INTERMESO

Kala Orang Indonesia Paling Malas Jalan Kaki

Selain jalan kaki di trotoar takut tersambar motor atau nyemplung ke dalam got, sebagian karena suhu panas dan polusi udara.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Sabtu, 6 Agustus 2022 

Kania Irma menjerit tak keruan saat ibunya mengoleskan minyak gosok ke kaki sebelah kanan. Tanpa rasa iba barang sedikit pun, pijatan demi pijatan dilancarkan pada mata kakinya yang membengkak. Demi mengurangi rasa sakit ini, Kania menyumpahi trotoar jalan yang telah membuat kaki kanannya membesar bak kaki gajah.

Emang sialan banget, tuh, trotoar. Sumpah, kaki gue sakit banget. Gue beneran nangis kayak orang gila, pas, dipijitin sama nyokab,” ucap Kania masih kesal jika mengingat kejadian itu.

Kejadian ini bermula saat Kania berangkat ke kantor. Pagi itu entah kenapa bus TransJakarta yang ditumpanginya datang terlambat. Akibatnya perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan keuangan ini jadi diburu waktu. Biasanya sehabis turun di Halte Kuningan Madya, perjalanan menuju Gedung Wirausaha ia lanjutkan dengan berjalan kaki. Jaraknya terhitung sangat dekat, bahkan tak sampai satu kilometer.

Tapi sialnya saat itu Kania tidak tahu kalau sedang ada perbaikan pipa jalan. Tak ingin uang makannya dipotong karena terlambat absen, Kania setengah berlari. Kania tidak sadar jika di depannya ada lubang drainase yang belum selesai diperbaiki. Lubang itu dibuka begitu saja tanpa penutup, pun tak ada papan pemberitahuan atau semacamnya agar pejalan kaki lebih waspada. Tanpa sadar, kaki sebelah kanan Kania nyemplung ke dalam lubang yang dalamnya sekitar setengah meter.

“Kaki gue yang kanan masuk ke dalam lubang itu. Persis mata kakinya nabrak dinding drainase. Sakitnya itu sampai ke ubun-ubun. Lebih parah dari jari kelingking kaki gue yang nggak sengaja ketabrak pintu,” ucap Kania mencoba menjabarkan rasa sakitnya.

Meski sebagian trotoar di Jakarta sudah diperbaiki, namun seringkali dijadikan tempat parkir kendaraan, sehingga mengganggu pejalan kaki.
Foto: Andhika Prasetya/detikcom

Sambil menahan rasa malu, Kania mencoba bangkit lagi. Ia bahkan masih kepikiran untuk lanjut bekerja meski kakinya pincang sebelah. “Karena masih nyut-nyutan akhirnya gue langsung pulang mesen taksi. Nyokab sampai heran lihat gue pulang, kok, posisinya celana yang gue pakai udah nggak keruan kotornya. Mana bau got lagi,” imbuh Kania.

Perkara tak ingin terlambat, Kania malah istirahat total di rumah. Belum lagi ia harus Keluar uang untuk berobat ke dokter karena memarnya tak kunjung hilang. Memang salah Kania karena kurang awas. Tapi, lubang-lubang seperti ini kerap ditemui di trotoar kota besar Indonesia. Bak jebatan Batman yang kapan saja siap memakan korban.

“Berasa kayak lagi main Mario Bros. Masa jalannya harus sambil loncat-loncat buat hindarin lubang? Nggak heran, kan, kalau orang jadi pada malas jalan kaki? Apalagi yang kayak gue, udah trauma duluan karena pernah jatuh,” kata Kania.

Kania mencontohkan kunjungan yang ia sering lakukan ke mall terdekat dari kantornya, yaitu Plaza Festival. Menurut arahan Google Maps, perjalanan ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 13 menit. Alih-alih berjalan kaki, Kania biasanya memesan ojek online atau jika ingin berhemat ia naik TransJakarta.

“Bukan cuma gue, sih, sebenarnya.Anak-anak kantor di sini pada malas jalan kaki. Apalagi sejak ada ojek online. Makin nggak pernah jalan kaki ke luar,” ungkapnya.

Sewaktu Richard Johnson tinggal di Singapura di tahun 2013 sampai tahun 2017, jalan kaki menjadi salah satu aktivitas favoritnya. Padahal, dulu saat ia masih tinggal di Surabaya, boro-boro jalan kaki. Ia bahkan jarang keluar rumah jika tak perlu amat.

Perubahan gaya hidupnya di Singapura sebagai mahasiswa di Nanyang Technological University membawa perubahan pada bentuk tubuhnya. Karena setiap hari Richard pasti jalan kaki, ditambah upayanya menghemat biaya hidup yang supermahal, ia sampai turun berat badan sebanyak 10 kilo gram.

“Kalau di sana kita memang dipaksa buat jalan kaki. Mau naik taksi mahal banget. Punya kendaraan pribadi buat saya jelas nggak mungkin. Kan opsinya mau nggak mau ke mana-mana pergi naik MRT atau bus,” tuturnya.

Jangan samakan Indonesia dengan singapura. Meski sama-sama negara beriklim tropis, akses untuk pejalan kaki begitu nyaman dan mudah. Pejalan kaki di negeri singa itu begitu dimanjakan dengan trotar lebar dan bersih. Pohon-pohon besar dan tinggi meneduhi trotoar. Ditambah lagi bangunan asri dan cantik ikut memperindah pemandangan dan sangat mendukung perjalanan.

Potret karyawan kantor berjalan kaki di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta Pusat 
Foto: Grandyos Zafna/detikcom 

Tentunya pemandangan sangat kontras bagi trotoar di Indonesia. Jika sedang apes seperti Kania, bisa-bisa kita terperosok ke dalam lubang atau terserempet pengendara motor yang mengambil alih trotoar. Kebanyakan trotoar di Jakarta misalnya, sudah menjadi lapak bagi para pedagang kaki lima.

Begitu kembali ke Indonesia dan bekerja di salah satu perusahaan multinasional, gaya hidup Richard kembali berubah. Ia tidak lagi berjalan sebanyak 10 ribu langkah setiap harinya. Pernah sekali ia mencoba jalan kaki sejauh 1,5 kilometer di trotoar daerah Senopati, Jakarta Selatan, sebelum direnovasi. Saat itu Richard hendak menemui kliennya di sebuah kafe.

“Ah, biasanya di Singapura saya juga ke mana-mana jalan. Masa ini cuma 1,5 kilometer doang mau naik mobil?” begitu pikirnya. Rupanya begitu sampai di kafe, penampilan Richard tak karuan. Kemejanya basah karena kucuran keringat, badan bau dan lepek karena polusi asap kendaraan bermotor.

“Saya sampai nggak enak sama kliennya. Takutnya dia nggak nyaman karena lihat penampilan saya udah kacau duluan,” kata Richard yang melepas gerah dengan memesan es lemon tea. Seharian Richard jadi tidak nyaman karena bau keringat yang masih menempel di bajunya.

Apapun faktor penyebab yang membuat orang Indonesia terutama yang tinggal di kota besar malas jalan kaki, Indonesia terlah tercatat memegang peringkat pertama sebagai negara paling malas jalan kaki. Peringkat ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Stanford University pada tahun 2017. Menurut penelitian itu, rata-rata orang Indonesia hanya berjalan kaki 3.513 langkah per hari, jauh lebih sedikit dibanding catatan global yaitu rata-rata 5.000 langkah per hari.

Data dikumpulkan dari 700.000 orang yang menggunakan aplikasi pemantau aktivitas pada telepon seluler mereka. Hasilnya, Hongkong menduduki peringkat pertama di dunia dengan Langkah terbanyak yaitu 6.680 langkah per hari. Disusul oleh China dengan catatan 6.189 langkah perhari. Sedangkan Singapura menempatiperingkat sembilan di antara 46 negara dengan mencatat rata-rata 5.674 langkah per hari.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE