INVESTIGASI


PRABOWO KALAH LAGI?

Prabowo mengklaim telah memenangkan Pemilihan Presiden 2019, sementara hasil quick count lembaga survei berkata sebaliknya. Lalu siapa yang benar?

Pendukung pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Yogyakarta

Foto: Nugroho Rifkianto

Rabu, 17 April 2019

"Prabowo Presiden! Prabowo Presiden!" Teriakan itu terus bergema di halaman rumah Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Suara tersebut berasal dari para pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno yang telah datang sejak siang hari.

Mereka seperti tidak peduli dengan hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei yang memenangkan pasangan 01, Joko Widodo- Ma’ruf Amin. Mereka masih meyakini kemenangan ada pada pasangan Prabowo-Sandiaga. Rahmawati Soekarnoputri, adik kandung Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yang berada di barisan pendukung Prabowo terlihat tak sanggup menahan haru, mencucurkan air mata, saat para pendukung pasangan 02 ramai-ramai menyalaminya dan berkata, “Kita menang”.

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, meminta para pendukung pasangan Calon Presiden nomor urut 02 tetap menunggu hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Relawan diminta tidak termakan 'hoax' dan hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei yang memenangkan pihak lawan yakni pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Proses penghitungan suara sedang berlangsung. Berdasar laporan-laporan yang masuk ke kita, termasuk exit poll, kita unggul 55 persen lawan 45 persen," kata Dahnil di depan kediaman Prabowo. Dahnil juga meneruskan pesan dari Prabowo agar pendukung dan relawan tetap tenang. "Jangan sampai, ini catatan dari Pak Prabowo, jangan sampai, para relawan itu termakan informasi-informasi hoax kemudian marah. Ini yang sedang ditunggu beberapa pihak, Anda marah dan bertindak anarkis yang justru bisa menganulir kemenangan kita."

Prabowo Subianto bersujud syukur usai menyatakan bahwa dia memperoleh 62 persen suara dalam Pemilihan Presiden 2019
Foto : Gresnia Arela/Detik.com

Dahnil mengingatkan para pendukung Prabowo-Sandiaga termasuk relawan agar tidak terprovokasi dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. "Termasuk provokasi oleh lembaga lembaga survei...Jadi hati-hati dengan lembaga-lembaga survei yang tiba-tiba ujug-ujug memenangkan salah satu calon," katanya.

Saya tegaskan di sini, ada upaya dari berbagai survei tertentu untuk menggiring opini seolah-olah kita kalah'

Hingga Rabu malam, belum tampak tanda-tanda dari kubu Prabowo-Sandiaga 'mengibarkan bendera putih' dan mengakui kekalahan. Bahkan dalam pidatonya di depan massa pendukung pada Rabu petang, Prabowo menuding ada kecurangan hingga upaya penggiringan opini soal kekalahannya. "Saya bicara setelah mengikuti perkembangan penghitungan suara dari tadi. Kita prihatin dari tadi malam banyak kejadian yang merugikan pendukung 02. Banyak surat suara yang tidak sampai, banyak TPS buka jam 11.00, banyak pendukung kita tidak dapat undangan dan sebagainya. Belum lagi yang ditemukan surat suara dicoblos 01," ujar Prabowo.

Dari data yang dikumpulkan timnya, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu mengklaim menang di Pilpres 2019. Keyakinan ini didasari hasil exit poll yang dilakukan timnya di 5 ribu tempat pemungutan suara (TPS). Berdasar hitung cepat oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN), Prabowo mengklaim, pihaknya paling tidak mendapatkan 52,2 persen suara dan jadi pemenang Pemilihan Presiden 2019.

Prabowo memerintahkan pendukungnya untuk mengawal 'kemenangan' itu. "Semua relawan untuk mengawal kemenangan kita di seluruh TPS dan kelurahan. Saya tegaskan di sini, ada upaya dari berbagai survei tertentu untuk menggiring opini seolah-olah kita kalah," Prabowo berpidato. Dia juga memperingatkan pendukungnya. "Saudara sekalian jangan terpancing, awasi TPS, amankan formulir C1 dan jaga di kecamatan. Jangan lengah. Saya imbau pendukung saya semua agar tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis."

Prabowo Subianto bersama pendukungnya pada Rabu malam, 17 April 2019
Foto : Rifkianto Nugroho/Detik.com

Hanya berselang sekitar tiga jam dari pidato pertama, Prabowo kembali naik panggung. Dia kembali menyatakan kemenangan dan memberikan angka perolehan suara yang lebih 'meyakinkan' lagi. ""Saya mau kasih update bahwa berdasarkan real count kita, kita sudah berada di posisi 62 persen. Ini adalah hasil real count dalam posisi lebih dari 300 ribu TPS. Saya sudah diyakinkan angka ini tidak akan berubah banyak. Bisa naik 1 persen atau turun 1 persen," kata Prabowo. Tak lama kemudian, dia bersujud syukur ditemani beberapa pendukungnya. Meski hasil perhitungan resmi versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih lama, malam ini kemenangan seolah sudah ada di Kartanegara.

Yang jadi soal, angka yang disampaikan Prabowo ini bukan hanya jauh beda dengan hasil hitung cepat sebagian besar lembaga survei, tapi bisa dibilang berlawanan. Berdasar hitung cepat lembaga survei seperti Charta Politika, Indo Barometer, LSI Denny JA dan CSIS-Cyrus Network, Prabowo-Sandiaga kalah lumayan jauh dari Jokowi-Ma'ruf Amin. Makanya muncul tudingan dari kubu Prabowo soal penggiringan opini kemenangan Jokowi oleh lembaga survei.

Tudingan Prabowo ini dijawab Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Hasbi. Hasil hitung cepat yang dilakukan Cyrus Network yang bekerjasama dengan CSIS menyimpulkan, Jokowi-Amin menang dengan angka 55,55 persen suara sementara Prabowo-Sandiaga Uno hanya meraih 44,45 persen dukungan. Hasan menegaskan pihak yang membuat poling (pollster) bekerja secara profesional. Cyrus bersedia diaudit atas rilis survei yang dibuat.

Dia tak terima bila lembaga surveinya dituduh menggiring isu dan menipu. "Lembaga survei bisa berpihak tapi ketika memaparkan hasil, maka dia profesional. Lembaga yang bergabung di Persepi bersedia diaudit. Yang buat saya khawatir adalah pertama ada tuduhan dari orang bahwa pollster sedang menipu. Kemudian ada pollster yang menangkan dia. Buat saya ini nggak fair. Kalau mau, diadu aja. Lembaganya bener apa nggak," kata Hasan.

Dia juga memastikan lembaga survei yang ada di bawah Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) tidak pernah mengeluarkan hitung cepat dengan data bohong. Hasan mengatakan pihaknya sempat diaudit soal survei yang digelar di 2.002 TPS se-Indonesia. Hasan malah balik menyindir balik klaim Prabowo yang mengaku menang berdasarkan exit poll internal yang dilakukan di 5.000 TPS.

Dia menantang lembaga survei Prabowo untuk sportif membuka data-data survei tersebut. Menurut Hasan, Cyrus melakukan pengumuman kemenangan Jokowi-Ma'ruf setelah data yang masuk mencapai 87 persen. Pengumuman disampaikan karena dianggap tak akan ada lagi perubahan perolehan suara yang signifikan.

Prabowo Subianto usai memberikan suara
Foto : Ed Wray/Getty Images

Kemenangan Jokowi versi hitung cepat, menurut peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernades, sebenarnya sudah tergambar dari survei-survei sebelumnya. Meski kubu Prabowo mengklaim mendapat dukungan rakyat sangat besar jika diukur dari jumlah massa di setiap kampanye terbuka, ternyata hal itu tak berdampak besar pada tingkat keterpilihan.

Dari analisis yang dilakukannya, kata Arya, kampanye terbuka tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perolehan suara. “Kalau kita lihat misalnya dalam dua tahun terakhir, baik suara dari pasangan 01 dan 02 relatif tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Ada sedikit kenaikan tapi tidak signifikan,” kata Arya.

Dalam dua tahun terakhir, baik suara dari pasangan 01 dan 02 relatif tidak mengalami kenaikan yang signifikan

Apa penyebabnya? Menurut Arya, narasi dalam kampenye kedua kubu tidak cukup kuat, demikian pula pesan politik yang disampaikan. Gaya kampanyenya pun tidak menarik bagi pemilih. Sehingga tidak banyak menarik dukungan. “Dalam catatan saya orang yang secara langsung menghadiri rapat-rapat umum terus menurun. Di dunia online, orang yang menunjukkan dukungan politiknya juga mengalami penurunan,” kata dia. Kendala lainnya, Pemilihan Presiden kali ini digelar serentak sehingga konsentrasi partai sebagai ujung tombak sekaligus mesin politik jadi terbelah.

Tak cuma dukungan terhadap Prabowo yang jalan di tempat, elektabilitas Jokowi pun tidak banyak beranjak sejak dua tahun terakhir, yakni tetap berada di kisaran 50-55 persen. Sedangkan Prabowo rentang normalnya 30-35 persen. Dengan kata lain, Arya menyimpulkan, secara umum hasil perolehan suara 'pertarungan' kedua antara Jokowi vs Prabowo tidak jauh beda dari Pemilihan Presiden pada 2014.Sebab dari segi isu memang tidak ada hal baru yang ditawarkan lantaran tema besarnya relatif sama dengan pemilu sebelumnya.


Reporter: IBAD DURAHMAN, GRESNIA ARELA
Redaktur/Penulis: DEDEN GUNAWAN

[Widget:Baca Juga]
SHARE