INTERMESO

Perayaan Tahun Baru dalam Sunyi

“Malam tahun baru sekarang saya isi dengan kegiatan paling menyenangkan, yaitu tidur.”

Ilustrasi: Edi Wahyono

Minggu, 1 Januari 2023

Sudah beberapa tahun belakangan Paul Gunawan punya ritual khusus dalam menyambut malam pergantian tahun baru. Pria berusia 30 tahun ini sengaja menyewa kamar di hotel bintang lima yang ia dapat dari hasil berburu diskon. Paul mengincar hotel kelas atas karena kamarnya memiliki fasilitas sound proof alias kedap suara.

Di malam yang dirayakan seluruh orang di dunia dengan gegap gempita, Paul justru berharap gemuruh suara kembang api tidak menyelinap masuk ke kamar tidurnya. "Saya paling anti sama suara berisik, termasuk suara kembang api,” ucap pria yang bekerja sebagai staf marketing di sebuah perusahaan otomotif.

Paul terpaksa mengungsi ke hotel karena di malam itu, tetangga Paul kompak merayakan tahun baru dengan meriah. Sejak sore hari, mereka mulai menyetel speaker kencang-kencang. Dan tepat pukul 00.00, aneka petasan dan ledakan kembang api tak henti-hentinya menghiasi atap rumah Paul. Sedangkan Paul tak sekalipun ingin menengok kemeriahan pesta kembang api itu.

“Mereka tiap tahun selalu bikin acara malam tahun baru. Karena momen tahun baru, ya, saya coba maklumi saja. Saya saja yang ngalah,” ucapnya.

Di kamar hotel yang ia sewa seorang diri, Paul mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Ia tidak tertarik melihat penampilan salah satu penyanyi kondang ibu kota yang kebetulan sedang mengisi acara live performance di hotelnya. Tahun lalu, pria single ini melewati malam tahun baru dengan marathon Alice in Borderland season 1, sebuah serial thriller fiksi ilmiah asal Jepang yang disutradarai Shinsuke Sato.

Di keluarga Paul, tradisi perayaan tahun baru itu tidak menjadi sebuah kebiasaan apalagi keharusan. Keluarganya hampir tidak pernah berkumpul untuk sekedar membakar jagung.

Pesta kembang api perayaan tahun baru 2023 di Jakarta, 1 Januari 2023
Foto: ANTARA Foto 

“Jujur saya malah senang melewati tahun baru tanpa ada perayaan apapun. Buat saya tanggal 1 Januari sama aja kayak tanggal 1 di bulan lain. Hanya sebagai tanda kalau sudah waktunya bulan berganti,” katanya.

Berbeda dengan Paul, perayaan tahun baru di keluarga Naufal Rahman berlangsung dengan meriah. Sejak kecil, malam tahun baru merupakan hari yang ia tunggu-tunggu. Hanya di hari itu, orang tuanya memperbolehkan Naufal makan es krim sepuasnya dan bermain dengan teman sekawan hingga larut malam.

Sambil menanti puncak pesta kembang api di depan rumah, Naufal dan teman-temannya sudah mengambil posisi terbaik sambil menatap langit. “Sebegitu excited-nya saya dulu sama tahun baru. Suka banget nontonin kembang api,” kenang Naufal yang gemar mengerjai temannya dengan petasan lempar.

Namun, di usianya yang sudah menginjak kepala tiga ini, entah mengapa perayaan tahun baru sudah tak lagi terasa istimewa. Mungkin karena teman-teman bermainnya sudah lama menghilang dari jangkauan. Pukul 21.00 WIB di tanggal 31 Desember, Naufal sudah menarik selimut dan bersiap tidur.

“Malam tahun baru sekarang saya isi dengan kegiatan paling menyenangkan, yaitu tidur. Belum pukul 24.00 saja mata saya udah ngantuk berat. Mungkin faktor usia kali, ya? Badan udah susah diajak kompromi,” tawa Naufal.

Malam tahun baru pun Naufal lalui seorang diri di rumah karena ayah, ibu dan adik-adiknya ikut serta dalam acara tahun baru di rumah kerabatnya. “Saya nggak merasa kesepian. Malah saya nyaman bisa menikmati tahun baru dengan tenang.”

Ketimbang merasa sepi, Naufal malah merasa agak takut dengan bergantinya tahun. Itu artinya umurnya akan semakin tua, apalagi ulang tahun Naufal jatuh tepat di bulan Januari. “Melihat perayaan tahun baru saya, kok, sedih, ya? Sedih karena berasa kayak diingatkan kalau sudah semakin tua. Kok, kita malah senang-senang padahal umurnya semakin berkurang,” ucap seorang freelance di bidang event organizer yang kini malah lebih suka melakukan perenungan dan membuat resolusi tahun baru ketimbang merayakannya ini.

Warga di Surabaya, Jawa Timur antusias mengikuti momen pergantian tahun dari 2022 ke 2023, 1 Januari 2023
Foto: Esti Widiyana/DetikJatim

Ria Fariska punya pengalaman buruk saat merayakan tahun baru di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) beberapa tahun silam. TMII kerap dipilih warga Jakarta dan sekitarnya sebagai titik perayaan malam tahun baru. Membludaknya pengunjung dan menumpuknya kendaraan membuat macet tidak terelakan. Kemacetan terjadi baik sebelum dan seusai perayaan malam tahun baru.

“Waktu mau pulang, kendaraan pada berebutan keluar dari TMII. Ngantre panjang banget cuma buat ke luar. Aku berdua sama suami naik motor lagi. Sejak saat itu aku males keluar tahun baru. Macet, sumpek, restoran juga udah pada full,” kata Ria.

Apalagi setelah melihat sampah plastik akibat perayaan tahun baru dan polusi udara yang dihasilkan dari ledakan kembang api. Ria tak mau menjadi salah satu warga yang berkontribusi atas kekacauan itu.

Kini Ria dan suaminya tidak lagi merayakan tahun baru dengan heboh. Terutama sejak mereka berdua dikaruniai anak pertama. Di malam pergantian tahun, mereka berdua kompak berjuang menidurkan anak pertamanya. Sebelum suara petasan dan kembang api menggema, mereka harus menidurkan anaknya terlebih dahulu.

“Kalau pesta kembang apinya sudah mulai, anak saya bakalan susah tidur. Yang ada kita bertiga nanti begadang sampai subuh,” ucap Ria.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE