Ilustrasi: Edi Wahyono
Senin, 19 Oktober 2022Rasanya dunia Fuad Hamdan runtuh saat mengetahui ibu yang ia sayangi divonis mengidap penyakit kanker payudara stadium lanjut. Lebih menyakitkan lagi saat Fuad mengetahui bahwa selama ini ibunya berusaha menutupi perihal kondisinya itu. Adik perempuan Fuad, Septi Wahyuningtyas, yang pertama kali menaruh kecurigaan terhadap ibunya. Ibu Fuad adalah orang yang periang dan banyak bicara. Tapi suatu waktu, ia terlihat lemas, pucat, dan tidak nafsu makan.
“Kalau ditanya 'ibu kenapa?' Dijawabnya cuma 'masuk angin doang'. Diajak ke dokter juga nggak mau. Ibu saya ini memang tipikal orang yang takut bikin orang lain khawatir,” ungkap Fuad saat dihubungi detikX.
Kecurigaan semakin menjadi-jadi saat Septi beberapa kali menemukan tissue penuh darah di sekitar tempat tidurnya. Saat ditanya, ibunya yang sudah lima tahun pensiun dari profesinya sebagai guru SD ini kembali memberikan jawaban enteng. Begitu mengetahui kabar ini, Fuad dan Septi segera membawa ibunya ke sebuah poli onkologi di rumah sakit swasta.
Berbagai tindakan dilakukan seperti uji lab, USG dan rontgen, selanjutnya dokter memberikan surat rujukan tindakan biopsi. Saat tindakan rontgen dilakukan, Fuad dan Septi begitu kaget saat mendapati benjolan di payudara ibunya. Hatinya semakin tak karuan. Benar saja, hasil biopsi itu adalah Ca Mammae alias kanker payudara. Air mata mereka tak terbendung lagi.
Ilustrasi seorang ibu yang sudah lanjut usia
Foto: Isabel Infantes/Reuters
“Selama ini kita kurang perhatian sama ibu. Ngiranya ibu sehat-sehat aja, tapi ternyata enggak. Kan kalau dideteksi lebih dini mungkin kondisi ibu saya nggak akan separah ini,” ucap Fuad dengan penuh sesal. Ayah Fuad sendiri sudah meninggal sejak ia masih kecil karena penyakit jantung.
Prosedur kemoterapi pertama segera dilakukan. Selama di rumah sakit, Fuad dan Septi sementara bergantian jaga. Sebelum kemoterapi dilakukan, ibunya menerima empat kantong transfusi darah. Kemoterapi pertama tidak berjalan lancar. Saat perawatan di rumah sakit, kondisi ibunya semakin drop. Kesadarannya sering hilang dan ia semakin mengigau.
Fuad tak pikir panjang saat dokter menyarankan ibunya untuk melakukan terapi target atau targeted therapy di sebuah rumah sakit di Penang, Malaysia. Ia rela meninggalkan pekerjaannya sebagai manajer di sebuah perusahaan ekpedisi demi menemani ibunya berobat. Sebuah mobil dan rumah yang sudah Fuad persiapkan kelak ketika menikah ia jual demi memenuhi kebutuhan ibunya.
“Saya nggak mikir dua kali. Yang ada di otak saya saat itu ibu harus sembuh bagaimana pun caranya,” tuturnya. Setelah berdiskusi dengan adik perempuannya, diputuskan Fuad yang berangkat menemani ibunya. “Ibu saya udah lemas sekali, nggak bisa jalan sendiri. Saya yang ke mana-mana harus gendong ibu.”
Selama dua tahun, Fuad menjadi perawat pribadi untuk ibunya. Setiap hari tugas Fuad adalah memandikan, menyuapi, mencuci, mengganti pampers dan menemani ibunya melakukan terapi. Selama di sana, Fuad menemani ibunya melewati masa-masa sulit. Ia pula yang membantu menenangkan ibunya di saat pengobatan tak mempan menangkal rasa sakit.
Ilustrasi
Foto: Getty Images
“Saya malah bersyukur sekali dapat kesempatan merawat ibu. Saya sama sekali nggak pernah berpikir kalau merawat ibu yang sakit malah jadi beban. Justru saya merasa hubungan saya sama ibu menjadi lebih dekat dari sebelumnya,” kata pria berusia 37 tahun ini.
Tidak ada yang lebih membahagiakan dari pada melihat ibunya sehat lagi. Jika sebelumnya ibu Fuad tak bisa berjalan sendiri, perlahan ia bisa berdiri untuk ke toilet sendiri meski di bawah pengawasan Fuad.
Kombinasi antara curahan kasih sayang melimpah yang diberikan Fuad kepada ibunya, serta semangat hidup ibunya yang masih teramat tinggi membuat ibunya segera pulih. Ibu Fuad sering mengoceh tentang betapa rindunya ia memasak ketupat beserta lauk pauknya di momen idul fitri.
Benar saja, Idul Fitri tahun kemarin, Fuad dan ibunya sudah kembali ke Indonesia dan bisa berkumpul bersama keluarga. Meski Fuad belum mengizinkan ibunya kembali memasak di dapur, tapi setidaknya keceriaan yang pernah terenggut dari wajah ibunya kini telah kembali.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho