INTERMESO

Tinggal Satu Atap dengan 'Penghuni' Lain

Asalkan hunian yang ditawarkan murah dan strategis, tinggal di rumah angker pun tak jadi masalah.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Minggu, 2 Oktober 2022

Di tahun 2017, tawaran untuk menyewa rumah dengan harga miring datang kepada Deisy Kumala. Sebuah rumah satu lantai dengan luas bangunan sebesar 50 meter persegi di Grogol, Jakarta Barat. Rumahnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk ditinggali suami dan anaknya yang masih balita.

“Waktu itu ada teman nawarin ambil over kontak. Penyewa sebelumnya nggak sampai enam bulan udah angkat kaki, karena harga sewanya jauh di bawah harga pasaran. Ya udah saya ambil aja. Kebetulan tempat kerja saya dekat sama rumahnya,” ucap karyawan swasta di sebuah bank ini.

Seinget saya harganya nggak sampai Rp 30 juta per tahun. Saya langsung tertarik. Kebetulan masa sewa di rumah sebelumnya sudah mau habis.”

Deisy sendiri tak percaya hal-hal mistis, tapi pandangannya berubah ketika pertama kali menginjakan kaki di rumah itu. Ketika pertama kali berkunjung untuk melihat kondisi rumah, Deisy seolah merasakan hawa tidak biasa.

“Posisi rumahnya kebetulan tusuk sate. Anehnya di luar tuh lagi panas banget. Tapi di dalam rumah dingin dan agak lembab rasanya,” cerita Deisy. Ditambah lagi pencahayaan yang kurang baik membuat kondisi di dalam rumah gelap.

Namun, dengan berbagai pertimbangan, Deisy memboyong keluarganya dan akhirnya pindah ke rumah itu. Toh pada dasarnya Deisy tidak terlalu peduli dengan hal mistis. Apalagi jika rumah horor yang dimaksud berada di tengah kota dan harga sewanya masih pas di kantong.

Benar saja, setelah satu bulan mengontrak, Deisy mulai mengalami kejadian tidak masuk dinalar. Samar-samar dari arah dapur, Deisy mendengar suara tangisan seorang perempuan. Tapi begitu Deisy mengecek asal suara itu, wanita berusia 35 tahun ini tidak menemukan apa pun. Saat malam tiba, anaknya yang masih berusia 1 tahun menjadi rewel dan sering menangis.

Ilusrasi bangunan bersusun yang angker
Foto: Yuda Febrian/detikcom

“Anak aku biasanya anteng, lho, padahal. Begitu pindah ke rumah itu susah tidur, nangis terus. Kalau nggak digendong nggak mau tidur,” cerita Deisy. Begitu pula dengan suara perempuan di tengah malam, suami Deisy juga beberapa kali pernah mendengarnya.

Tak sampai enam bulan, lagi-lagi rumah itu ditinggal oleh penyewanya. Deisy akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah itu. Uang sewa yang telah ia bayar pun hangus. Ia tak tega melihat anaknya rewel tak karuan. Anaknya bahkan sampai harus dirawat di rumah sakit karena demam yang sempat tak kunjung turun.

Belakangan setelah keluar dari rumah itu, Deisy baru mendengar kasak-kusuk dari para tetangga. “Ada yang bilang dulunya di rumah itu jadi tempat pesugihan, pernah ada perempuan yang bunuh diri. Saya nggak tahu mana yang benar, tapi yang penting saya udah nggak mau di sana lagi, kasian anak saya,” ucapnya.

Berbekal pengalaman tak menyenangkan itu, kini Deisy lebih teliti dalam menyewa rumah. Selain lokasi strategis, bebas dari gangguan mistis menjadi salah satu kriterianya. “Saya dan suami yang lebih kuat secara fisik dan psikis mungkin nggak masalah ya. Tapi kalau sampai mengorbankan keselamatan anak saya, saya nggak mau juga.”

Beda lagi cerita Okky Aditya. Sudah tahu apartemen yang dihuninya horor, tapi ia tetap saja ngotot tinggal di sana sendirian. Okky lebih suka tinggal di hunian angker sekalipun dari pada seatap dan menumpang di rumah orang tuanya.

“Dari sejak kuliah gue udah bertekad buat hidup mandiri. Jadi sejak udah punya penghasilan mulai nyicil buat beli apartemen,” ucap Okky yang bekerja freelance di bidang fotografi ini. Akhirnya Okky menyicil sebuah apartemen di daerah Jakarta Barat berukuran 30 meter persegi. Apartemen itu dijual dengan harga di bawah Rp 200 juta.

Ilustrasi bagian dalam bagunan yang angker
Foto: Esti Widiyana/detikcom 

Sebelum memutuskan untuk menyewa apartemen itu, Okky sudah sering mendengar cerita-cerita mistis di apartemen itu. Bahkan beberapa ulasan di internet yang beredar sampai melabeli hunian itu sebagai apartemen angker. Tapi hanya apartemen itu yang sesuai dengan budget Okky yang pas-pasan.

Gue, sih, tipe orang yang rasional, ya. Malah, menurut gue faktor ekonomi lebih nyeremin dari pada faktor mistis. Mendingan gue tinggal sendiri di apartemen berhantu dari pada masih numpang sama orang tua,” kata Okky yang sudah tiga tahun tinggal di apartemen itu.

Okky seakan tak peduli dengan ‘penghuni’ lain yang kerap mengetok pintu apartemennya di tengah malam. Begitu juga dengan penampakan melintas di saat Okky sedang sibuk meeting online dengan kliennya.

“Paling dalam hati gue suka ngomong ‘jangan ganggu gue lagi kerja, nih.’ Habis itu nggak lama mereka hilang,” kata Okky.

“Kita kan beda alam. Gue juga nggak ada niat buat ganggu mereka. Dan, yang penting mereka juga nggak ganggu. Beda cerita kalau misalkan mereka udah membahayakan keselamatan gue,” ujarnya. Okky mungkin jadi satu-satunya penghuni apartemen yang betah tinggal di sana.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE