INVESTIGASI

Setengah Babak Pilpres

Rugi Jokowi Terlena ‘Politik Genderuwo’

"Pada bulan-bulan ke depan itu ada peresmian-peresmian tol dan lain-lain. Nah, kita pikir itu juga bisa meningkatkan elektoral."

Foto: Rengga Sancaya/detikcom

Jumat, 21 Desember 2018

Sebuah rapat digelar Jusuf Kalla, Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, di kediamannya, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, Senin, 17 Desember 2018, malam. Rapat yang dihadiri anggota Dewan Pengarah, Ketua TKN Erick Thohir, dan ketua umum parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf beserta sekretaris jenderal itu membahas evaluasi kampanye yang telah dijalankan tim pasangan calon nomor urut 01 sejak 23 September 2018.

Dari rapat evaluasi itu, JK mengatakan sudah beberapa daerah yang diyakini bakal dikuasai Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 17 April 2019. Namun ada juga wilayah yang perlu perhatian khusus karena masih kecilnya dukungan. Hanya, Wakil Presiden RI itu enggan mengungkapkannya secara detail.

Wakil Ketua TKN, Abdul Kadir Karding, kepada detikX mengatakan Jokowi-Ma’ruf unggul atas capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sedangkan di Provinsi Banten, yang merupakan daerah asal Ma’ruf, suara Jokowi-Ma’ruf diakui kurang gereget. Daerah tersebut, juga DKI Jakarta, menurut Karding, menjadi fokus utama dan akan digeber supaya menang mutlak.

Minimal orang yang menstigma Pak Jokowi anti-ulama itu tidak bertambah jumlahnya."

Usman Kansong, Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin

Deklarasi dukungan terhadap pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin
Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom

Sedangkan di luar Jawa, Karding mengakui Pulau Sumatera menjadi tantangan yang masih berat pula lantaran elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tertinggal dibanding lawan. Di Provinsi Sumatera Barat, misalnya, Jokowi-Ma’ruf kalah oleh Prabowo-Sandi. Di provinsi lain, seperti Riau dan Jambi, harga-harga komoditas perkebunan yang menjadi tumpuan hidup masyarakatnya, yaitu sawit dan kopra, sedang turun drastis.

“Masyarakat di daerah-daerah itu tidak mau mengerti bahwa harga komoditas sawit dan kopra bergantung pada pasar internasional, sehingga wajar hal itu akan berpengaruh terhadap elektabilitas Pak Jokowi,” ujar Karding kepada detikX, Selasa, 18 Desember.

Kendati begitu, dilihat secara nasional, menurut Karding, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf masih cukup baik, berada di angka 53 persen. “Itu menurut saya masih baik dan jaraknya dengan Prabowo masih 20 persenan,” ujar mantan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Namun, dari temuan sejumlah lembaga survei, angka 53 persen itu menunjukkan tidak adanya peningkatan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf meski sudah berkampanye ke mana-mana. Seperti survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) pada 10-19 November 2018, yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 53,2 persen, unggul atas pasangan Prabowo-Sandiaga di angka 31,2 persen. Sedangkan 15,6 persen responden tidak menjawab survei.

Bila menengok target perolehan suara yang ditetapkan TKN, suara Jokowi-Ma’ruf terbilang masih jauh. Direktur Komunikasi Politik TKN, Usman Kansong, menyebut Jokowi-Ma’ruf menargetkan perolehan suara 70 persen pada pilpres tahun depan. “Kalau target kita 70 persen. Nah, kita masih punya waktu tiga bulan ke depan. Kita masih optimistis bisa mendekati angka itu,” tutur Usman kepada detikX, Selasa, 18 Desember.

Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana berfoto di Jembatan Kali Kuto, Batang, Jawa Tengah, Kamis (20/12), yang menjadi ikon jalan tol Trans Jawa Semarang-Batang.
Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Menurut Usman, selama dua bulan kampanye ini, isu-isu lama mengenai Jokowi muncul kembali, seperti Jokowi disebut sebagai kader Partai Komunis Indonesia, anti-Islam, dan orang tuanya yang tidak jelas. Namun isu itu tidak semasif saat berembus pada Pemilu 2014, sehingga tidak terlalu berdampak pada Jokowi. Jokowi kini menggandeng Ma’ruf, yang merupakan ulama berpengaruh.

“Minimal orang yang menstigma Pak Jokowi anti-ulama itu tidak bertambah jumlahnya. Sekarang justru kritiknya ke sektor ekonomi. Misalnya masalah harga, lapangan pekerjaan, dan lain-lain,” kata Usman.

Menurut Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun, kritik atau serangan terkait kondisi ekonomi yang dilontarkan kubu Prabowo-Sandi sejauh ini cukup ampuh menahan laju elektabilitas capres petahana. Isu-isu seperti kenaikan harga, daya beli masyarakat yang melemah, utang luar negeri, dan sulitnya lapangan pekerjaan masih menjadi persepsi umum masyarakat terhadap performa pemerintahan Jokowi.

Sayangnya, menurut pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro, yang dihubungi detikX secara terpisah, kritik-kritik ekonomi itu kurang ditanggapi secara elegan oleh Jokowi. Strategi yang ditunjukkan Jokowi lebih banyak bertahan menghadapi serangan itu (defence mechanism). Contoh paling nyata adalah pemunculan istilah ‘politik genderuwo’ oleh Jokowi untuk menyebut kubu Prabowo hanya menakut-nakuti rakyat terkait kondisi ekonomi saat ini.

Peneliti LIPI, Siti Zuhro
Foto: Ari Saputra/detikcom

Sedangkan sebagai seorang capres petahana, Jokowi memiliki 1.001 peluru yang seharusnya bisa dilontarkan untuk merebut hati pemilih. Peluru tersebut maksudnya adalah keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dalam pemerintahannya selama ini, termasuk dalam program ekonomi. “Dia bisa mengatakan, dari sembilan program atau Nawacita itu, ini lo hasil kerja saya. Katakan dia ditembak masalah ekonomi atau hukum, ya dia harus memberikan tidak hanya pertanggungjawaban dan klarifikasi, tapi juga argumentasi yang jelas,” kata Siti kepada detikX, Jumat, 21 Desember. Jokowi seharusnya tak perlu lagi menanggapi isu-isu bermuatan fitnah, seperti PKI. “Kan 2014 sudah menang,” tutur Siti.

LSI sebenarnya juga berpendapat sama. Elektabilitas Jokowi sebagian disumbang dari keberhasilan enam program dalam pemerintahannya yang dikenal luas di atas 50 persen responden. Namun memang selama dua bulan ini, baik Jokowi maupun Prabowo masih lebih asyik bermain pada isu-isu sensasional, bukan program. "Dua bulan masa kampanye program kalah oleh isu sensasional yang tak berpengaruh pada kenaikan elektabilitas," kata Denny.

Usman mengatakan program-program Jokowi akan menjadi menu kampanye mulai Januari 2019, termasuk berbagai proyek besar yang telah diselesaikan Jokowi. “Pada bulan-bulan ke depan itu ada peresmian-peresmian tol dan lain-lain. Nah, kita pikir itu juga bisa meningkatkan elektoral,” kata Usman.


Reporter: Ibad Durrohman
Redaktur/Editor: Irwan Nugroho

[Widget:Baca Juga]
SHARE