Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk
Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk

INTERMESO

Menerobos Angin dan Debu Demi Ibu

Ngelihat motor baru saya nganggur, teman saya yang satu kampung ngajak mudik naik motor. Ongkosnya patungan berdua.”

Foto: ilustrasi pemudik sepeda motor (Agung Pambudhy/detikcom)

Sabtu, 15 April 2023

Malam sebelum perjalanan mudiknya dimulai, Abdul Hanif gugup sekali. Saking gelisahnya , ia sampai susah tidur. Abdul sempat kepikiran untuk membatalkan janji mudik menggunakan kendaraan roda dua dengan seorang kawannya. Tapi keinginan untuk segera mendekap erat kedua orangtuanya ternyata lebih kuat dari rasa takutnya.

“Pengalaman pertama kali saya mudik naik motor. Wajar aja kalau saya takut sekali. Saya cuma takut ada apa-apa di jalan,” ucap Abdul kepada detikX.

Saat itu harusnya Abdul tidak mudik. Laki-laki asal Kabupaten Bantul, Yogykarata ini sudah terlebih dulu menyampaikan kabar pahit itu ke ibunya melalui sambungan telepon. “Belum bisa pulang dulu Bu, nggak punya tiket pulang, lagi banyak pengeluaran” ucap Abdul kepada ibunya. Sang ibu hanya bisa menerima kabar itu dengan pasrah.

Abdul baru dua tahun bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu kantor swasta. Tabungannya pun masih cekak. Harta yang paling berharga adalah motor bebek keluaran tahun 2018 yang ia beli dengan sistem cicil.

Ngelihat motor baru saya nganggur, teman saya yang satu kampung ngajak mudik naik motor. Ongkosnya patungan berdua,” menceritakan pengalaman mudiknya di tahun 2018 silam. “Saya setuju akhirnya karena teman saya ini sudah beberapa kali mudik naik motor.”

Jadilah akhirnya Abdul dan kawannya berangkat mudik boncengan berdua, menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 560 km. Mudik menggunakan motor hasil cicilan, Abdul khawatir bukan main. Sebelum berangkat, ia berkali-kali mengecek kondisi motornya. Mulai dari mesin, stang, shock breaker, oli, klakson sampai sein kanan dan kiri, semua dalam keadaan baik. Abdul tidak membawa banyak barang bawaan, hanya sebuah tas ransel di punggung.

Seorang pemudik membawa aneka barang bawaan untuk keluarganya di kampung pada Lebawan 2022 lalu. 
Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Sebelum berangkat tak lupa Abdul dan kawannya memanjatkan doa agar perjalanan mulus dan dapat tiba dengan selamat. Jika dilihat dari Google Maps, perjalanan Jakarta-Yogyakarta dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua selama 10 jam, namun dengan catatan tidak berhenti melaju.

“Saya jalan sore hari, pokoknya pas Ba’da Ashar aja sekitar pukul 16.00 saya berangkat,” katanya. Perjalanan dari sore ke malam hari lebih disukai Abdul karena kondisi jalan lebih lenggang. Selain itu Abdul tidak harus memulai perjalanan dengan berpanas ria. “Kalau jalan siang pakai jaket sama helm full face, haduh nggak kebayang, deh, keringatannya kayak apa.”

Abdul dan kawannya sepakat memilih Jalur Pantura alias Pantai Utara karena jalannya hanya lurus-lurus saja. Berbeda dengan jalur Selatan yang didominasi pegunungan serta jalanan berliku. Dari Jakarta, Abdul hanya berani memacu kendaraan di kecepatan 80-100 km per jam. Keluar dari kepenatan Kota Jakarta, Abdul berjalan ke arah Timur, ia bakal melewati kota-kota kecil seperti Cikampek, Indramayu, Brebes, Cirebon dan Pekalongan. Abdul recanannya akan memasuki Kota Yogyakarta dari arah utara melalui Jalan Raya Bawen-Magelang.

“Tapi Jalur Pantura kata teman saya waktu itu juga jalannya di beberapa daerah rusak dan berlubang, belum lagi banyak truk besar. Jadi harus hati-hati,” ungkapnya

Angin, terik dan debu menjadi teman setia Abdul melewati berkilo-kilo meter jauhnya. Dibandingkan pilihan transpostasi lain, naik sepeda motor memang paling ekstrem untuk mudik. “Walaupun bahaya memang, tapi nggak heran banyak yang mudik naik motor soalnya irit dan motornya pas di kampung bisa dipakai buat ngunjungin saudara yang lain. Terus nggak usah berebutan beli tiket kereta,” tutur laki-laki berusia 30 tahun ini.

Saat rasa lelah mulai melanda, Abdul berhenti sebentar di bawah pohon rindang untuk merenggangkan punggungnya yang mulai sakit karena naik sepeda motor. Setibanya di Indramayu, Abdul sempat berhenti pula di sebuah warung untuk makan. Abdul mengobrol dengan ibu pemilik warung sambil melepas lelah. Ia pun melanjutkan perjalanannya.

Meski mudik mengendarai sepeda motor membahayakan, namun kenyataannya banyak warga yang tak punya pilihan lain.
Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah 

Selepas dari Indramayu, tiba-tiba motor Abdul agak oleng. Setelah dicek, ternyata ban depan bocor setelah tak sengaja menginjak paku. Masalahnya saat itu jalanan sepi dan gelap. Saat menengok jam tangan, ternyata masih pukul 02.00 dini hari. Abdul khawatir tak bisa menemukan tambal ban yang jaraknya dekat.

“Saya jalan sambil dorong motor, berharap ada bengkel yang buka. Setelah jalan kira-kira 15 menit, eh, ternyata ada bengkel kecil, lampunya masih nyala,” kata Abdul senang. Abdul terpaksa membangunkan montir yang tengah tidur lelap di atas dipan. “Alhamdulillah, abangnya masih mau dibangunin dan nambelin ban saya yang bocor. Saya jadi bisa lanjutin perjalanan saya.”

Selain ban bocor, beruntung tak ada kendala berarti di perjalanan perdana Abdul. Saat tiba di depan rumahnya, sekitar pukul 10.00 pagi hari, ibu Abdul tengah menyapu halaman. Ia kaget melihat anak sulungnya hadir di depannya dalam keadaan lusuh. Abdul memang sengaja tak memberitahu ibunya. “Biar jadi kejutan lebaran. Lagi pula kalau ngomong belum tentu saya dibolehin,” ucap Abdul yang kemudian disambut peluk erat ibunya. Pegal di seluruh badan seakan sirna ketika berada dalam dekapan sang ibu.

Tapi begitu masuk ke rumah, Abdul langsung terkapar di lantai. Saat itu adik laki-lakinya kebetulan juga sedang berada di rumah. Abdul langsung meminta adiknya untuk memijat pinggang yang mulai terasa encok. “Dik, tolong pijatin badan ini sakit sekali, pantat sampai nggak berasa,” imbuh Abdul. Adiknya pun tak bisa menolak permintaan kakaknya.


Reporter: Cut Maulida Rizky
Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

Baca Juga+

SHARE