INVESTIGASI

KORUPSI E-KTP

Perkenalkan ‘Sang Kasir’, Andi Narogong

Andi Narogong ternyata tak lulus SMA. Sempat jadi buruh pabrik dengan gaji Rp 150 ribu.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Senin, 27 Maret 2017

Namanya Andi Agustinus, tapi dia lebih sohor sebagai Andi Narogong. Menurut kesaksian sejumlah orang kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Andi Narogong-lah orang yang mengatur segala macam patgulipat dalam korupsi megaproyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Andi Narogong, yang ternyata tak lulus SMA, konon menjadi “kasir” duit bancakan megaproyek e-KTP yang mengalir ke banyak orang, dari pejabat-pejabat di Kementerian Dalam Negeri hingga anggota parlemen di Senayan. "Tersangka AA diduga memiliki peran aktif dalam pengadaan barang dan jasa proyek KTP elektronik," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat, 24 Maret lalu.

Andi Agustinus, 43 tahun, tumbuh dan besar di sepanjang Jalan Narogong, nama sebuah jalan yang terbentang dari perumahan elite Kemang Pratama, Kota Bekasi, hingga Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hampir setiap hari jalan tersebut penuh sesak dilewati truk-truk berukuran jumbo.

Berdasarkan penelusuran detikX, Andi bersekolah di SD Mardi Yuana, Cibinong, Kabupaten Bogor. Kemudian ia melanjutkan ke SMP di sekolah yang sama. Lulus SMP Mardi Yuana, Andi melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Analis Kimia, Bogor, yang berada di bawah Kementerian Perindustrian. Sayang, Andi putus di tengah jalan tanpa merampungkan sekolah.

Tersangka baru kasus dugaan korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong resmi ditahan KPK.
Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Andi lahir di Bogor pada 24 Agustus 1973. Sejak 1991, keluarganya tinggal di sebuah rumah-toko di Perumahan Taman Narogong Indah RT 006 RW 03 Rawalumbu, Bekasi. Di rumah itu, Andi dan tiga saudaranya, Rudi Martono, Dedi Prijono, dan Vidi Gunawan, tinggal bersama orang tua mereka, Hendrik Ropimpandey dan Chrisnawati. Kadang Andi dan adiknya ikut membantu menjaga toko alat-alat listrik dan elektronik milik orang tuanya.

Ruko milik keluarga Andi berlantai dua, berdiri di atas lahan seluas 200 meter persegi. Namun saat ini ruko bercat biru tersebut sudah kosong. Ada sebuah papan bertulisan “dikontrakkan” di depan bangunan itu. Roni, seorang pedagang yang biasa mangkal di depan ruko itu, mengatakan Enci Culan, panggilan ibu Andi, merupakan orang pertama yang membuka toko di Taman Narogong.

Pria paruh baya yang berdagang sejak 1995 itu juga mengaku mengenal sosok Andi. “Orangnya pendiam. Dulu saya sering lihat dia jaga toko,” Roni menuturkan. Andi sudah lama tidak terlihat lagi di ruko milik orang tuanya sejak menikah dengan Myrinda. Begitu pula dengan saudara Andi yang lain. Mereka pindah rumah begitu sudah berkeluarga.

Dan pada tahun 2000, giliran orang tua Andi yang pindah dari ruko tersebut. Mereka mengatakan ingin tinggal di rumah salah satu anaknya. “Saya mau pindah sajalah. Di sini banjir terus. Saya mau ikut anak-anak saja,” Roni mengutip Chrisnawati saat keluarganya berpamitan.

detikX mencoba menghubungi Chrisnawati lewat telepon. Semula suara di ujung sana berkelit dan mengatakan, ”Salah sambung.” Tapi, ketika dihubungi lagi, dia malah bertanya, ”Culan? Kamu siapanya Culan? Nggak… nggak... kamu dari mana memangnya? Mau apa?” Dihubungi ketiga kalinya, orang itu menutup panggilan telepon tanpa menanggapi permintaan wawancara. 

* * *

Andi Narogong saat tiba di gedung KPK, Jakarta
Foto: Aditya Fajar/detikcom

Tak lulus SMA, Andi Narogong sempat berpindah-pindah kerja. Bahkan dia sempat menjadi buruh pabrik di PT Sentana dengan gaji hanya Rp 150 ribu sebulan. Dua tahun kemudian, dia lompat kantor dan bekerja sebagai tenaga penjualan oli merek Trust dengan gaji Rp 2 juta sebulan. Pekerjaan itu hanya dia lakoni selama setahun.

Setelah itu, Andi memilih mengikuti jejak orang tuanya dengan berdagang alat-alat listrik di Jalan Narogong Kilometer 12, Bekasi. Rupanya di situlah keberuntungannya. Penghasilannya bertambah berkali-kali lipat. Berdasarkan keterangan Andi kepada penyidik KPK, omzetnya berdagang listrik per bulan mencapai Rp 150 juta. Isi kantongnya makin gemuk setelah dia mendirikan CV Wijaya Kusuma, yang bergerak di bidang karoseri. Dia mengklaim bisa meraup pendapatan per bulan setidaknya Rp 300-500 juta.

Usahanya terus berkembang. Pada 2009, Andi mengembangkan usahanya dengan mendirikan PT Cahaya Wijaya Kusuma, yang masih bertahan hingga saat ini. Menurut Andi, usaha yang bergerak di bidang percetakan dan sablon itu bisa menghasilkan pendapatan hingga Rp 20 miliar per bulan.

Punya duit banyak, Andi memborong sejumlah properti. Dia membeli dua rumah di kawasan orang-orang kaya Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ia juga membeli sebuah rumah di Kemang Pratama, Jalan Soka Raya, Blok H Nomor 17, Bekasi. Rumah seharga Rp 1 miliar itu kabarnya dia cicil lewat Bank Artha Graha.

Salah satu rumah Andi Narogong
Foto: Ibad Durohman/detikX

Rumah di Kemang Pratama tersebut tak lagi dihuni Andi. Sejak November 2016, rumah itu dikontrak keluarga pemain sinetron Randy Pangalila. “Saya dan Randy sudah menempati rumah ini tiga bulan lalu,” kata pria yang mengaku sebagai ayah Randy. Namun pria paruh baya itu enggan menjelaskan berapa harga sewa rumahnya. Seorang tetangga yang enggan disebut namanya mengatakan rumah bercat putih itu dibeli Andi Narogong pada 2010.

Daftar aset properti Andi mungkin masih panjang. Selain tercatat punya rumah di Pondok Indah dan Kemang Pratama, properti miliknya tersebar di banyak tempat. Di Kota Wisata, Cibubur, Kabupaten Bogor, Andi punya dua unit rumah. Dari catatan KPK pula, Andi masih memiliki aset berupa Diva Karaoke di Kelapa Gading, Jakarta Timur, sebuah pabrik di Jalan Narogong 17, serta rumah-toko tak jauh dari ITC Fatmawati, Jakarta Selatan. Harga ruko ini ditaksir Rp 3,5 miliar.

Ruko milik keluarga Andi Narogong
Foto: Ibad Durohman/detikX

Rumah-toko di ITC Fatmawati inilah yang diduga menjadi tempat rapat-rapat terkait proyek e-KTP. Kabarnya, kepemilikan ruko ini sudah berpindah tangan. Andi menjual ruko itu pada 2014 dengan harga Rp 7 miliar. “Yang beli pemilik ruko sebelah,” kata Andi di hadapan penyidik KPK, 10 Januari 2017.

Kini Andi sudah jadi tersangka korupsi proyek e-KTP dan meringkuk di ruang tahanan KPK. Dia ditangkap saat berada di Tebet Indraya Square, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 23 Maret. Ketika ditangkap, Andi menenteng uang pecahan dolar senilai USD 200 ribu atau setara dengan Rp 2,6 miliar dalam kantong plastik keresek.


Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela F.
Penulis: Deden Gunawan
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Investigasi mengupas isu panas terbaru yang mendapat perhatian besar publik secara mendalam. Isu ini mencakup politik, hukum, kriminal, dan lingkungan.

SHARE