Ilustrasi: Edi Wahyono
Minggu, 13 November 2022Begitu pesawat mendarat di Bandar Udara Internasional Changi, Singapura, rasa kantuk yang sedari tadi menggelayut karena penerbangan di pagi hari hilang seketika. Rasanya tak sabar ingin segera menjelajahi setiap sudut di Kota Singa itu. Apalagi perjalanan ini merupakan kali pertama setelah pandemi COVID-19.
Namun, melakukan perjalanan ke Singapura di masa pandemi COVID-19 juga sempat membuat saya was-was. Apalagi virus varian terbaru XBB Omicron sudah masuk ke Singapura dan bahkan menjadi penyebab dominan infeksi virus corona di sana.
Ternyata negara yang terkenal karena kedisiplinannya itu malah sangat woles alias nyantai. Sejak tanggal 1 April 2022, turis yang berkunjung ke Singapura dan sudah divaksinasi lengkap seperti saya tak lagi diwajibkan untuk melakukan tes PCR COVID-19 dan karantina.
Proses imigrasi dan kedatangan di bandara pun tidak seribet dan semenakutnya yang saya kira. Saya hanya diminta untuk mengisi kartu kedatangan SG Arrival Card (SGAC) yang bisa dilakukan tiga hari sebelum kedatangan. SGAC merupakan pernyataan sederhana tentang detail perjalanan dan kesehatan.
Sebelum memasuki arrival hall, saya hanya diminta membuka masker dan memindai dua jari. Di Singapura, kebanyakan warganya sudah tidak lagi mengenakan masker. Kebijakan menggunakan masker hanya berlaku di area tertutup dan di dalam transportasi publik seperti MRT atau bus.
Salah satu sudut Singapura
Foto: Melisa Mailoa/detikX
Setelah proses imigrasi selesai, barulah perjalanan saya selama empat hari di Singapura dimulai. Saya sudah menanti-nanti momen untuk bisa berfoto ria di Jewel Changi yang letaknya ada di Terminal 4. Bandara Changi semakin bersinar setelah Jewel Changi dibuka untuk umum pada April 2019 silam.
Fotonya sudah ramai wara-wiri di sosial media saya. Tapi baru kemarin saya bisa berkunjung ke sana. Daya tarik utamanya adalah air terjun HSBC Rain Fortex yang jatuh dari ketinggian 40 meter dan menjadikannya air terjun dalam ruangan terbesar di dunia.
Spot foto di sini ada banyak sekali. Seperti di Shiseido Forest Valley atau di dekat area makan di level tertinggi. HSBC Rain Fortex terlihat sangat jelas dan megah dari atas sana. Jewel Changi di malam hari pun tak kalah menarik. Ada pertunjukan Light & Sound gratis yang digelar sebanyak lima kali dalam sehari. Sayangnya karena saya tiba di Singapura pagi hari, saya terpaksa melewatkannya.
Meski sudah memasuki musim penghujan, hari pertama di Singapura malah disambut dengan matahari yang panasnya luar biasa terik. Sehabis jalan kaki dari MRT Bayfront, stasiun MRT terdekat menuju Marina Bay Sands, baju saya basah kuyup mandi keringat.
Agenda kali ini adalah temu kangen dengan ikon Singapura yang terkenal, si patung ikan berkepala singa. Walaupun di tahun 2018 saya pernah mengunjungi dan berswafoto di Merlion Park, tak lengkap rasanya jika saya tak kembali ke sini.
Pameran Avatar The Experience di Garden by The Bay
Foto: Melisa Mailoa/detikX
Meski cuacanya begitu panas, halaman Marina Bay Sands justru disesaki oleh turis dari berbagai macam negara. Sejak saya menginjakan kaki di Singapura, tak sulit buat saya untuk menemukan turis asal Indonesia. Sejak lama, Singapura telah menjadi tujuan wisata popular orang Indonesia. Bahkan menurut data dari Singapore Tourism Board, tahun 2019, jumlah kedatangan wisatawan dari Indonesia mencapai 3.1 juta kunjungan, dan menempati urutan ke dua setelah turis dari Tiongkok.
Ketika Indonesia dan Singapura sepakat membuka perbatasan untuk turis, antusiasme orang Indonesia untuk melancong ke sana begitu tinggi. Singapura bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa besarnya jumlah turis dari Indonesia akan menjadi kunci membangkitkan ekonomi negeri singa tersebut, ketika pandemi sudah selesai. Sebelum meninggalkan patung singa, saya menyempatkan diri berbincang dengan seorang turis asal Batam yang berangkat ke Singapura menggunakan kapal feri.
Tujuan utama perjalanan saya kali ini adalah mengunjungi Gardens by The Bay, sebuah ruang terbuka hijau dan taman kota terbesar di Singapura yang memiliki luas sekitar 101 hektar. Destinasi wisata ini pun sudah pernah saya kunjungi sebelumnya. Tapi kali ini berbeda. Setelah 10 tahun Gardens by The Bay dibuka untuk umum, baru kali ini salah satu konservatori berpendingin yang ada di dalamnya yaitu Cloud Forest mengalami perombakan besar-besaran.
Di Garden by The Bay, tepatnya salah satu dome yaitu di Cloud Forest, sedang berlangsung pameran Avatar The Experience. Event ini digelar dalam rangka menyambut kembali sekuel film Avatar berjudul, "Avatar: The Way of Water." Hampir 13 tahun sejak pemutaran perdana film Avatar yang bergenre science fiction ini. Sebagai penggemar film Avatar, tentu pameran ini tidak boleh dilewatkan.
Jika dirupiahkan, harga tiket masuk ke Cloud Forest berikut Flower Dome untuk wisatawan mancanegara dibandrol dengan harga hampir Rp 600 ribu. Cukup mahal memang, apalagi, seingat saya di tahun 2018, tiket masuk ke kawasan Garden by The Bay ini dijual dengan harga Rp 250 ribu saja. Tapi saya rasa uang yang dikeluarkan sebanding dengan pengalaman menikmati langsung memasuki dunia Avatar yang tidak akan saya temukan di tempat lain.
Banyak warga Singapura yang kini melepas masker, dan hanya mengenakannya ketika di ruangan tertutup
Foto: Melisa Mailoa/detikX
Jika diperhatikan, Cloud Forest memang cocok dijadikan latar tempat di mana "Avatar: The Experience" dibangun. Air terjun dalam ruangan serta ‘bukit’ buatan yang dipenuhi tanaman dari seluruh dunia serta jembatan layang yang dikelilingi kabut membuat Cloud Forest memiliki kesan magis. Seolah-olah saya sedang berada di Pandora, sebuah bulan fiksional di galaksi Alpha Centauri yang menjadi latar belakang dunia Avatar.
Apalagi di setiap sudut Cloud Forest banyak ditemukan makhluk mistis dan tumbuhan misterius. Kita bahkan bisa bertemu dan berfoto dengan Banshee, salah satu makhluk mistis yang tinggal di dunia Avatar. Event ini hanya berlangsung hingga 31 Maret 2023, jadi jangan sampai kelewatan.
Selepas memasuki dunia Avatar, saya melipir ke kawasan Tanjong Pagar. Saya ingin mencicipi roti khas Hongkong yaitu Champion Bolo Bun, yang lagi happening di Singapura. Champion Bolo Bun digadang-gadang sebagai Pinneaple Bun terenak di Singapura. Tak heran jika antrian pembeli seakan tak ada habisnya.
Meski memakai nama nanas, uniknya jenis pastry yang satu ini tidak sama sekali menggunakan nanas sebagai bahan utamanya. Ciri khas Bolo bun adalah lapisan luar rotinya yang berwarna coklat keemasan dan terasa renyah begitu digigit Sedangkan bagian dalam rotinya sangat lembut seperti kapas, ditambah lelehan butter di bagian tengahnya. Champion Bolo Bun hanya menjual empat variasi Bolo Bun yaitu Classic ($4.50 atau Rp 51 ribu), Classic with Butter ($5 atau Rp 57 ribu), Curry Potato ($6 atau Rp 67 ribu) dan Mini ($4.50 atau Rp 51 ribu).
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho