Ilustrasi: Edi Wahyono
Kamis, 1 Maret 2018Seluruh kader PDIP yang ada di Agung Room Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, langsung berdiri sambil mengacungkan tiga jari. Teriakan “metal… metal… merah total” dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri disambut bergemuruh oleh ratusan kader dengan teriakan yang sama.
Pada Jumat siang pekan lalu itu, Megawati mengumumkan nama Joko Widodo sebagai calon Presiden RI untuk periode 2019-2024 saat membuka Rapat Kerja Nasional III PDI Perjuangan. Dukungan resmi terhadap Jokowi sebagai capres tentu sangat ditunggu para kader dan simpatisan partai berlambang kepala banteng tersebut. Pasalnya, jauh-jauh hari, Jokowi, yang merupakan kader PDIP, justru telah mengantongi dukungan dari partai-partai lain, seperti, Golkar, NasDem, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Sejumlah kader PDIP yang ditemui di sela-sela rakernas mengaku terkejut dengan pengumuman yang tidak biasa itu. Pasalnya, secara tradisi tidak ada pengumuman capres dalam acara tersebut. Apalagi Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebelum perhelatan tersebut mengatakan tidak akan ada deklarasi capres. Sebab, tidak ada pembicaraan di rapat-rapat PDIP sebelumnya terkait capres 2019.
Namun rupanya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP menggunakan hak prerogatifnya untuk menentukan capres yang didukung PDIP. Seorang sumber di Partai Banteng menyebut pengumuman itu tidak lepas dari pertemuan Jokowi dengan Megawati tiga hari sebelumnya di Istana Batu Tulis Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan empat mata yang berlangsung selama dua jam itu, Megawati bertanya tentang banyak hal kepada Jokowi, baik isu dalam negeri maupun luar negeri.
“Kabar Jokowi akan diusung sudah beredar di kalangan terbatas sebelum rapimnas,” sumber tersebut menuturkan. Hasto Kristiyanto saat ditemui wartawan di Prime Plaza Hotel, Denpasar, Bali, pekan lalu, mengakui dalam pertemuan di Istana Batu Tulis memang dibahas soal pemilihan presiden tahun depan, sekalipun tak dibahas secara khusus.
Suasana di lokasi Rakernas III PDIP, Grand Inna Beach Hotel, Sanur, Bali, Jumat (23/2).
Foto: Ramadhan Rizki Saputra/CNN Indonesia
Sejak awal (pembahasan RUU Pemilu) kami sudah menduga ada upaya koalisi pendukung pemerintah menjadikan Jokowi sebagai calon tunggal.”
Ferry Juliantono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra"Tidak secara khusus, tapi saya sendiri ya tidak tahu ketika pertemuan di Batu Tulis apakah hal itu dibahas atau tidak karena saat itu saya mendampingi makan malam. Setelah itu, Ibu Mega dan Bapak Jokowi bertemu secara khusus hampir dua jam," kata Hasto.
Pengumuman Jokowi sebagai capres yang akan diusung PDIP, menurut Hasto, merupakan wujud keyakinan politik Megawati setelah melalui proses panjang, salah satunya hasil dialog Megawati dengan Jokowi. “Pertemuan Jokowi dan Megawati untuk menggali secara mendalam dan jernih terkait suasana dan melihat apa yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini," ujar Hasto
Selain kalkulasi politik, menurut Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Parreira, ada satu hal lagi yang membuat partainya memutuskan menyokong kembali Jokowi. Mantan Wali Kota Solo dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap sudah memenuhi syarat yang ditetapkan partai, yakni berkinerja baik dalam menjalankan pemerintahan.
"PDIP mengawal dan mendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Di PDIP, ada tradisi, kalau menjalankan pemerintahan dengan baik, tentu memperoleh dukungan kembali maju lagi. Tidak juga deal tertentu. Sebab, Ibu Ketua Umum kan punya hak prerogatif menyampaikan itu," kata Andreas.
Resminya dukungan PDIP membuat Jokowi mengantongi dukungan sebanyak 46,95 persen suara pada Pemilu 2014. Angka ini berasal dari perolehan partai pendukung saat ini, yakni PDIP, yang meraup 23.681.471 suara atau 18,95 persen, Partai NasDem (8.402.812 suara atau 6,72 persen), Partai Golkar (18.432.312 suara atau 14,75 persen), PPP (8.157.488 suara atau 6,53 persen), dan Partai Hanura (6.579.498 atau 5,26 persen). Dukungan lain juga didapat Jokowi dari Perindo dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Kedua partai ini telah resmi menjadi peserta Pemilu 2019.
Foto: Screenshot via Twitter/@PDI_Perjuangan
Bahkan, menurut Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy, Jokowi bisa saja, seperti kata orang Maluku, ‘seng ada lawan’, tak ada lawan, jika Partai Amanat Nasional ikut bergabung dalam barisan pendukung Jokowi. “Saya pernah bertemu dengan Pak Zul (Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan) beberapa waktu lalu. Saya tanya, ‘Kalau Jokowi kembali lawan Prabowo, Pak Zul pilih mana?’ Pak Zul bilang pilih Jokowi,” ujar pria yang akrab disapa Romi tersebut.
Mengikuti kontestasi Pilpres 2019 kali ini memang bukan perkara mudah. Sebab, menurut UU Pemilu Tahun 2017, ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold oleh partai atau gabungan partai adalah dukungan paling sedikit 25 persen suara pada Pemilihan Umum 2014 atau memiliki 20 persen kursi di DPR.
Beratnya syarat pencalonan pilpres, diakui Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, bakal bikin sulit partai di luar partai pendukung pemerintah untuk membangun koalisi. “Sejak awal (pembahasan RUU Pemilu) kami sudah menduga ada upaya koalisi pendukung pemerintah menjadikan Jokowi sebagai calon tunggal,” ujar Ferry.
Gerindra sendiri, kata Ferry, saat ini masih melihat dinamika yang terjadi menjelang pilpres, termasuk soal kawan berkoalisi. Sebab, saat ini perolehan suara pada Pemilu 2014 Gerindra, yang diprediksi bakal berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera, jika digabung belum sampai 20 persen. Karena Partai Gerindra hanya meraih 11,81 persen suara, sedangkan PKS mengantongi 6,79 persen suara.
Namun, jika berpatokan pada kursi kedua partai di DPR, Gerindra agak memiliki harapan. Sebab, Gerindra memiliki 73 kursi atau 13 persen kursi DPR dan PKS punya 40 kursi 7,1 kursi di DPR. Jika digabung, jumlah kursi itu cukup untuk mengusung calon pada Pemilihan Presiden 2014.
Muhammad Romahurmuziy
Foto: dok. pribadi
Meski koalisi partai pendukung Jokowi makin gemuk, PKS mengaku tidak gentar. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan PKS akan tetap setia bersama Gerindra. "PKS hingga saat ini punya hubungan harmonis dengan Gerindra. Insyaallah istiqomah," ujar Mardani.
Jokowi, menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, bisa saja maju sebagai calon tunggal jika berduet dengan Prabowo. Namun, mesti dilihat dulu kajian hukumnya jika calon tunggal tersebut benar-benar terjadi. “Walaupun jika Jokowi berpasangan dengan Prabowo, hampir pasti bakal ada lawannya, meski hanya coba-coba. Menang syukur, tidak menang ya ora popo,” tutur Qodari.
Pemilihan Presiden Indonesia memang sudah di depan mata. Berdasarkan jadwal dari Komisi Pemilihan Umum, pengajuan pasangan calon presiden-wakil presiden dibuka pada Agustus 2018. Sedangkan pemilihan presiden akan digelar serentak dengan pemilihan anggota legislatif pada 17 April 2019.
Reporter: Ibad Durohman, Syailendra Hafiz Wiratama
Editor: Deden Gunawan
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim