Ilustrasi: Edi Wahyono
Kamis, 10 Mei 2018Kurma, air zamzam, dan teh Arab menjadi hidangan dalam perbincangan tengah malam Erwin Moeslimin Singajuru, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan imam besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Syihab pada Minggu, 22 April 2018. Pertemuan tiga jam, sejak pukul 23.00 hingga 02.00, itu, berlangsung di sebuah rumah yang ditempati Rizieq, diduga di wilayah Sare Sittin, Mekah.
Kedatangan Erwin ke rumah Rizieq tentu bikin kaget. Sebab, Rizieq dikenal kerap kritis terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo, juga kepada partai pengusung utamanya, PDI Perjuangan, yang menjadi tempat Erwin bernaung.
Rizieq juga menjadi salah satu tokoh sentral aksi demo anti-Ahok (mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama), yang dianggap telah menistakan agama Islam. Ahok merupakan calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Terlebih saat ini Rizieq masih berstatus tersangka kasus pornografi baladacintarizieq di Polda Metro Jaya. Rizieq, yang menganggap itu sebagai upaya kriminalisasi, emoh datang ke Polda Metro Jaya dan memilih berdiam diri di Arab Saudi terhitung sejak 26 April 2017.
Tapi Erwin, saat dihubungi detikX pekan lalu, menampik jika dikatakan membawa misi khusus dari partainya maupun dari Jokowi. Pertemuan itu merupakan inisiatifnya sendiri. Setelah menjalankan ibadah umrah, ia mengontak Rizieq dan meminta waktu untuk bertemu. “Saya kan sama beliau kenal sudah puluhan tahun,” ujarnya.
Rizieq bertemu dengan politikus PDI Perjuangan Erwin Moeslimin Singajuru
Foto: dok. Istimewa
Saat berbincang, Erwin menanyakan kabar Rizieq. Namun tak disinggung tentang apakah Rizieq berencana pulang ke Indonesia atau tidak. “Habib tidak speak-speak itu. Yang jelas, di sana dia sehat, bugar. Bagaimana nggak sehat. Kalau dekat Mekah, kan sehat,” ujarnya.
Erwin mengatakan Rizieq-lah yang kemudian mendominasi pembicaraan. Rizieq antara lain berbicara tentang masalah dunia dan Indonesia. “Masalah muamalah kira-kira. Soal budaya-ekonomi, budaya-politik, semuanyalah,” kata anggota Komisi VIII (komisi yang membidangi agama, sosial, dan kebudayaan) Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Rizieq juga sempat menyinggung mendiang Taufiq Kiemas, tokoh PDI Perjuangan sekaligus suami ketua umum partai berlogo banteng moncong putih itu, Megawati Soekarnoputri. Rizieq mengungkap kerinduannya pada sosok Taufiq yang santun, berhati mulia, serta bisa merangkul kelompok yang berbeda pandangan dan menjadi jembatan emas.
Rizieq mengenang interaksinya dengan Taufiq saat mensosialisasikan empat pilar kebangsaan (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia) secara bersama-sama. ”Itu saja yang beliau bilang (rindu Taufiq Kiemas). Nggak ada dia menyebut-nyebut Jokowi,” ujar Erwin.
Tapi, entah kebetulan atau tidak, dihari yang sama, Jokowi bertemu dengan Persaudaraan Alumni (PA) 212 pada Minggu, 22 April 2018. Dalam pertemuan yang berlangsung di Istana Bogor itu, hadir beberapa pengurus PA 212, seperti Al-Khaththath, Sobri Lubis, Usamah Hisyam, Slamet Ma’arif, dan Yusuf Muhammad Martak.
Tim 11 mengklarifikasi informasi yang beredar soal pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Minggu (22/4). Klarifikasi dilakukan di Jakarta, Rabu (25/4).
Foto: Yulida Medistiara/detikcom
PA 212, yang diwakili oleh Tim 11, menyebut ada tujuh poin pertemuan dengan Jokowi. Yang paling penting adalah PA 212 membahas kriminalisasi ulama serta aktivis 212. Mereka pun mendesak Jokowi segera mengambil kebijakan menghentikan kriminalisasi terhadap para ulama tersebut.
Lobi-lobi yang sama sebetulnya sudah dilakukan saat PA 212 bertemu dengan Jokowi sembilan bulan yang lalu. Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto melakukan tindak lanjut. Namun, menurut mereka, sampai sekarang hasilnya nihil.
Anggota Tim 11, Usamah Hisyam, yang ditunjuk untuk berkomunikasi dengan Istana, menyebut pembahasan kriminalisasi ulama itu menjadi syarat utama yang diajukan PA 212. Jokowi lalu meminta pendapat dari mereka tentang apa yang harus dilakukan.
Jokowi tampaknya ingin kasus Rizieq segera dituntaskan. Menurut informasi yang diterima detikX, Jokowi pernah memanggil pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ke Istana untuk meminta saran penyelesaian kasus Rizieq. Yusril memberi beberapa opsi, tapi yang paling tepat adalah abolisi.
“Pak Jokowi kan memanggil Yusril khusus ke Istana untuk menanyakan bagaimana kasus HRS ini diselesaikan secara elegan dan Yusril menawarkan berapa opsi. Opsi yang paling tepat menurut Yusril itu adalah abolisi,” kata pendiri PA 212, Faisal Asegaf, kepada detikX.
Habib Rizieq
Foto: Hasan Al Habshy/detikcom
UU Darurat No 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi memberikan arti bahwa abolisi adalah penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan. Dalam UU itu dikatakan, dalam abolisi, penuntutan terhadap orang-orang yang diberi abolisi ditiadakan. Dalam pemberian amnesti dan abolisi, Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2 UUD 1945).
Pemberian abolisi dan amnesti juga pernah diatur dalam UUD Sementara RI Tahun 1950. Amnesti dan abolisi hanya dapat diberikan dengan undang-undang ataupun atas kuasa undang-undang oleh presiden sesudah meminta nasihat kepada Mahkamah Agung.
Faisal menuturkan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Budi Gunawan juga sempat mengirim utusan untuk menemui Rizieq di Arab. Tak tanggung-tanggung, Budi disebut sampai tujuh kali mengirim utusan pada akhir 2017.
Ia mengatakan, dari upaya-upaya itu, terbaca bahwa Jokowi sebetulnya bersimpati terhadap Rizieq. Selama ini juga tak pernah terlontar pernyataan dari Jokowi yang menyakiti Rizieq. Rizieq pun tak pernah mencaci maki Jokowi. Rizieq bersumpah tak pernah berniat menjatuhkan Jokowi. Hanya, sikap Rizieq itu tak disukai oleh beberapa figur PA 212, sehingga terjadi benturan di kalangan internal.
“Sampai sekarang HRS itu konsisten tidak mau menggulingkan Jokowi. Dia bersumpah, kok. Ada WhatsApp-nya ke saya,” tutur Faisal.
Mengenai Jokowi yang minta saran kepada Yusril dibenarkan oleh pengacara Rizieq, Kapitra Ampera. Namun pihaknya tidak setuju dengan abolisi itu, karena abolisi hanya diberikan untuk kelompok yang melakukan perlawanan terhadap negara. Sedangkan kasus Rizieq merupakan pidana biasa.
Hal itu juga ia sampaikan saat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pengujung Ramadan tahun lalu. JK, menurut Kapritra, juga tidak sependapat. "Malamnya kita bertemu Pak Wiranto. Kita bahas arahnya semua ke SP3," ujar Kapitra kepada detikX.
Karena proses hukum tak kunjung dihentikan juga, pengacara Rizieq lainnya, Sugito Admo Prawiro, pun akhirnya melayangkan surat kepada Polri agar kasus Rizieq dihentikan lewat surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla mengikuti salat Jumat yang digelar peserta Aksi Bela Islam 212, 2 Desember 2016.
Foto: Dok. detik.com
Permintaan SP3 itu diajukan untuk dua kasus yang menjerat Rizieq, yakni chat porno dan dugaan penghinaan Pancasila yang ditangani Polda Jawa Barat. Gayung pun bersambut. Polda Jawa Barat akhirnya menghentikan penyidikan kasus Rizieq dengan alasan kekurangan bukti.
Sugito mengatakan penghentian penyidikan itu murni hukum, tidak ada sangkut-pautnya dengan pertemuan para anggota PA 212. Pasalnya, SP3 sudah dikeluarkan oleh Polda Jawa Barat pada Februari 2018. “Memang, kalau SP3, tidak ada kewajiban untuk diumumkan (oleh Polri),” kata Sugito kepada detikX.
Sedangkan PA 212 mengklaim SP3 itu merupakan buah dari pertemuan dengan Jokowi. PA 212 juga berharap kasus chat porno di Polda Metro juga dihentikan. Bila seluruh kasus Rizieq disetop polisi, Rizieq bakal pulang ke Indonesia.
Juru bicara Presiden, Johan Budi SP, mengatakan Jokowi memang menerima permintaan agar kasus Rizieq disetop. Namun Presiden tetap tak bisa melakukan intervensi proses hukum. Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada polisi terkait kasus Rizieq. “Jadi tunggu proses hukum yang profesional. Presiden tidak mau melakukan intervensi terhadap proses hukum," kata Johan.
Akankah proses kasus Rizieq di Polda Metro juga bakal dihentikan?
Reporter: Ibad Durohman, Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim