Foto: Ilustrasi awan tebal menyelimuti Kota Jakarta (Grandyos Zafna/detikcom)
Sabtu, 26 Maret 2022Setelah aksi pawang hujan Rara Isti Wulandari di ajang balap MotoGP Mandalika, Lombok Tengah, viral di media sosial, begitu banyak komentar miring ditujukan kepada profesi pemindah hujan. Anak Rara saja sampai menangis karena tak kuasa melihat hujatan netizen yang ditujukan kepada ibunya.
Di tengah kegaduhan ini, Eko Budi Sumantri, pawang hujan yang sudah beroperasi sejak tahun 2007 hanya duduk anteng di rumahnya sambil membaca pesan masuk di handphone. Tidak terpengaruh dengan drama di media sosial, orderan memindahkan hujan kali ini pun tetap mengalir deras seperti biasanya. Malah, dari kemarin, permintaan untuk mengusir hujan sudah terisi sampai bulan Juli mendatang. Dalam sebulan saja, Sumantri bisa melayani permintaan pemindahan hujan di empat puluh tempat sekaligus.
“Dari sebelum Mbak Rara viral sampai sekarang memang juga sudah banyak yang pakai jasa saya,” ucap laki-laki asal Kota Pasuruan, Jawa Timur, ini. Bahkan Sumantri menganjurkan calon kliennya untuk menyewa jasa pawang hujannya sejak jauh-jauh hari. “Kalau saya lebih baik jangan mendadak. Maksimal satu minggu sebelumnya sudah booking.”
Meski profesi ini banyak mendapatkan cemooh, tapi kenyataannya klien yang memakai jasa Sumantri bukanlah orang sembarangan. Ia menjabarkan begitu banyak klien yang pernah menggunakan jasanya. Mulai dari pengusaha besar hingga pejabat di Indonesia. Sumantri mengaku sempat diterjunkan untuk menghalau hujan di sebuah acara BUMN beberapa waktu lalu di Labuan Bajo.
Pawang hujan berhari-hari menjadi pembicaraan setelah aksi pawang hujan Rara Isti Wulandari di ajang MotoGP Mandalika pekan lalu
Foto: Instagram MotoGP
“Waktu acara Rakor (Rapat Koordinasi) BUMN ngajak saya ke Labuan Bajo. Pernah juga orang terkaya nomor tujuh di Indonesia pakai jasa saya. Waktu itu ngordernya lewat sekertarisnya,” ucap Sumantri menyebut daftar panjang para kliennya.
Tak cukup di dalam negeri, kiprah Sumantri sebagai pawang hujan juga dikenal di luar negeri, khususnya bagi kalangan berduit di India. Jika sedang mengadakan pesta pernikahan hingga berhari-hari, tak lengkap rasanya tanpa kehadiran Sumantri di sana. Mereka pun memanggil Sumantri dengan sebutan Rain Stopper.
“Saya sudah 17 kali dipanggil ke India. Yang ngundang saya juga bukannya yang kere, ya, tapi orang India dengan kasta tinggi,” ucapnya.
“Selain India juga udah dua kali ke Thailand, satu kali ke Singapura, satu kali ke Abu Dhabi, dua kali ke Italia, satu kali ke Inggris, dan dua kali ke Turki. Semua dalam rangka memenuhi panggilan sebagai pawang hujan,” ungkap Sumantri. Sebagian dari kliennya merupakan orang Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Dalam melakukan aksinya, Sumantiri tidak pernah melakukan ritual macam-macam. Ia juga tidak pernah meminta disediakan sesajen atau sejenisnya. Yang ia butuhkan hanya Sajadah dan area lobby masjid untuk melantunkan zikir sambil memantau pergerakan awan di langit. Jika tidak ada masjid terdekat, Sumantri bisa melakukan ini di mana saja. Yang terpenting ia bisa melihat ke arah langit.
“Justru ini yang bikin orang percaya sama saya. Karena saya permintaannya nggak macam-macam. Saya nggak minta disiapkan ayam cemani hitam. Mereka jadi lebih nyaman. Itu juga mengapa pekerjaan ini suka disangkut pautkan dengan klenik. Saya mau luruskan dengan cara saya,” ucap Ayah dari dua anak ini. Dalam sebuah acara pernikahan misalnya, Sumantri bisa berdjikir tanpa henti dari sebelum acara dimulai hingga acara selesai.
Eko Budi Sumantri
Foto: Dok Pribadi
Meski tidak menyediakan garansi, klien Sumantri kebanyakan kembali memesan jasanya lagi. Artinya mereka puas dengan hasil kerja dia. “Karena hujan adalah kehendak Allah SWT. Makanya saya tidak menyediakan garansi dan saya tidak pakai cara klenik, hanya dengan djikir,” ucap Sumantri menekankan.
Dengan orderan sebanyak itu dari orang-orang berdompet tebal pula, Sumantri tak menampik jika ia menerima bayaran dengan jumlah besar. Meski ia tak berani menyebut dengan pasti berapa jumlah penghasilannya itu.
“Jangan disebut, dong, nanti kena pajak,” pintanya sambil tertawa. “Tapi biasanya kena Rp 1,5 juta,” katanya. “Tapi kalau di luar negeri bayarannya pakai dollar. Bisa sampai belasan juta bahkan lebih. Soalnya diundangnya, kan, sampai berhari-hari. Belum lagi fasilitasnya.”
Lulusan sarjana akuntansi yang sempat bekerja di bank ini juga memiliki keahlian lain untuk mengisi kekosongan orderan pawang hujan di musim kemarau. Sumantri menurunkan ilmu bekam dan gurah yang ia pelajari dari mertuanya. "Saya juga punya klinik untuk yang punya masalah kesehatan dengan teknik bekam dan gurah," katanya
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho