INVESTIGASI

Wajah Baru di Pemuda Muhammadiyah

“Bahkan Gus Yaqut (pimpinan GP Ansor) bilang ke saya, ‘Sudah pinter Muhammadiyah ini. Baru kali ini Ansor kena 'tipu' Muhammadiyah ha-ha-ha….’”

Foto : Muhammad Ridho

Senin, 3 Desember 2018

Sunanto alias Cak Nanto akhirnya menjadi orang nomor satu organisasi kemasyarakatan kepemudaan Pemuda Muhammadiyah, menggantikan Dahnil Anzar Simanjuntak. Ketua Hikmah dan Hubungan Antarlembaga Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 2014-2018 itu menang telak dalam pemungutan suara di Muktamar PP Muhammadiyah XVII, Rabu, 28 November 2018, tengah malam pekan lalu.

Sunanto menyingkirkan dua kandidat kuat lainnya, Ahmad Fanani, dan Ahmad Labib. Sunanto berhasil meraih 590 suara, mengalahkan Fanani (266 suara), Ahmad Labib (292 suara), Andi Fajar Asti (0 suara), Faisal (2 suara), dan Muhammad Sukron (2 suara). Cak Nanto berjanji, di bawah kepemimpinannya, PP Pemuda Muhammadiyah akan menjaga khitahnya, yakni berjarak dengan politik praktis.

“Saya orang independen dan, secara organisasi, Pemuda Muhammadiyah dan Muhammadiyah mengikuti khitah Muhammadiyah. Jadi tidak boleh dicampuradukkan," ujarnya. Meski Pemuda Muhammadiyah tak boleh berpolitik praktis, dia tidak bisa mengekang kadernya yang berafiliasi dengan partai politik tertentu.

Pemilihan pucuk pimpinan Pemuda Muhammadiyah menjadi sorotan karena keriuhannya seiring dengan ramainya berita dugaan penyimpangan dana kemah yang melibatkan elite ormas kepemudaan itu sejak dua pekan sebelumnya. Dahnil serta Ahmad Fanani selaku ketua pelaksana Apel dan Kemah Pemuda Islam di Candi Prambanan, 16-17 Desember 2017, sempat diperiksa polisi, Jumat, 23 November, terkait dugaan markup dana Kemah Pemuda itu.

Suasana pemilihan ketua umum Pemuda Muhammadiyah 2018-2022. Sunanto terpilih dalam muktamar Pemuda Muhammadiyah di UMY
Foto : Usman Hadi/detikcom

Namun sejumlah kader PP Pemuda Muhammadiyah menuding pemeriksaan Dahnil dan Fanani oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya adalah upaya cawe-cawe polisi dalam Muktamar Pemuda Muhammadiyah, yang baru saja usai. Apalagi sebelumnya, di pertengahan Oktober 2018, Dahnil Anzar sempat mengungkap soal dugaan intervensi kepolisian terkait Muktamar.

"Seperti teman-teman ketahui, posisi saya sebagai Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu tidak terkait dengan posisi lain saya sebagai Ketua Umum Pusat Pemuda Muhammadiyah. Pemuda Muhammadiyah secara institusional itu netral. Jadi tidak ada kaitan posisi saya sebagai jubir dan pendukung Prabowo-Sandi dengan posisi saya sebagai Pemuda Muhammadiyah," kata Dahnil di Mapolda Metro Jaya, Selasa, 16 Oktober.

Di sela-sela Muktamar, mantan Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais, Dahnil, dan Ahmad Fanani berkumpul pada 30 Oktober. Dalam pertemuan itu, Amien Rais, yang mengenakan kaus polo dipadu dengan peci hitam, membuka sejumlah fakta mengejutkan. Amien berkisah ada lima orang Pemuda Muhammadiyah yang menemuinya. Mereka mengaku baru dipanggil Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

"Diundang oleh Pak Haedar Nashir dan satunya Pak Abdul Mukti, 'Eh, tolong kamu jangan maju, pilih saja Sunanto.' Menurut saya, ini adalah sebuah peristiwa yang luar biasa," ujar Amien Rais seperti dilihat detikX melalui video yang beredar sehari pasca-Muktamar.

Dahnil Anzar Simanjuntak
Foto : Usman Hadi/detikcom

Namun isu itu ditampik mentah-mentah oleh Sunanto. Dia menegaskan Muhammadiyah sebagai organisasi induk Pemuda Muhammadiyah tidak bisa mengintervensi, karena cara tersebut bukan tipe Muhammadiyah. “Dukung ini… dukung itu… nggaklah! Dalam pertemuan dengan Pak Haedar (Ketua Umum PP Muhammadiyah), ia berpesan kader politik itu jangan cepat pulang ke rumahnya. Jadi harus berjuang di situ. Kira-kira seperti itu,” tutur Sunanto kepada detikX, Sabtu, 1 Desember.

Tujuan pesan itu, menurut Sunanto, kader Pemuda Muhammadiyah yang masuk politik jangan mencampuradukkan konsentrasi aktivitas di ormas atau di jalur politik yang diambil, semisal jadi caleg atau anggota tim sukses. Sebab, dikatakannya, aturan di Muhammadiyah itu ketat. Siapa pun yang nyaleg, ketua pimpinan wilayahnya langsung diganti.

Terkait dengan kasus Apel dan Kemah Pemuda Islam di Prambanan yang melibatkan pengurus Pemuda Muhammadiyah di era Dahnil, dia mengaku tidak mengikuti dan hanya mengetahui. “Saya juga banyak dapat pertanyaan soal acara di Prambanan. Karena, sesuai janji, kan melibatkan 10 ribu anggota Kokam (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah). Tapi di foto-foto yang beredar, hanya sedikit yang datang. Bahkan Gus Yaqut (pimpinan GP Ansor) bilang ke saya, ‘Sudah pinter Muhammadiyah ini. Baru kali ini Ansor kena 'tipu' Muhammadiyah, ha-ha-ha…,’” kata Sunanto.

Di kalangan internal Muhammadiyah berkembang isu bahwa pelapor Dahnil dkk adalah dari kubu Sunanto. Hal itu juga dibantah keras oleh alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut. Alasannya, bukan tipe dirinya membunuh karakter dan menjerumuskan orang dengan cara-cara seperti itu. Namun kisruh dana Apel dan Kemah Pemuda Islam diakuinya menjadi sangat menarik publik karena momennya menjelang Muktamar. Apalagi sikap Dahnil yang vokal terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Cak Nanto
Foto : Muhammad Ridho

“Walaupun saya yakin Bang Dahnil bersih ya, kan ini manusia, bisa ada keteledoran. Hal ini bisa menjerumuskan siapa pun,” ujar Sunanto, pria 37 tahun kelahiran Madura, Jawa Timur, tersebut.

Dalam kesempatan itu pula, Sunanto melakukan klarifikasi terkait tudingan dirinya sebagai kandidat yang dielus kubu Presiden Joko Widodo di Muktamar Pemuda Muhammadiyah XVII. Alibinya, jika dia diusung Jokowi, kenapa dia ingin membawa Pemuda Muhammadiyah di posisi netral, tidak ke pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. “Kalau misalnya saya mendukung Istana Negara, sekarang saya langsung menyatakan bahwa sekarang saya menjadi bagian dari sana. Ngapain saya ngambil netral, kan? Nggak mungkin orang mau bantu terus netral?” begitu kata Sunanto.

Sementara itu, tokoh Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, berharap Sunanto berkomitmen menjaga khitah Muhammadiyah, yakni menjaga jarak dengan politik praktis, sekaligus merawat kebinekaan Indonesia. Dia pun meminta Sunanto memahami Indonesia yang bineka dan pluralis, tidak bisa lagi memandang Indonesia memakai teologi kebenaran tunggal karena realitasnya di Indonesia plural.

Seperti diketahui, Polda Metro Jaya melanjutkan penyidikan kasus Dana Apel dan Kemah Pemuda Islam itu. Senin, 3 Desember, polisi menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga anggota panitia. Di sisi lain, pengembalian uang Rp 2 miliar dari Pemuda Muhammadiyah kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai penggagas acara sekaligus pemberi bantuan uang masih menjadi polemik.


Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela F
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]
SHARE