Ilustrator: Edi Wahyono
Selasa, 17 Juli 2018Hampir saban hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan pimpinan parpol pendukung. Waktu pendaftaran capres-cawapres akan dibuka kurang dari sebulan lagi, yakni pada 4-10 Agustus 2018. "Saya terus bertemu dengan ketua-ketua partai, hampir setiap hari. Tapi banyak tertutup," ujar Jokowi di gedung Akademi Bela Negara Partai Nasional Demokrat, Jalan Pancoran Timur II, Jakarta Selatan, Senin, 16 Juli 2018.
Sejumlah nama bakal cawapres diakui Jokowi sudah dikantonginya. Setidaknya sekarang ini tinggal lima nama. Namun hanya tiga yang terang-terangan disebut Jokowi, yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Mahfud MD, serta Gubenur Nusa Tenggara Barat TGH Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB). Sedangkan dua nama lagi sampai sekarang masih misterius.
Seiring dengan proses pencarian cawapres untuk Jokowi, ada juga pembicaraan soal sejumlah posisi menteri. Kabar ini mencuat ketika nama Cak Imin sempat terdepak dari kantong cawapres Jokowi beberapa waktu lalu. Konon, ada lima kursi menteri yang diincar PKB plus Menteri BUMN jika kursi cawapres luput didapatkan.
Namun Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel Johan mengatakan persoalan kabinet mendatang belum jadi fokus pembicaraan dengan Jokowi. “Soal kabinet mengalir saja seperti air,” kata Daniel kepada detikX.
Bukan cuma PKB. Partai Golkar, yang lebih dahulu mengusung pencapresan Jokowi, juga sudah berancang-ancang meminta jatah kursi menteri lebih banyak dari yang sekarang didapat.
Baca Juga : Jurus Ngambek Cak Imin
Jokowi dan Cak Imin
Foto: Agus Suparto/fotografer kepresidenan
Saat ini ada tiga kader Golkar yang menjabat menteri di kabinet Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka adalah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, yang menjabat Menteri Perindustrian, Korbid Kelembagaan Golkar Idrus Marham menjabat Menteri Sosial, dan politikus senior Golkar Luhut Binsar Pandjaitan menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman.
Memasuki Pilpres 2019, Golkar berharap bisa menempatkan Airlangga menjadi cawapres Jokowi. Namun permintaan tersebut bukan harga mati.
Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono jauh-jauh hari menyatakan, jika akhirnya Airlangga gagal menjadi cawapres Jokowi, Golkar meminta penambahan jatah kursi menteri di kabinet periode 2019-2024.
"Ya, itu harus (dapat kursi menteri lebih). Kalau tidak, ya, kita tidak dapat apa-apa. Masak tidak dapat apa-apa?" kata Agung di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat, 23 Maret.
Menurut Agung, jatah kursi menteri untuk Golkar layak diberikan apabila partai berlambang pohon beringin itu berhasil memenangkan Jokowi pada pilpres. Sebab, selain sebagai partai besar, Golkar menjadi partai pertama yang mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi untuk maju pada periode kedua.
Wasekjen DPP Golkar Sarmuji saat dimintai konfirmasi detikX, Senin, 16 Juli 2018, menyampaikan hal sama. “Semua strategi kita siapkan untuk Pilpres 2019. Jadi, kalau Pak Airlangga batal menjadi cawapres Jokowi, tentu menyiapkan strategi baru dengan meminta tambahan jatah menteri,” kata Sarmuji.
Rommy semobil dengan Jokowi
Foto: Twitter Romahurmuziy
Meski begitu, sampai saat ini Sarmuji mengatakan permintaan tersebut bukan sebuah kompensasi atau upaya menekan Jokowi, tapi sebagai proses negosiasi atau perundingan antarkeluarga. “Rundingan di keluarga sendirilah, kira-kira seperti itu. Tapi apa pun nanti keputusannya, ya kita terima,” jelasnya.
Sedangkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, yang namanya juga masuk daftar kandidat cawapres Jokowi, justru mengatakan belum membicarakan apa pun terkait kabinet mendatang. Sebab, menurut politikus yang akrab disapa Rommy itu, seluruh jabatan dan pos kementerian baru akan dibicarakan setelah proses pemenangan pemilu selesai.
“Sharing kabinet itu berdasarkan hasil Pemilu Legislatif 2019. Di situ bisa terlihat kekuatan dan modal kursi masing-masing parpol pendukung. Bukan didasarkan atas kekuatan hari ini,” tutur Rommy.
Menurut pengamat politik Indo Barometer Muhammad Qodari, permintaan tambahan jatah menteri cukup realistis untuk mengikat koalisi pendukung Jokowi. Pasalnya, cawapres yang akan dipilih diprediksi bukan dari kalangan parpol pendukung. Hal ini akan dilakukan Jokowi untuk menghindari kecemburuan di antara parpol pendukung.
“Karena jika cawapres dari salah satu parpol, parpol terkait bakal terdongkrak suaranya. Sebab, pileg dan pilpres dilakukan serentak. Partai yang lain tentu bakal merasa dirugikan,” ungkap Qodari kepada detikX.
Muhammad Qodari
Foto: Nur Indah Fatmawati/detikcom
Sebagai jalan tengah, lanjut Qodari, ada kemungkinan Jokowi akan memilih cawapres bukan dari kalangan parpol. Selain itu, sang cawapres juga bukan dari kalangan muda, karena dikhawatirkan bakal maju setelahnya (Pilpres 2024).
“Prediksi saya, Jokowi akan mengikuti langkah seperti yang diambil Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat Pilpres 2009, yang memilih Budiono menjadi cawapresnya. Karena, selain bukan dari unsur parpol, usia Budiono sudah tua sehingga tidak memiliki ambisi untuk maju pada pilpres setelahnya,” begitu kata Qodari.
Jokowi sendiri rencananya bakal mengumumkan kandidat cawapres pada 9 Agustus malam. Sederet nama kandidat telah terungkap ke publik. Jokowi menyebut kini tinggal lima nama yang ditimbang-timbang.
Terbaru, Rommy menyebutkan ada sepuluh kandidat cawapres, yakni Rommy, Cak Imin, Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Ma’ruf Amin, Din Syamsuddin, Moeldoko, Mahfud MD, dan Chairul Tanjung.
Reporter: Ibad Durohman. Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim