih duit."
"Kesimpulan kita ada niatan atau skenario untuk membuat kekacauan dengan membuat antipati kepada pemerintah yang sah, membangun kebencian pada pemerintah yang saat ini melakukan upaya kesejahteraan bagi masyarakat kita," kata Wiranto di kantornya.
Sementara data Kepolisian menyebutkan, kericuhan terjadi setelah massa yang demo di depan Badan Pengawas Pemilu membubarkan diri pada pukul 21.00 WIB, Selasa 21 Mei. Namun, menjelang tengah malam muncul massa sekitar 300 orang dari Tanah Abang yang berusaha merangsek ke Bawaslu.
Saat dihalau, massa tersebut memberikan perlawanan dengan melempari petugas Sabhara dan Brimob dengan batu serta petasan. Mereka kemudian didesak ke Tanah Abang. Sebagian melarikan diri ke arah sebaliknya, yakni Jalan Sabang.
Polri menyebut ada keterlibatan preman yang sehari-hari beraktivitas di kawasan Tanah Abang dalam peristiwa kerusuhan yang berlangsung selama dua hari itu. Para preman itu mendapatkan bayaran Rp 300 ribu per hari untuk ikut-ikutan menciptakan kekacauan.
"(Asal perusuh) Jawa barat, Banten, baru sisanya itu betul preman Tanah Abang. Preman Tanah Abang dibayar Rp 300 ribu perhari, sekali datang, dikasih duit," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 23 Mei.
Dedi menerangkan, pernyataannya didasari keterangan para perusuh yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), para perusuh mengaku menerima uang sebagai imbalannya.
Massa yang diduga menjadi pelaku kericuhan mulai datang ke Bawaslu pada 21 Mei 2019 pukul 23.00 WIB.
Foto : Zunita/detikcom
"Dari hasil pemeriksaannya juga, para tersangka tersebut mengakui bahwa uang yang diterimanya tersebut sebagai imbalan untuk melakukan aksi yang rusuh. Mendompleng atau menyusup kepada pendemo yang awalnya seharusnya berlangsung damai dan tertib," kata Dedi.
Dedi menjelaskan kehadiran para perusuh bayaran mempengaruhi psikologi massa sehingga massa pendemo ikut-ikutan melakukan penyerangan ke aparat dengan pelemparan, penyerangan, perusakan, serta pembakaran.
Selain massa bayaran, polisi juga mengatakan ada kelompok yang menunggangi aksi demo di depan Gedung Bawaslu tersebut. Mereka berasal dari kelompok Gerakan Reformis Islam (GARIS) yang diketahui berafiliasi kelompk teroris Islamic State of Irac and Syria (ISIS).
Kelompok tersebut kedapatan membawa senjata untuk memancing kerusuhan. Dari keterangan dua orang anggota GARIS yang ditangkap terungkap, mereka mengaku ingin melakukan jihad pada aksi 22 Mei. Dari para tersangka berhasil disita dua senjata api laras panjang dan pendek.
"Dari keterangan kedua tersangka tersebut, mereka memang berniat untuk berjihad pada aksi unjuk rasa pada aksi 22 Mei," kata Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal, Kamis, 23 Mei 2019.
Dua orang tersebut merupakan bagian dari 257 orang yang diamankan petugas. Namun, identitas kedua orang yang diamankan itu tidak disebutkan. Iqbal mengatakan kedua orang ini berasal dari luar Jakarta.
Sebagian dari pelaku yang ditangkap pasca kerusuhan di Tanah Abang, 22 Mei 2019
Foto : Lamhot Aritonang/detikcom
Iqbal mengatakan kelompok GARIS, yang salah satu dewan syuranya adalah Ustad Abu Bakar Baasyir, ini diketahui pernah menyatakan diri mendukung ISIS. Kelompok GARIS ini juga pernah mengirimkan anggotanya ke Suriah untuk bergabung bersama ISIS.
"Sama-sama kita tahu bahwa kelompok GARIS ini pernah menyatakan, membuat statement sebagai pendukung ISIS Indonesia. Dan mereka sudah mengirimkan kadernya ke Suriah," tuturnya.
Sementara calon presiden Prabowo Subianto pada Rabu malam sempat menemui para pengunjuk rasa aksi 22 Mei di Rumah Perjuangan Rakyat, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pidatonya, Prabowo mengatakan mundur bukan berarti menyerah.
Kunjungan Prabowo itu dibagikan melalui YouTube oleh Media Center Prabowo-Sandi, Kamis, 23 Mei 2019. Prabowo menemui para pendukungnya itu usai menyambangi korban demo di Rumah Aspirasi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam, 22 Mei.
Prabowo mulanya meminta para pendukung berjuang di jalan damai. Eks Danjen Kopassus itu juga meminta para pendukung percaya kepadanya. "Jalan tanpa kekerasan ini sangat berat tapi harus kita lakukan, mengerti? Masih mau percaya sama saya?" kata Prabowo.
Prabowo mengatakan saat ini tengah berada di jalan yang benar. Dia meminta pendukungnya legawa dan tidak melakukan kekerasan. Menurutnya, kadang-kadang dalam perjuangan ada taktik dan ada strategi kadangharus ke kiri atau ke kanan. Kadang pula harus mundur.
Kericuhan pun akhirnya pecah dari tengah malam hingga siang hari, 22 Mei 2019 di kawasan Tanah Abang dan Slipi.
Foto : Muhammad Adimaja/ANTARA Foto
Namun Ketum Partai Gerindra itu menjelaskan, mundur bukan berarti menyerah. Terkadang, kata Prabowo, memutuskan mundur adalah untuk meraih hal yang lebih besar. "Menyerah tidak pernah menyerah tapi kadang-kadang mundur satu langkah untuk nanti maju dua langkah. Katanya sami'na wa atho'na jadi kadang-kadang ya saya harus ke kiri ya ke kiri," ujar Prabowo
"Tapi sudah kelewatan Pak," timpal massa lagi.
"Tenang, sabar, sudah sakit hati, sabar ini ya berat, saya katakan berat. Tapi itu harus kita lakukan. Kalau saudara percaya sama saya sabar. Ingat sabar sejuk damai tidak pakai kekerasan itu pendekar itu pendekar. Bersatu terus kita sangat kuat bersatu kita teguh," kata Prabowo lagi.
Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban