Petugas menggunakan ekskavator saat membongkar kios di Pasar Barito, Jakarta. Foto: Sulthony Hasanuddin/Antara
Minggu, 2 November 2025Tumpukan puing bercampur debu menutupi jalur trotoar yang dulu ramai oleh pedagang burung, pakan hewan, dan tanaman hias. Di antara reruntuhan itu, sebuah papan nama masih tergantung miring, bertuliskan samar ‘Pasar Barito’.
Relokasi itu akhirnya datang juga pekan lalu. Sejak subuh, petugas berjaga di sepanjang jalan. Truk-truk Satpol PP berbaris di depan pasar, disusul alat berat yang perlahan mendekat. Suara besi beradu dengan tembok menggema, memantul di antara deretan kios sempit.
Sebagian pedagang sempat menolak direlokasi. Mereka berteriak dan mendesak petugas gabungan agar mundur. Beberapa lainnya berlari menyelamatkan barang dagangan, sementara sisanya hanya bisa berdiri terpaku. Kini, deretan bekas kios di tepi Jalan Barito itu tampak seperti luka terbuka di tubuh Jakarta Selatan.
Beberapa bulan sebelum alat berat masuk, pasar itu sebenarnya sudah mulai kehilangan denyut. Pembeli berkurang, lapak-lapak lebih banyak tutup dari pada buka. Meski hingga siang hari sekitar pukul 12.00 WIB terlihat sejumlah pembeli datang, jumlahnya tetap jauh lebih sedikit dibandingkan para pedagang yang berjualan.
Meski lalu lintas di sekitar kawasan itu padat oleh kendaraan dan pejalan kaki, suasana pasar justru terasa sepi. Transaksi jual beli jarang terjadi, kecuali di area kios makanan yang masih sesekali dikunjungi pembeli.
Kabar relokasi sudah beredar di antara para pedagang, tapi banyak yang memilih untuk menunggu, antara berharap keajaiban atau sekadar tak tahu ke mana harus pindah. Banyak di antara mereka juga masih terbelit utang, sementara pemasukan kian menurun karena sepinya dagangan. Setelah terpukul pandemi dan sempat tak bisa berjualan selama revitalisasi, kini sebagian besar belum benar-benar pulih

Pedagang mengangkut kandang burung saat penertiban kios di Pasar Barito, Jakarta.
Foto : Sulthony Hasanuddin/Antara
"Dulu 8 bulan kita itu kan direnovasi. Kita 8 bulan nggak jualan. Sudah masuk baru berjalan mau 2 tahun, baru masih cari pelanggan, sudah harus relokasi. Kan modalnya saja kita semua pada pinjem bank. Ada BRI, ada KUR, ada macem-macem. Terus mulanginnya gimana?" keluh Cahyono.
Cahyono menjelaskan bahwa revitalisasi pasar pada 2023 lalu membuat para pedagang terpaksa tidak berjualan selama berbulan-bulan. Untuk bertahan, sebagian besar dari mereka harus berutang ke bank atau mengandalkan pinjaman modal usaha. Pasar Barito sebelumnya telah direnovasi dengan anggaran Pemrov Jakarta dan beroperasi kembali pada 13 Oktober 2023.
Rencana relokasi ke lokasi baru pun menambah beban pikiran. Para pedagang khawatir kehilangan pelanggan yang tersisa dan tak tahu bagaimana memulai dari awal lagi. “Sama aja kita, ya sudah mati. Mati, walaupun disediakan tempat saja mati. Apalagi nggak disediakan tempat. Artinya sudah digusur begitu ya, habis,” tandas Cahyono.
Sementara itu, Mukhlisin, pedagang lain, mengaku sebagian besar rekan-rekannya masih terbebani utang hingga kini. Ia sendiri memang tidak memiliki cicilan bank, tetapi tetap merasa waswas dengan kondisi keuangan yang tidak menentu.
“Kalau hutang ke bank iya. Kalau pinjol kayaknya nggak ada. Nggak ada pernah dengar. Nggak ada, sih. Alhamdulillah, sih. Kalau pinjol memang prosesnya gampang cuma balikinnya yang susah,” kata Mukhlisin. “Tapi kayaknya juga banyak yang pada belum lunas KUR, dengar-dengar gitu. Katanya utang saja belum lunas kok disuruh pindah,” tambahnya.

Pedagang mengangkut barang dagangan ke truk saat pembongkaran Pasar Barito.
Foto : Muhammad Rizky/Antara
Mukhlisin juga mengaku tidak memiliki tabungan karena seluruh uangnya sudah habis digunakan untuk modal setelah revitalisasi. Kini, tanpa simpanan dan tanpa kepastian tempat berjualan, ia hanya bisa berharap keadaan membaik.
Pemerintah menyebut punya alasan sendiri dalam merelokasi kios Pasar Barito ini. Kawasan itu akan diubah menjadi Taman Bendera Pusaka, taman tematik yang diharapkan menjadi ruang publik baru sekaligus bagian dari penataan kota. Rencana tersebut diumumkan sejak pertengahan 2024, dan kini mulai direalisasikan setelah mendapat dukungan lintas instansi. Proyek itu akan menyatukan tiga taman kota, Taman Ayodya, Taman Langsat, dan Taman Leuser, menjadi satu kawasan hijau yang ditargetkan rampung pada Desember 2025.
Pasar Barito merupakan aset milik Pemprov Jakarta dan akan merelokasi pasar tersebut ke tempat yang lebih layak, yaitu di Lenteng Agung. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung berharap pasar burung itu lebih ramai karena tempat relokasinya dekat stasiun.
"Saya meminta untuk dipersiapkan terlebih dahulu tempat untuk pindah. Sekarang ini sudah hampir selesai, yang kita siapkan di Lenteng Agung dan tempatnya dekat banget dengan stasiun kereta. Tempat berhenti banyak orang, sehingga mudah-mudahan pasar burungnya lebih ramai di Lenteng Agung," kata Pramono.
Para pedagang bekas Pasar Barito yang direlokasi ke Lenteng Agung akan dibebaskan dari sewa kios dan air selama 6 bulan pertama. Pemprov DKI juga akan membangun klinik satwa di lokasi tersebut. Kebijakan pembebasan biaya sewa selama 6 bulan diberikan agar pedagang punya waktu beradaptasi.
"Karena saya tahu pasti 2-3 bulan pertama itu berat sekali, harus sosialisasi. Tapi di situ karena dekat dengan Stasiun Lenteng Agung sehingga lokasinya cukup baik," ungkapnya.

Sejumlah pekerja berada di depan kios yang menjadi tempat relokasi pedagang Pasar Barito di Sentra Fauna dan Kuliner Lenteng Agung, Jakarta
Foto : Muhammad Iqbal/Antara
Taman ini akan dilengkapi sistem pengelolaan air terpadu, mulai dari sungai buatan hingga instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berfungsi menampung dan menyaring limpasan air hujan sebelum dialirkan ke saluran umum. Dengan sistem tersebut, aliran air di taman akan tetap bersih dan tidak menimbulkan pencemaran bagi lingkungan sekitarnya.
Selain berperan secara ekologis, taman ini juga menyediakan berbagai fasilitas olahraga dan rekreasi, seperti lintasan jogging sepanjang 1,2 kilometer, lapangan bulu tangkis, lapangan tenis, serta area bermain anak, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dari beragam lapisan.
Sejak 1970-an, Pasar Barito di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dikenal sebagai salah satu sentra flora tertua di ibu kota. Berawal dari tempat berkumpulnya pedagang burung dan tanaman hias, kawasan ini berkembang menjadi pasar legendaris yang ramai dikunjungi warga. Pada masa keemasannya di dekade 1980–1990-an, suasana Barito begitu hidup, penuh kicauan burung, deretan tanaman tropis, dan udara sejuk di bawah rindangnya pepohonan sekitar Taman Langsat. Barito bukan sekadar pasar, melainkan ruang hidup bagi warga, pecinta flora, dan penggemar hewan peliharaan.
Didirikan pada masa Gubernur Ali Sadikin sebagai pusat penjualan ikan hias dan tanaman bunga, pasar ini kemudian berkembang menjadi pasar hewan eksotik yang menjual burung, kucing, anjing, kelinci, hingga reptil. Bagi warga Jakarta, terutama pecinta hewan, Barito menjadi tempat favorit untuk berkunjung bersama keluarga, tempat hiburan murah sekaligus ruang interaksi sosial lintas usia dan kalangan.
Tahun 2008, pada masa Gubernur Fauzi Bowo, sebagian area Barito dialihfungsikan menjadi ruang terbuka hijau, menyebabkan ratusan pedagang direlokasi. Meski begitu, sebagian kecil pedagang tetap bertahan. Revitalisasi pada 2023 sempat memberi harapan baru lewat wajah pasar yang lebih bersih dan tertata. Sayangnya, hanya tiga tahun berselang, mereka kembali dihadapkan pada rencana relokasi besar-besaran sebagai bagian dari proyek pembangunan Taman Bendera Pusaka.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim