Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta bakal mengalami penurunan. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan para pengusaha dan memerintahkan Pemprov DKI menurunkan UMP dari Rp 4.641.854 menjadi Rp 4.573.845.
PTUN adalah pengadilan yang berwenang memeriksa perkara hukum administrasi negara. Para pengusaha menggugat Anies karena dinilai melanggar aturan mengenai penetapan UMP 2022. Dalam gugatannya, delapan organisasi serikat pekerja juga menjadi turut tergugat.
Perkara hukum penetapan UMP ini adalah puncak dari tarik-ulurnya angka upah minimum di Ibu Kota. Sejak 2021, buruh dan pengusaha tak satu pandangan


Pada Mulanya Rp 4,4 juta
Awalnya, November 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan kenaikan UMP sebesar Rp 0,85 persen menjadi Rp 4.452.935. Sebelumnya, UMP DKI Jakarta 2021 adalah Rp 4.416.186.
Anies mendasari keputusan itu pada aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.
Diprotes Ribuan Buruh
Namun, keputusan itu menimbulkan reaksi di kalangan buruh. Para buruh keberatan karena kenaikan UMP Ibu Kota hanya sebesar 0,85 persen dari tahun sebelumnya, atau setara dengan Rp 37 ribu . Puncaknya, ribuan buruh pun menggelar demonstrasi dan mendesak Anies merevisi kebijakan tersebut pada 25 November 2021
Saat itu, menggunakan pengeras suara, perwakilan buruh Said Iqbal mendesak Anies mengubah keputusan tersebut dan meminta kenaikan UMP sebesar empat sampai lima persen.
Anies menyerap protes para buruh sambil mengkaji ulang kebijakannya. Hingga akhirnya, Anies memandang kenaikan UMP sebesar 0,85 persen itu tidak masuk akal.
Anies Merevisi Keputusannya
Pada Desember 2021, Anies akhirnya merevisi kebijakan itu. Anies mengubah penetapan kenaikan UMP dari yang semula 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau Rp 4.641.854. Angka ini efektif di Jakarta pada 1 Januari 2022.
Perubahan kebijakan itu didasari pada peningkatan kebutuhan hidup buruh yang terlihat dari inflasi di DKI dengan rata-rata 1,08 persen, dan pertumbuhan ekonomi nasional 2021 sebesar 3,51 persen. Dari variabel itu, Anies pun memberanikan diri membuat keputusan kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1 persen.
"Tahun ini ekonomi sudah bergerak, masa kita masih mengatakan 0,8 persen itu sebagai angka yang pas. Ini akal sehat aja nih, kan, common sense,"
Buruh Girang, Pengusaha Meradang
Keputusan Anies itu membuat buruh girang, tetapi membuat para mengusaha meradang. Asosiasi Pengusaha Indonesia menganggap keputusan itu berdampak buruk pada iklim dunia usaha di Jakarta.
Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani memandang, Anies telah menetapkan UMP secara sepihak selaligus melanggar aturan tentang pengupahan. Kebijakan Anies itu tidak mengacu pada tata cara pehitungan UMP dan aturan mengenai waktu penetapan UMP, yakni selambat-lambatnya pada 21 November 2021.
Hariyadi pun menyatakan, APINDO akan membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kebijakan Anies dinilai tidak mematuhi aturan tata usaha negara yang baik dan benar.
Berakhir Kalah di Pengadilan
Benar saja, para pengusaha langsung mengajukan gugatan sengketa tata usaha negara ke PTUN Jakarta pada pekan kedua Januari 2022. Pemerintah Provinsi DKI dan sejumlah serikat buruh menjadi tergugatnya.
Hingga akhirnya, 12 Juli 2022, Majelis Hakim PTUN membuat keputusan mengabulkan seluruh permohonan pengusaha. UMP DKI yang semula Rp 4.641.854 pun harus turun menjadi Rp 4.573.845.