Ilustrasi: Edi Wahyono
Minggu, 25 Desember 2022Ketika masih kecil, malam sebelum hari Natal adalah saat yang paling nanti oleh Gaby Natasha. Konon katanya di malam itu, sesosok pria bertubuh gempal berpakaian serba merah bernama Santa Claus atau Sinterklas akan datang dan membawa hadiah Natal. Sebelum ia datang, Gaby juga berharap agar hujan salju turun di rumahnya yang terletak di Tebet, Jakarta Selatan.
“Kalau di kartun 'The Polar Express,' kan, tokoh utamanya nggak percaya sama Santa Claus. Nah, kalau aku kebalikannya. Aku dulu segitu percayanya sama cerita-cerita tentang Santa Claus. Kepengen banget bisa ketemu,” ujar Gaby yang kini berusia 25 tahun.
Dalam film arahan sutradara Robert Zemeckis yang dirilis pada tahun 2004 itu, diceritakan kisah seorang bocah laki-laki yang meragukan keberadaan Sinterklas. Sampai akhirnya sebuah lokomotif uap menjemputnya untuk datang ke markas Sinterklas di Kutub Utara. Kartun 'The Pola Express' merupakan salah satu tontonan Natal terkenal di samping serial film 'Home Alone'.
Gambaran Gaby kecil akan kejutan dan suasana di hari natal pupus sudah. Lagi pula, mengharapkan salju turun di negeri beriklim tropis tentu teramat mustahil. Kalau pun ada keinginan Natal Gaby yang terwujud, yaitu pohon Natal beserta segala pernak perniknya. Di awal bulan Desember, Gaby beserta adik-adiknya mulai mendekorasi pohon Natal.
“Kebetulan di rumah aku tinggal bareng nenek yang suka banget sama dekorasi Natal. Jadi kalau Natal minimal pohon Natal harus ada,” ucapnya. Seingat Gaby, pohon Natal setinggi 120 cm itu dibeli di sebuah pusat perbelanjaan lima tahun silam.
Jemaat telah melaksanakan ibadah Misa Pontifikal Natal di Gereja Katedral, Jakarta. Ornamen Natal yang menghiasi Katedral menjadi tempat swafoto
Foto: Andhika Prasetya/detikcom
Masing-masing anggota keluarga akan meletakkan kado yang telah dibungkus rapi di bawah pohon Natal. “Keluarga aku, kan, Katolik. Abis perayaan misa Natal di gereja, ritual wajib selanjutnya buka kado. Jadi kado aku bukan dari Santa Claus, tapi dari mama, papa dan nenek,” tawa Gaby.
Sembari menyambut anggota keluarga lain yang berkunjung ke rumah, di dapur, Gaby dan ibunya sibuk menyiapkan santapan. Makanan yang disajikan malah hampir tak jauh berbeda dengan Lebaran. Aneka kue kering seperti nastar, kastengel, kue sagu dan kue kacang almond sudah mereka buat dari jauh-jauh hari.
“Makanan utamanya kita pesan dari tempat catering. Biasanya mama pesan sayur lontong, rendang, sambal ati ampela, krecek tahu. Nggak ada nyambung-nyambungnya sama hidangan di hari Natal yang aku lihat di film,” katanya.
Ketika mayoritas orang Indonesia memanfaatkan perayaan Idul Fitri untuk pulang kampung, sebagai pemeluk agama Nasrani, Yovita Suryaningsih menggunakan hari libur Natal untuk pulang ke rumah eyangnya di Malang, Jawa Timur. Setiap hari raya Natal tiba, Yovita selalu merayakannya bersama keluarga.
Seperti Natal tahun ini, Yovita sudah berburu tiket kereta dari jauh-jauh hari. Namun, karena hampir tidak ada libur Natal tahun ini karena bertepatan dengan hari Minggu, Yovita menggunakan jatah cutinya untuk menambah hari libur.
“Tahun ini dari kantorku nggak ada libur sama sekali. Aku nambah libur sendiri dan ambil cuti tiga hari sampai tanggal 28 Desember nanti biar bisa ketemu eyang sama keponakan. Udah dua tahun nggak ketemu mereka karena COVID-19,” ungkapnya yang bekerja sebagai social media specialist di sebuah digital agency ini.
Ilustrasi perayaan Natal Tahun 2022 di Gereja Purbayan, Solo
Foto: Tara Wahyu NP/detikJateng
Perayaan Natal bagi Yovita terasa istimewa. Bukan hanya karena bisa berjumpa dengan sanak saudara. Ia juga bisa mengenang momen masa kecilnya sewaktu masih tinggal di Malang. Saat ibadah Natal di gereja, Yovita kerap kebagian tugas memainkan pentas drama tentang kelahiran Yesus.
“Aku dulu kebagian peran jadi Bunda Maria, ibunya Yesus, sampai dua tahun berturut-turut,” kenang Yovita. Seiring bertambahnya usia dan kesibukan, peran itu digantikan orang lain.
Keluarga neneknya Yovita juga punya tradisi open house saat hari raya Natal. Open house ini tidak hanya ditujukan untuk anggota keluarga saja, melainkan juga teman dan tetangga di sekitarnya yang tidak beragama Nasrani.
“Eyang aku banyak temannya. Kalau Natal mereka semua diundang ke rumah. Kalau lebaran giliran eyang yang diundang ke rumah mereka,” cerita Yovita. Di hari Natal, Yovita dan keluarganya akan pergi ke gereja. Setelah menyelesaikan segala agenda perayaan di sana. Yovita dan keluarga saling melepas rindu dan bermaaf-maafan. Selanjutnyaa giliran mereka menyantap aneka hidangan yang sudah tersedia di rumah.
“Makanan yang disajiin eyang kayak perayaan pada umumnya. Ada rawon, bakso malang dan rujak cingur yang aku kangenin banget.”
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho