INTERMESO

Mengapa Harus Kampus Negeri

Demi bisa kuliah di universitas negeri favorit, calon mahasiswa yang gagal SBMPTN ini rela ‘menganggur’.

Foto: Ilustrasi kuliah (Shutterstock)

Minggu, 24 Juli 2022

Dunia Rio Wahyu Nugraha runtuh bersamaan dengan keluarnya pengumuman SBMPTN 2022 akhir Juni lalu. Nilai ujian Rio tidak mencukupi untuk masuk ke perguruan tinggi negeri atau PTN pilihannya yaitu, Institut Teknologi Bandung (ITB). Suasana hati Rio sontak berubah kacau. Keluarga dan kerabat yang semula teramat mendukung Rio kini malah mulai meragukan Rio. Memang sejak lama, orang tua Rio sangat menginginkan anak-anaknya berkuliah di PTN. Namun, kini mereka malah tidak yakin jika Rio akan berhasil ketika mengulang kembali di SBMPTN tahun depan.

“Mereka pada bilang udah saya nyerah aja. Mungkin saya terlalu ambisius, tapi otaknya nggak nyampe. Sakit, sih, rasanya digituin. Sampai saya mikir, buat apa saya berjuang lagi kalau nggak ada yang mendukung saya?” imbuh Rio sempat ingin membuang cita-citanya untuk kuliah di ITB.

SBMPTN atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri merupakan salah satu jalur penerimaan mahasiswa ke PTN. Ujian seleksi ini bukan perkara mudah. Para calon mahasiswa harus bersaing dengan ratusan ribu orang dari seluruh Indonesia dan diseleksi secara ketat. Tapi, begitu berhasil melampauinya, ada rasa kebanggaan tersendiri yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Bagi yang gagal lantas menyerah kemungkinan akan memilih opsi kedua, yaitu melakukan pendaftaran mandiri di PTS atau perguruan tinggi swasta. Kakak dan sepupu-sepupu Rio banyak yang sudah diterima di PTN. Rasanya tak sudi Rio menelan mentah-mentah omongan mereka begitu saja.

“Posisi saya tertekan banget karena kakak saya yang paling tua sekarang di Unpad. Sepupu saya juga banyak yang di ITB. Ditambah lagi saya kan lulusan SMA negeri, masa kuliahnya malah ngambil swasta?” katanya.

Kampus Institut Teknologi Bandung.
Foto: Istimewa

Keputusan Rio untuk mengambil waktu jeda selama setahun atau istilahnya gap year sebelum kembali mengikuti SBMPTN sudah bulat. Bagi Rio, tak masalah harus ‘menganggur’ selama setahun asalkan bisa diterima di PTN pilihannya. Setiap orang pun diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengikuti SBMPTN sejak lulus SMA.

Untuk itu, Rio kembali harus mengikuti bimbel dan berbagai tes try out. Di saat tak ada lagi orang di rumah yang mendukungnya, hanya suara indah Tulus, penyanyi favorit Rio, yang setia menemani Rio melewati malam belajar yang panjang. Kau bisa lumpuhkan tanganku, tapi tidak mimpi-mimpiku. Kau bisa runtuhkan jalanku, Kan ku temukan jalan yang lain. Begitu penggalan lirik dari lagu berjudul "Manusia Kuat" yang dirasa kini sangat sesuai dengan kondisi Rio saat ini.

“Tetangga saya ada pada heran, kok, saya tes sana sini, tapi belum kuliah-kuliah. Biarin ajalah. Saya senyumin aja,” ucap Rio yang sampai kini tak pernah absen dari 'buku wangsit' berisi soal-soal matematika. “Masuk swasta pun dinyinyirin sama mereka. Soalnya yang masuk negeri kesannya pinter, karena orang di sini mikirnya kalau negeri tes masuknya susah. Padahal PTS juga ada seleksinya.”

Selama menjalani gap year, Rio juga sudah berencana untuk bekerja part time sebagai pelayan di sebuah kafe di Bandung. Tujuannya bukan untuk mencari uang, melainkan mencari pengalaman dan mengisi waktu luang di samping belajar. Teman Rio juga ada yang mengisi gap year dengan masuk ke pesantren.

“Alasan kenapa saya masih ngotot masuk ke PTN favorit juga karena jaringan alumninya banyak. Dan mereka sudah menduduki posisi penting di perusahaan sama lembaga negara. Harapan saya nanti cari kerja lebih mudah kayak mereka,” ujar Rio yang berencana mendaftar untuk jurusan Teknik Pertambangan dan Perminyakan ini.

Peserta Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, tahun lalu.Foto
Foto : Siti Fatimah/detikcom

Kuliah di kampus negeri juga menjadi incaran Irwan. Biaya yang lebih terjangkau dibandingkan di PTS menjadi alasan utama ia harus masuk ke PTN. Sebab, jika tidak, maka orangtuanya akan kesulitan menanggung biaya kuliah di kampus swasta. Sama seperti Rio, ia pun mengikuti bimbel agar dapat menembus seleksi masuk PTN.

"Aku sebulan mengikuti bimbingan belajar di Yogyakarta dibiayai oleh kakekku. Alhamdulillah, akhirnya keterima di PTN di UNS Solo. Kalau tidak diterima mungkin aku juga harus nunggu kesempatan berikutnya lagi untuk ikut seleksi," kata Irwan saat mengenang perjuangannya masuk PTN sekitar tahun 2000 lalu.

PTN selalu punya daya tarik tersendiri dan menjadi target sasaran dari banyak calon mahasiswa di Indonesia. Fenomena semacam ini tidak hanya terjadi di sini, melainkan di banyak negara terutama Asia. Di Jepang misalnya, ujian masuk ‘PTN’ menyasar kampus bergengsi seperti Universitas Tokyo atau Universitas Kyoto disebut Senta Shiken.

Sementara di China, ada jutaan murid SMA mengikuti ujian gaokao atau disebut China's National College Entrance Examination (NCEE). Seleksi masuk perguruan tinggi ini diklaim sebagai ujian paling ekstrem yang berlangsung selama sembilan jam dan dilaksanakan selama dua hari.

Tes gaokao meliputi empat mata pelajaran, yakni matematika, bahasa Inggris, bahasa China, dan mipa atau soshum. Hasil dari ujian tersebut menjadi satu-satunya syarat diterima universitas di China. Siswa pun hanya diperbolehkan mengikuti ujian ini sebanyak satu kali. Bagi jutaan orang di China yang bukan dari kalangan keluarga pejabat, gaokao adalah tiket untuk naik kelas strata sosial.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE