INVESTIGASI
Dukungan Partai Demokrat pada pilgub DKI Jakarta putaran kedua menjadi incaran. Namun kemungkinan besar partai pengusung Agus-Sylvi ini bakal bersikap netral.
Ilustrasi: Edi Wahyono
Ada yang menarik perhatian dalam acara dukungan Forum Ulama dan Habaib (Fuhab) se-Jakarta kepada pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang digelar di Al-Jazeerah Restaurant and Function Hall, Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 29, Jakarta Timur, Kamis, 23 Februari 2017. Di antara tokoh yang hadir pada siang itu “terselip” Nachrowi Ramli.
Ketua tim sukses pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jakarta, itu duduk di tengah-tengah, berdampingan dengan Anies. Adapun ulama yang hadir antara lain KH Syukron Makmun dan KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii. Ada juga Taufiequrachman Ruki, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, yang kini menjabat Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan.
Kehadiran Nachrowi tak pelak menimbulkan spekulasi bahwa Demokrat bakal mendukung pasangan Anies-Sandi untuk pilgub DKI Jakarta putaran kedua. Dalam pilgub putaran pertama, yang digelar pada Rabu, 15 Februari lalu, Agus-Sylvi tersingkir.
Nachrowi menyebut kedatangannya dalam acara Fuhab itu bukanlah bentuk dukungan kepada pasangan Anies-Sandi. Namun ia tidak memungkiri bila dikatakan bahwa Demokrat sedang menjajaki kemungkinan koalisi untuk pilgub DKI Jakarta putaran kedua terhadap kubu Anies-Sandi. Barangkali ada visi dan misi pasangan tersebut yang cocok dengan Agus-Sylvi.
Komunikasi juga dilakukan dengan parpol pendukung Anies, yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Sebaliknya, ia juga telah melakukan pembicaraan dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai pengusung pasangan Ahok-Djarot.
“Kita masih membedah. Nah, pada waktu komunikasi itu kita bertanya, boleh tidak menitipkan visi-misi kita. Pokoknya program yang prorakyat boleh tidak kita titipkan. Kalau boleh, kan terbuka kesempatan (koalisi). Kan, begitu,” ujar pria yang akrab disapa Nara ini kepada detikX, Jumat, 24 Februari lalu.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Jakarta Nachrowi Ramli
Foto: dok. detikcom
Hasil dari gerilya tersebut, menurut pria yang maju dalam pilgub DKI 2012 berpasangan dengan Fauzi Bowo itu, dilaporkan kepada Ketua Umum DPP Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. DPP-lah nanti yang akan memutuskan sikap Demokrat terkait pilkada DKI putaran kedua pada 19 April 2017.
“Kami sedang menunggu, karena kewenangan koalisi itu di tingkat DPP. Kami di DPD hanya melaporkan situasi dan memberikan masukan. Sejauh ini belum ada keputusan resmi dari DPP. Barangkali masih menganalisis dan menyurvei,” tuturnya.
Menurut Nara, apa pun keputusan DPP nanti, semua pengurus di tingkat bawah harus menaatinya. Sementara menunggu, Demokrat melarang pengurus tingkat cabang dan ranting di DKI Jakarta mendeklarasikan dukungan kepada pasangan calon gubernur-wakil gubernur tertentu. “Kita punya disiplin organisasi,” katanya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan sejauh ini Demokrat masih memiliki tiga opsi terkait pilkada DKI Jakarta. Ketiga opsi itu adalah mendukung pasangan Ahok-Djarot, mendukung pasangan Anies-sandi, atau tak mendukung keduanya alias netral. Dan dari tiga opsi itu, Demokrat kemungkinan besar akan bersikap netral.
Sikap netral itu merupakan tradisi Demokrat sebagai partai penyeimbang, yang mulai dibangun pada pilpres 2014. Saat itu Demokrat memang tak ikut koalisi PDI Perjuangan, Hanura, PPP, NasDem, dan PKB, yang mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla. Partai ini juga enggan bergabung dengan Gerindra, PKS, dan PAN, yang mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, kendati Hatta adalah besan SBY.
“Kami menyatakan secara tegas bahwa tidak ada kabar Partai Demokrat akan mendukung pasangan calon nomor 2 (Ahok-Djarot). Jangankan nomor 2, nomor 3 pun (Anies-Sandi) kami sangat tidak mungkin,” katanya kepada detikX.
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, didampingi petinggi Partai Demokrat melakukan konferensi pers di posko pemenangan AHY-Sylvi di Proklamasi, Jakarta, Rabu (15/2). AHY-Sylvi secara resmi mengakui kekalahannya dalam pigub DKI Jakarta periode 2017-2022.
Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri
Foto: dok. detikcom
Namun, meski partai bersikap netral, kader-kader Demokrat dibebaskan memilih siapa pun yang diinginkan menjadi Gubernur DKI periode 2017-2022. Mereka diminta tidak mengabaikan hak pilih, tidak boleh golput. “Harus memilih, namun pilihannya tak diarahkan oleh partai, karena suara 17 persen (Agus-Sylvi) itu sangat signifikan,” ujar Roy.
Roy mengatakan DPP Demokrat baru akan menyampaikan sikap resmi setelah Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta mengumumkan hasil rekapitulasi suara pilkada DKI Jakarta pada 4 Maret nanti. “Nanti pada statement itu akan berbentuk bagaimana sikap Demokrat. Sedangkan kader menentukan pilihannya masing-masing pada 19 April (hari pencoblosan).”
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan memang kecil kemungkinan bagi Demokrat untuk menjalin koalisi dengan PDI Perjuangan. Penyebabnya tak lain persaingan lama yang masih terasa antara SBY dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Sementara di pilkada daerah lainnya Demokrat dan PDI Perjuangan bisa berkoalisi, lain halnya dengan pilgub DKI ini. Sebab, pilgub DKI melibatkan peran para ketua umum parpol itu, yang notabene pernah bersaing dalam pemilihan presiden. “Tampaknya Ketua Umum Partai (Demokrat SBY) sulit berkomunikasi dengan PDI Perjuangan,” katanya kepada detikX, Jumat, 24 Februari lalu.
Koalisi dengan Anies-Sandi, sebaliknya, akan lebih mudah bagi Demokrat, karena sama-sama berada di luar pemerintahan dengan Gerindra dan PKS, baik di tingkat nasional maupun DKI Jakarta. Dari segi dukungan suara, menurut Djayadi, kondisinya sangat mendukung bagi kedua kubu.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato politik pada acara dies natalis 15 tahun Partai Demokrat dan pembukaan Rapimnas 2017 di Jakarta, Selasa (7/2). SBY mengangkat tema Indonesia untuk semua keadilan, kebinekaan, dan kebebasan.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno
Foto: dok. detikcom
Basuki Tjahja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat
Foto: Andry Novelino/CNN Indonesia
Pada pilkada putaran pertama lalu, banyak kader Demokrat yang ternyata tidak begitu sreg dengan pencalonan Agus-Sylvi. Dukungan mereka terbelah untuk Anies-Sandi (24 persen) dan Ahok-Djarot (12 persen). Bila Demokrat bergabung dengan Anies-Sandi, Demokrat akan menyumbang suara yang lumayan besar.
Apalagi bila nanti SBY memberikan titahnya kepada kader Demokrat secara keseluruhan untuk memilih Anies-Sandi. “Karena memang Demokrat itu masih identik dengan SBY. Jadi, kalau SBY ke Anies-Sandi, itu hal yang efektif untuk membantu perolehan suara Anies,” kata Djayadi.
Ia menyarankan agar Demokrat tidak memilih opsi netral. Sikap netral itu tidak akan mendatangkan keuntungan bagi Demokrat, sama halnya dengan pilihan netral dalam pilpres 2014. “Nggak ada gunanya bagi Demokrat untuk netral sekarang ini. Dapat apa kalau netral, kan?” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Indobarometer Mohammad Qodari melihat, meski Demokrat memiliki kecenderungan bersikap netral, namun kader di tingkat bawah condong berpihak kepada Anies-Sandi. Jikapun Demokrat memihak Ahok secara terbuka, maka dukungan tertutup itu tetap akan ke Anies-Sandi.
“Pusatnya akan netral dengan ini menyatakan tidak mendukung salah satu pasangan calon tapi mungkin nanti akan ada yang dikubu Anies-Sandi yang kampanye-kampanye lagi,” kata Qodari kepada detikX.
Di sisi lain, kubu Ahok-Djarot tak mau melepaskan begitu saja potensi suara Agus-Sylvi yang 17 persen itu. Mereka menyadari komunikasi SBY dengan Megawati memang sudah cukup berat dilakukan. Namun strategi baru pun pantas dicoba untuk melumerkan ketegangan di antara keduanya.
“Itu bisa dilakukan oleh Golkar karena Golkar dengan Demokrat kan secara sejarah memiliki kedekatan. Yang bertugas melakukan pendekatan itu di DPP, misalnya Pak Idrus (Idrus Marham, Sekjen Golkar) sudah komunikasi dengan Syarief Hasan,” ujar Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily kepada detikX.
Reporter: Ibad Durohman, Gresnia Arela, Aryo Bhawono
Penulis: Aryo Bhawono
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Investigasi mengupas isu panas terbaru yang mendapat perhatian besar publik secara mendalam. Isu ini mencakup politik, hukum, kriminal, dan lingkungan.