INTERMESO
“Kata-kata yang tidak pernah saya dan nggak bakal mungkin bisa saya dengar dari orangtua saya sendiri. Makasih, bu. Adem saya dengernya.”
Ilustrasi: Edi Wahyono
Sabtu, 3 September 2022Suara lembut nan merdu seorang wanita paruh baya menyapa Riska. “Hai nak… Lagi capek ya? Lelah banget?” ucap sosok itu dengan senyum penuh makna. Entah sihir apa yang merasuki Riska, sepotong kalimat itu tiba-tiba saja membuat air matanya jatuh bagai air bah. “Istirahat boleh, nangis juga boleh. Banyak nangisnya juga nggak apa-apa,” ucap wanita itu lagi, mengajak Riska untuk menerima dan menikmati luapan emosinya.
Wanita itu pun seakan tahu isi pikiran Riska, yang belakangan ini sedang kalut dipenuhi banyak masalah. “Jangan menyerah, perjalananmu masih panjang dan di depan sana ada hal asyik dan keren nungguin kamu, okey? Semangat, ya, Nak, kamu pasti bisa. Ini akan terlalui segera,” ucap wanita berusia 60 tahun itu dalam sebuah video yang diunggahnya melalui aplikasi TikTok.
Reda Gaudiamo merupakan wanita di balik pembuat video berisi pesan kehidupan dengan suara meneduhkan itu. Di TikTok, Reda berhasil menyentuh jiwa-jiwa yang lama tak mencicipi hangatnya kasih sayang ibu. “Bu, boleh peluk nggak? Terakhir kali aku dipeluk pas masih kecil. Padahal bebanku lebih berat ketika dewasa,” tulis seorang pengguna TikTok di kolom komentar. “Kata-kata yang tidak pernah saya dan nggak bakal mungkin bisa saya dengar dari orangtua saya sendiri. Makasih Bu. Adem saya dengernya.”
Begitulah akhirnya Reda menjadi sosok ibu bagi 312 ribu orang yang sejauh ini sudah mengikuti akunnya @reda.gaudiamo. Riska pun merupakan salah satu pengikutnya. Panggilan 'Mak', 'Bunda', 'Mama' atau 'Ibu' sering kali disematkan kepadanya.
Konten video itu awalnya memang sengaja ia buat untuk disampaikan kepada anak perempuannya yang sudah delapan tahun bekerja di Jepang. Anak Reda tinggal di kota kecil bernama Wakayama. Ia bekerja sebagai pengajar Bahasa Inggris di sebuah institusi pendidikan. Namun, sejak tahun 2019 sampai sekarang, Reda belum sempat berjumpa lagi dengan dia. Selama menjalani LDR alias long distance relationship itulah Reda merasa sulit berkomunikasi dengan anaknya.
Reda Gaudiamo dalam sebuah penampilan di YuoTube
Foto: YouTube
“Kalau telfonan sukanya malam-malam. Dia juga udah capek kan seharian kerja, jadi nggak bisa ngobrol banyak. Belum lagi perbedaan waktu dua jam yang bikin kita makin susah komunikasi,” ucap Reda kepada detikX. Kebetulan anak Reda memiliki akun TikTok. Reda kepikiran untuk menuangkan nasehat dan pesan-pesan kepada anaknya melalui TikTok. “Saya bikin video aja deh di TikTok. Supaya kapan pun dia mau lihat, dia bisa buka. Tanpa harus ada waktu tertentu yang akan membangunkan dia.”
Reda lantas membayangkan masalah apa saja yang mungkin tengah dihadapi oleh seorang putri berusia 30 tahun. Lalu ia membuat rekaman berisi pesan, dukungan dan nasehat yang selayaknya diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya. Setiap video ia tandai dengan sebuah hastag #BuatNak. Reda tak menyangka, pesan yang sejatinya ia buat khusus untuk anaknya itu malah menyentuh banyak hati.
“Saya betul-betul nggak menyangka bahwa konten yang saya buat itu akan nyambung ke teman-teman muda, karena saya merasa bahwa itu lebih pesan personal buat anak saya,” katanya. “Oh, ternyata masalahnya yang dihadapi mirip-mirip, ketakutan dia, kecemasan dia dihadapi oleh banyak anak dan bahkan tidak hanya seusia dia tapi juga lebih muda atau lebih tua.”
Dari hanya sekedar video yang tak sengaja lewat di laman FYP atau For You Page mereka, hubungan Reda dan para 'anak angkatnya’ kini malah terjalin lebih erat. Mereka tak sungkan menjadikan Reda sebagai tempat curhat. Mereka berkeluh kesah kepada Reda sebagaimana mereka ingin bercerita kepada orangtuanya. “Banyak hal dari curhatan mereka yang saya rasa, kalau mereka dekat sama orang tua, mungkin sebagian problem mereka akan teratasi sedikit,” ucapnya.
Suatu kali ada seorang anak perempuan yang akan merayakan ulang tahunnya ke-17. Anak ini curhat kepada Reda. Ia sedih karena ibunya begitu membenci dan kerap menghina tampilan fisik anaknya sendiri. Ibu dari sang anak ini tak suka melihat rambut anaknya yang ikal. Ia juga menyuruh anaknya menggosok kulit sawo matangnya dengan sabuk pencuci piring supaya katanya terlihat lebih putih. Entah apa si ibu ini tengah bercanda atau tidak, tapi yang jelas anaknya teramat sakit hati. Ia menumpahkan segala kekesalannya kepada Reda.
Berbagai macam aplikasi untuk pembuatan konten yang dilakukan tak hanya anak muda, namun orangtua.
Foto : Getty Images
“Saya ngerasa di umur mereka yang begitu muda, kenapa hari-harinya berat, ya? Rasanya pengen pegang tangan dan peluk mereka. Saya suka gemes pas tahu kalau problem mereka timbul dari orangtua,” imbuh Reda. Ia juga ingin membuat konten khusus ditujukkan kepada para orang tua. “Saya kepengen banget ngobrol sama orangtuanya, supaya mereka mau mencintai anak sebagai anak. Bukan mencintai mereka sebagai aset atau produk.”
Beberapa kali Reda juga kerap membuat konten berisi lantunan petikan gitar yang ia mainkan. Suara jentikan senar gitar beradu silang dengan suara vokalnya yang merdu. “Que sera sera, whatever will be will be, the future’s not ours to see, que sera sera, what will be will be,” Reda melantunkan lagu yang diambil dari literasi Bahasa Spanyol.
Di dunia seni, Reda dikenal sebagai seorang seniman yang terkenal dengan musikalisasi puisi. Salah satu musik puisi yang dibuatnya dan sudah diterbitkan dalam bentuk album diambil dari puisi sastrawan Sapardi Djoko Damono. Setelah Reda pensiun dari sebuah perusahan migas asal Prancis, Reda ingin fokus di bidang musik. Reda bahkan sudah berencana untuk mengadakan tur keliling Asia bersama partnernya Ari Malibu. Namun, sayang, sebelum mimpi itu terwujud, Ari meninggal di tahun 2018 karena kanker kerongkongan. Siapa sangka, semesta malah membawa Reda menjadi ‘ibu’ bagi ratusan orang di TikTok.
“Saya berharap akun saya berguna buat anak-anak itu. Supaya bisa menguatkan mereka Ketika mereka merasa nggak punya teman mereka bisa menemukan orang lain di luar lingkungan mereka yang mau dengerin, yang mau jadi mau teman mereka. Paling tidak jadi tempat menumpahkan apa yang mereka rasa, itu, sih,” ujar Reda.
Reporter: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho