Ilustrasi: Edi Wahyono
Sabtu, 30 April 2022Di bulan Ramadan yang mendatangkan berkah dan suka cita, Ira, bukan nama sebenarnya, malah pusing tujuh keliling. Selama awal puasa hingga jelang Lebaran, pengeluarannya meningkat drastis. Uang Tunjangan Hari Raya yang baru saja masuk ke rekeningnya ludes, di antaranya untuk membeli baju gamis dan baju koko untuk suami dan keempat anaknya.
Itu pun ia belum membeli tiket pesawat untuk pulang ke kampung halamannya di Bukittinggi, Sumatera barat. Sialnya, pada tahun 2019 itu, harga tiket pesawat mengalami peningkatan yang lumayan tajam. Dua minggu menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada 3 Juni 2019, Ira bergegas mencari tiket melalui agen perjalanan.
Alangkah syoknya ia melihat harga yang terpampang di layar kaca. Ira harus mengeluarkan uang minimal Rp 1,5 juta untuk mendapatkan selembar tiket pesawat. Jika dikali dua untuk pulang-pergi, artinya masing-masing orang harus membayar Rp 3 juta. Lebih parahnya lagi, kalau saja Ira terlambat dan memesan tiket H-1 Lebaran, ia harus merogoh kocek Rp 6,7 juta untuk satu orang dengan sistem transit.
“Tiket domestik buat mudik emang ‘na'udzubillah min dzalik’ banget harganya. Kenaikannya 50 persen dari sebelumnya. Tahun 2018 harga segitu (Rp1,5 juta) bisa buat PP," keluh Ira kepada detikX tentang pengeluaran mudiknya di tahun 2019 silam.
Kepadatan kendaraan di Tol Cikampek menuju Tol Cipali
Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA Foto
Kenaikan harga akhirnya memaksa Ira menggunakan kartu kreditnya yang telah usang. Ira terpaksa melanggar janji untuk tidak memakai kartu utang itu lagi. “Soalnya dulu aku pernah keasyikan makainya, sampai bayarnya keteteran, sampai diomelin suami. Tapi waktu itu karena ada diskon lumayan banget jadinya aku mau nggak mau ngutang dulu.”
Kenaikan harga pesawat juga menyebabkan penumpang pesawat terbang berkurang secara drastis tahun itu. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan transportasi nasional selama 2019. Jumlah penumpang angkutan udara domestik Januari-Desember 2019 mencapai 76,7 juta orang atau turun 18,54 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 94,1 juta orang.
Alasan itu pula yang membuat banyak pemudik lintas provinsi beralih menggunakan kendaraan roda empat. Namun, Ira tak bisa menjajal jalur lintas Sumatera untuk pulang menemui keluarganya. Pilihan ini tak bisa diambil karena jatah liburnya yang terbatas. Jika melalui jalur darat maka akan memakan waktu dua hingga tiga hari di perjalanan.
“Memang nggak ada solusi. Tetap harus mudik naik pesawat. Aku liburnya cuma satu minggu, gimana mau naik mobil? Waktu sama keluarga jadi lebih sedikit, dong,” imbuh Ira yang bekerja sebagai manajer di salah satu bank swasta.
Pemudik memadati Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta
Foto : Grandyos Zafna/detikcom
Tak berhenti di situ, Ira harus menyisihkan budget untuk amplop lebaran yang sudah menjadi tradisi di keluarganya. ‘THR’ Lebaran berisi Rp 50 hingga Rp 100 ribu itu ia siapkan untuk keponakan dan anak-anak tetangga yang masih kecil. Ira menyisihkan jatah Rp 2 juta untuk amplop lebaran. Belum lagi uang yang harus ia keluarkan untuk oleh-oleh keluarga di kampung serta oleh-oleh untuk tetangga dan teman kantornya di Jakarta.
“Nggak berasa tahu-tahu Rp 50 juta sudah abis. Belum lagi buat sewa mobil selama di sana. Habis lebaran aku juga kebiasaan ngajak keluarga besar wisata sama traktir makan di restoran,” ungkap anak keempat dari lima bersaudara ini.
Meski baginya kebutuhan untuk mudik terbilang mahal, demi bisa bersilaturahmi dengan orang tua ia rela merogoh kocek lebih dalam supaya bisa berlebaran di kampung halaman. “Itung-itung nyenengin orang tua di kampung. Apalagi setelah itu dua tahun kemarin aku nggak bisa mudik gara-gara covid. Bersyukur banget waktu 2019 aku bisa mudik,” katanya.
Bagi Syafira Rahmat dan mungkin kebanyakan orang Indonesia, mudik tahun ini adalah sebuah penantian panjang. Setelah dua tahun tidak bertemu kedua orangtuanya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kali ini akhirnya ia bisa membawa suami dan dua anaknya mudik. Syafira tak peduli meski tahun ini segala harga kebutuhan Lebaran naik lumayan tinggi.
Pemudik tiba di Stasiun Tawang, Semarang
Foto: Angling Aditya/detikcom
“Uang bisa dicari, tapi waktu silaturahmi sama orang tua nggak bisa dibeli. Walaupun lumayan mahal sebisa mungkin saya tetep pulang. Udah kangen banget sama ibu-bapak. Toh, setahun cuma sekali,” kata Syafira. Terlebih kedua orangtuanya ingin sekali melihat anak kedua Syafira yang lahir di akhir tahun 2020. “Orang tua belum nengokin karena terkendala COVID-19. Selama ini kita video call aja.”
Serupa dengan Ira, tahun ini Syafira juga harus membayar tiket pesawat 50 persen lebih mahal dari pada tahun-tahun sebelumnya yaitu Rp 2,6 juta pulang-pergi untuk masing-masing orang. Ditambah biaya PCR/Antigen karena Ira sekeluarga belum sempat melakukan vaksin booster. “Anehnya kenapa dalam negeri sendiri, kok, mahal banget, ya, tapi ke luar negeri lebih murah?” heran Syafira.
Selain tiket pesawat, pengeluaran Syafira yang lumayan memakan biaya adalah hadiah untuk sanak saudaranya. Hadiah yang ia bawa dari Jakarta berupa parsel berisi makanan atau pakaian. THR diberikan kepada orang tuanya.
“Keluarga saya kalau Lebaran emang kebiasaannya suka ngasih-ngasih kado buat keluarga kakak dan adik. Mereka juga ngasih. Kita kayak tuker kado istilahnya,” ungkap Syafira yang menghabiskan budget sebesar Rp 30 juta untuk mudik sekeluarga. Selain itu ia juga memberi amplop lebaran untuk orangtua. “Kalau buat orangtua saya ngasihnya lebihan.”
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho