Ilustrasi: Edi Wahyono
Minggu, 29 Januari 2023Lahir dari seorang ayah asli Jawa dan ibu berdarah Nusa Tenggara Timur, Rosita, bukan nama sebenarnya, memiliki warna kulit sawo matang, cenderung gelap dan rambut keriting. Fisik Rosita jauh dari standar kecantikan yang mengatakan bahwa perempuan itu harus putih, memiliki rambut lurus, dan langsing. Karena kondisi fisik itu pula, sedari kecil Rosita kerap kali jadi bahan bullyan.
“Sering dikata-katain teman waktu masih sekolah. ‘Kok, warna kulitnya kayak arang’. ‘Ih, rambutnya kayak mie’,” cerita Rosita mengingat kejadian waktu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar kepada detikX. Selain itu banyak hinaan lain tentang warna kulit Rosita
Setiap kali Rosita jadi bahan olok-olokan, tangisnya selalu pecah. Mengadu ke wali kelas sudah ia lakukan, namun rasanya tetap percuma. Rosita kerap iri dengan teman sekolahnya yang berdarah China dan Manado karena mereka memiliki kulit putih bersih seperti yang Rosita impikan.
Sejak saat itu, Rosita terobsesi dengan produk kecantikan yang memiliki embel-embel dapat memutihkan warna kulit. “Waktu aku masih SD, aku sering lihat iklan produk krim kulit yang terkenal di televisi. Dalam hati pokoknya kalau udah punya duit mau beli itu.”
Segala macam produk skincare akhirnya sudah Rosita coba. Termasuk mengikuti ritual kecantikan ala Korea Selatan yang mengklaim bisa memutihkan sekaligus membuat wajah tambah mengkilap. Tapi hasilnya tidak sesuai dengan keinginan Rosita.
Sampai suatu hari ia melihat teman kantornya yang belakangan kulitnya tambah putih dan kinclong. Padahal sebelumnya warna kulitnya bahkan lebih gelap dari Rosita. Perempuan berusia 32 tahun yang sedari kecil sangat ingin memiliki kulit putih ini dibuat penasaran.
“Aku tanya dia perawatan di mana. Teman aku cerita kalau dia udah beberapa bulan terakhir ambil treatment suntik putih di klinik kecantikan. Nama kliniknya aku nggak bisa sebutin,” ucapnya. Tanpa berpikir panjang, Rosita mengikuti langkah temannya itu. “Karena lihat hasilnya di dia bagus banget dong, aku langsung kepincut.”
Ilustrasi suntik putih
Foto: Getty Images/iStockphoto/Manit Chaidee
Setelah konsultasi dengan dokter, Rosita diberikan saran untuk melakukan Injeksi Vitamin Pemutih yang memiliki kandungan Vitamin C 1000cc. Proses suntik putih ini dilakukan sebanyak 20 kali sesi. Dan tiap sesinya dilakukan sebanyak sekali dalam seminggu. Sebelum disuntik, Rosita melakukan tes urine untuk memastikan ginjalnya dalam kondisi sehat.
“Suntikan pertama nggak terlalu ngaruh karena masih baru juga, ya. Aku dipesanin sama dokter buat minum banyak air putih sama jangan kena sinar matahari langsung dulu selama masih program suntik putih,” kata Rosita.
Dalam setiap sesi, Rosita merogok kocek Rp 1 juta berikut paket lulur dan obat-obatan dalam bentuk krim. Karena harganya yang lumayan menguras kantong, setelah masuk ke sesi 10, ia tidak melanjutkan perawatan suntik putih itu lagi.
“Hasilnya kulit aku, ya, cerah, sih. Tapi nggak secerah yang aku harapin. Malah lebih bagus hasilnya di temen aku ini. Sekarang setelah berhenti treatment kulitnya balik lagi kusam,” ucap Rosita kecewa.
Dalam sebuah penelitian terbitan International Journal of Aesthetics and Anti-Aging Medicine, suntik vitamin C yang dilakukan oleh partisipan dari Asia selama 7-10 hari telah menunjukkan peningkatan penampilan yang cukup drastis.
Sebulan setelah suntikan vitamin C terakhir, sebanyak 95,4% partisipan melaporkan bahwa kulitnya kencang dan lembap, cerah merona, segar, serta terasa seperti kulit bayi. Hanya 4,6% peserta yang melaporkan tidak terjadi apa-apa. Namun, efek suntik vitamin C hanya mencerahkan warna kulit dan mengembalikan rona aslinya. Perawatan ini tidak serta-merta memutihkan kulit.
Novita, bukan nama sebenarnya, kapok setelah melakukan suntik putih di salah satu klinik kecantikan ternama di Jakarta. Klinik kecantikan itu turut dipromosikan oleh salah satu selebgram ternama. Deretan artis dan selebgram turut melakukan berbagai treatment kecantikan di sana.
“Kelihatannya meyakinkan banget, nggak pakai mikir aku langsung booking slot buat treatment di sana,” ucap Novi.
Ilustrasi efek suntik putih
Foto: Getty Images/iStockphoto/Kamonwan Wankaew
Metode treatment yang dilakukan Novi yaitu dengan melakukan infus vitamin C dalam dosis tinggi ke dalam aliran darah tubuhnya. Menurut dokter senior yang menangani Novi waktu itu, hasilnya akan nampak dalam enam kali treatment. Satu kali treatment, Novi membayar uang sebesar Rp 1,5 juta.
“Waktu diinfus nggak ada rasa sakit yang aneh. Ya, kayak sakit orang diinfus pada umumnya aja,” ucapnya. Setelah selesai diinfus pun Novi masih melakukan kegiatan sehari-hari. Dokter meminta Novi untuk meminum air putih setidaknya 2 liter dalam sehari dan menghindari paparan sinar matahari.
Di sesi ketiga, badan Novi mulai menunjukkan reaksi yang kurang baik. Meski kulitnya terlihat lebih cerah, tapi ia merasakan nyeri di pinggang belakang. Nyerinya sangat menganggu, sampai-sampai Novi kesulitan melakukan aktivitas seperti berjalan atau membungkuk. Akibatnya Novi hanya bisa duduk dan berbaring di ranjang.
“Karena takut tambah parah, akhirnya aku stop treatment-nya. Ditambah aku harus konsultasi ke dokter umum karena sakit pinggang. Bukannya jadi putih malah nambah penyakit,” ujar Novi.
Benar saja, setelah berhenti melakukan suntik putih dan dibarengi pengobatan dari dokter umum, kondisi Novi berangsur-angsur pulih.
“Kesimpulannya nggak ada suntik putih yang hasilnya permanen. Setelah kamu berhenti suntik, kulitnya balik ke warna semula,” ucapnya. “Sejak kejadian itu aku jadi kapok buat mutihin kulit. Kasian sama organ tubuh lainnya nggak sanggup dihajar sama obat dosis tinggi.”
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho