INTERMESO

Dari Laksa Hingga Sate Ular di Pasar Lama

Pengunjung Pasar Lama Tangerang bahkan datang dari Bandung. Jajanannya tak hanya cocok di lidah, tapi juga ramah di kantong.

Foto: Suasana Pasar Lama Kota Tangerang pada malam hari (Cut Maulida Rizky/detikcom)

Minggu, 19 Maret 2023

Di pagi hari, Kawasan Pasar Lama Tangerang diisi dengan riuh rendah pedagang pasar. Namun, ketika matahari mulai redup, kawasan ini malah semakin semarak. Semenjak viral di media sosial, para muda-mudi memadati area ini sambil berburu beragam kuliner. Pedagang kaki lima memenuhi salah satu ruas jalan di Kota Tangerang, yaitu tepatnya di Jalan Cilame.

Berbagai kuliner tersedia di sini, mulai dari makanan khas Tangerang seperti laksa, es podeng, bubur, sate, sampai makanan kekinian seperti sempol, crepes, Korean fish cake, baby crab, dan masih banyak lagi.

Saat detikX mendatangi kawasan ini malam minggu lalu, tak ada satu pun pedagang yang 'menganggur'. semua terlihat sibuk melayani pembeli yang tak kunjung habis. Di antara berbagai lapak, detikX menyambangi Roti Canai Ibu Gandi. Lapak ini sudah berjualan sejak tahun 2007, jauh sebelum Pasar Lama Tangerang populer di media sosial.

“Saya meneruskan juga usaha dari orang tua saya. Ramai juga di sini karena lokasinya strategis. Turun menurun sudah tiga generasi dari kakek saya, orang tua, baru saya. Sudah tradisi dari keluarga saya,” kata Robert, laki-laki keturunan India yang menjadi penerus usaha Roti Canai Ibu Gandi.

Tangan Robert sudah terampil membolak-balikan adonan roti canai di atas wajan. Tak lupa ia memadukan hidangan yang popular di Kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah ini dengan kuah kari. Selain roti canai, Robert juga menjual Martabak India dengan berbagai pilihan daging. Harganya mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 45 ribu.

Best seller di sini itu yang manis dan telor, sama Martabak India. Pokoknya bedanya roti canai itu lebih tebal karena bahan bakunya dari tepung roti. kalau martabak dia kulitnya tipis,” ucap Robert menjelaskan perbedaan Roti Canai dan Martabak India.

Robert, pria keturunan India penjual roti canai di pasar lama Kota Tangerang
Foto: Cut Maulida Rizky/detikcom

Meski di Pasar Lama Tangerang, usaha Roti Canai Ibu Gandi dikepung banyak pesaing kuliner lain, roti dengan ciri khas berlapis, kenyal namun renyah di luar ini tetap memiliki penggemarnya sendiri. “Kalau hari biasa itu bisa sampai 100 porsi. Tapi kalau weekend itu bisa sampai 3 atau 4 kali lipatnya,” kata Robert.

Demi memenuhi rasa penasarannya, Indah Padillah sampai menempuh jarak hampir 200 Km dari Bandung untuk kulineran di Pasar Lama. Sembari berburu aneka jajanan di sini, Indah juga membuat konten untuk akun tiktoknya @nengokah.

“Banyak temen-temen yang kayak ‘Kak, cobain dong ke kuliner Pasar Lama Tangerang. Di situ lebih banyak, lho, makanannya.’ Nah, jadi, ya, udah masukin list kuliner, nih. Ternyata memang bener, banyak banget kulinernya. Lebih banyak dari yang di Bandung,” ujar Indah yang sudah memulai karir sebagai food vlogger sejak pandemi COVID-19.

Indah mencoba berbaga cemilan seperti es goyang, telor gulung, dan cirambai. Ternyata jajanan di Pasar Lama Tangerang bukan hanya cocok di lidahnya tapi juga ramah di kantong. “Terus kita juga beli alpukat kocok, sampai kayak ‘hah.. Rp 5 ribuan tapi seenak itu.’ Kita juga beli sate-satean seafood Rp 12 ribu. Asli, menurut aku itu enak banget. Terus harganya juga murah. Banyak variannya, saosnya banyak, nggak pelit bumbu juga,” ucapnya. “Walaupun harganya murah, tapi mereka punya rasa yang enak bagi aku. Lebih murah dari Bandung. Kira aku, wah, di kota ini pasti maha. Ternyata murah.”

Pasar Lama Tangerang juga menyajikan tantangan untuk pecinta kuliner ekstrim. Di kawasan ini ada kedai Sate Ular dan Biawak Kang Aat. Di Kawasan Pasar Lama Tangerang, Kang Aat sudah berjualan sejak tahun 2001. Saat detikX berkunjung, Kang Aat sedang tidak ada di tempat. Lapaknya dijaga oleh Anggara, salah satu karyawannya yang sudah bekerja selama tujuh tahun.

“Kang Aat menceritakan dengan saya secara pribadi. Beliau itu dulu tidak langsung bergelut ke pengolahan seperti biawak, seperti ular. Beliau enggak langsung terjun ke dunia seperti itu, tapi beliau itu awalnya hanya jaga menjadi tukang potong ular atau biawak. Beliau pindah alih profesi ke tukang masak-masakkan reptil seperti ini,” kata Anggara.

Lapak pedagang sate ular dan biawak di Pasar Lama Kota Tangerang.
Foto: Cut Maulida Rizky/detikcom

Kang Aat pada akhirnya bereksperimen, mencoba berbagai resep untuk olahan daging ular dan biawak. “Beliau mengulik cara membuat goreng, cara membuat sate, cara membuat minyak, cara membuat abon,” ungkapnya.

Di lapak Kang Aat, pembeli bisa memilih sendiri jenis ular yang akan diolah, apakah ular Sanca atau Ular Kobra. Setelah ular hidup itu dipilih dari dalam kandang, Anggara dan Kang Aat akan menyuguhkan aksi pengolahan ular hingga menjadi masakan seperti sate, sop, dan abon.

“Kalau Cobra dia hanya diambil darah, sum-sum, dan empedu. Pokoknya satu ekor Rp 60 ribu itu sudah termasuk darah, sum-sum, dan empedu. Kembali ke konsumsi seleranya mau di sate kah atau di goreng,” katanya.

Tak heran jika Kawasan wisata kuliner di Tangerang ini selalu ramai dikunjungi. Akses transportasi yang mudah membuat pengunjung tak keberatan bolak balik datang ke kawasan ini. Untuk menuju pusat kuliner ini, cara paling mudah adalah dengan menggunakan kereta commuter line dengan tujuan akhir Stasiun Tangerang.

Jarak dari stasiun menuju Pasar Lama pun hanya sejauh 650 meter atau bisa ditempuh dengan 8 menit berjalan kaki. Sembari berjalan, pengunjung bisa menikmati toko dan rumah-rumah berarsitektur Tionghoa dengan genteng tanah liat.


Reporter: Cut Maulida Rizky
Redaktur: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE