INTERMESO

Elegi Para Caddy

Uang tips para caddy golf memang menggiurkan, tapi ada harga yang harus mereka bayar.

Foto: Getty Images/Struat Franklin

Sabtu, 05 Maret 2022

Seorang caddy golf viral di TikTok setelah mengunggah konten berisi foto-foto wajahnya babak belur ‘dihajar’ stik golf. Dalam video itu pemilik akun Anin Bibek terbaring lemah di sebuah ranjang rumah sakit. Mata sebelah kirinya bengkak, sementara dokter tengah menjahit luka di bawah matanya. Unggahan itu ia lengkapi dengan serangkaian hasil rontgen dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala.

Video yang diberi caption ‘Ngelamun dikit nyawa taruhannya’ itu disambut beragam reaksi, termasuk dari rekan seprofesinya. "Sebuah profesi yang ketika nyari duit berangkat subuh-subuh, siang panas-panasan sampe babak belur tetap hina di mata masyakarat karena segelintir oknum,” tulis seorang pengguna TikTok pada video yang telah ditonton 8,2 juta orang ini.

Sembari menemani para bos berdompet tebal bermain di atas lapangan, pekerjaan caddy golf ini rupanya juga beresiko tinggi. Jika sedang apes seperti Anin, bisa saja mereka terkena pukulan bola golf dan berakhir di rumah sakit. Siska Putri Utami, seorang mantan caddy golf menceritakan pengalamannya bekerja sebagai asisten para pemain golf ini selama satu tahun.

Dulu ketimbang duduk di kantor ber-AC di kawasan elit Sudirman, Siska lebih memilih panas-panasan di lapangan golf. Sebelum bekerja sebagai caddy golf, Siska memang sempat bekerja sebagai staf pemasaran forex. "Waktu itu ada teman yang nawarin. Yang paling bikin aku tertarik karena tips-nya gede. Penghasilannya lebih gede dari pada kerja kantoran,” ucap Siska saat dihubungi detikX.

Gaji caddy golf memang tidak seberapa. Siska hanya dibayar Rp 100 ribu per hari. Namun, tips yang wajib dibayarkan para pemain golf jumlahnya lumayan besar. Jika sedang hoki, Siska pernah diganjar duit Rp 3,5 juta setelah seharian menemani seorang anggota DPR. Siska sempat menduga, anggota DPR ini gengsi jika ketahuan memberikan tips kecil. Tapi apa pun alasannya, yang penting para caddy golf ini senang.

Ilustrasi para caddy golf di pertandingan gol internasional di Jakarta
Foto: Getty Images/Ian Walton

Di balik tips yang besar jumlahnya, tentu ada harga yang harus di bayar. Setiap hari Siska harus bangun pukul 04.00 WIB. Ia dan rekan seprofesinya wajib tiba di sebuah padang golf di Halim Perdanakusuma, Jakarta timur, pukul 05.00 WIB. Begitu para pemain tiba, para caddy berebutan tas golf. Jika tidak kebagian tas, bisa saja hari itu mereka tidak turun ke lapangan.

“Di tempat aku ada sekitar 320 orang caddy. Tapi rata-rata pasti kebagian, sih. Cuma kita berebutan karena nggak mau sampai kesorean. Soalnya ada player rese, udah lewat Maghrib masih main. Udah gelap masih disuruh temenin main,” tutur Siska yang saat ini tinggal di Yogyakarta.

Jika matahari sudah terbenam, tugas mencari bola golf akan menjadi lebih sulit. Apalagi jika bertemu dengan pemain yang tidak rela bola golf kesayangannya hilang di tengah padang rumput. "Pemain ada yang maunya bolanya harus ketemu. Kalau di pinggir semak-semak masih bisa, tapi kalau sudah jatuh ke sungai susah. Tapi kalau sungainya pendek kita tetap masuk. Baju kita bakalan kotor emang,” kata Siska. Di tempatnya bekerja memiliki total lubang sebanyak 18 buah.

Kalo kalah nggak sesuai ekspektasi atau mereka kalah biasanya kita diomel-omelin, tuh. Kita dikatain nggak bawa hoki. Anginnya kencang aja aku yang disalahin."

Membawa tas golf beserta isinya jangan dikira enteng. Satu tas berisi belasan stik golf beserta perintilannya bisa mencapai 10 kilogram. Di beberapa tempat, caddy golf harus menyeret tas ini ke mana pun pemain pergi dengan bantuan troli. Untungnya Siska masih dibantu dengan fasilitas buggy car.

Biasanya, Siska yang menyetir buggy car dan mengikuti arahan pemain. Pernah Siska mengalami kecelakaan saat sedang membawa pemain dari Korea. Ia diminta menyetir lebih cepat. Tanpa disadari ada buggy car lain dari arah berlawanan hingga keduanya bertabrakan. Untungnya tidak ada yang terluka. Hanya saja Siska harus mengganti biaya perbaikan buggy car.

“Orang Korea itu nggak mau tanggung jawab karena aku yang nyetir. Padahal kan dia yang suruh cepat,” keluh Siska. Ia pun harus membayar Rp 1,7 juta yang dipotong dari gajinya.

Selain membawakan tas berisi peralatan pemain golf, sekaligus memberi saran tentang permainan. Siska juga kenyang dengan ocehan dan amarah yang ia terima dari pemain, Apalagi jika para pemain golf ini sedang menggelar taruhan. Taruhannya juga tak main-main. Lembaran tebal berisi uang dollar menjadi taruhannya. Jika sudah begini, hujan pun tak akan menghentikan mereka bermain hingga keluar pemenangnya.

Ilustrasi caddy golf
Foto : CNBC Indonesia

Kalo kalah nggak sesuai ekspektasi atau mereka kalah biasanya kita diomel-omelin, tuh. Kita dikatain nggak bawa hoki. Anginnya kencang aja aku yang disalahin. Rumput terlalu tinggi juga aku tetap disalahin, padahal kan aku nggak motongin rumputnya,” ucap Siska yang bekerja sebagai caddy golf di awal tahun 2020. Sebelumnya ia juga sempat mendapatkan pelatihan menjadi caddy golf selama satu bulan.

Di tengah panasnya terik sinar matahari, Siska diwajibkan memakai seragam super ketat. Tak dapat dipungkiri, di lapangan pun memang ada om-om genit yang suka menggoda para asisten golf ini.

“Pemain yang agak kurang ajar ada. Pegang-pegang paha lah atau mau merangkul. Kalau aku tolak aja halus. Soalnya kalau nggak gitu bukannya main golf, dia malah mainin kita,” ujar lulusan SMK Primawisata ini. Bukan cuma pemainnya, ada juga caddy golf yang malah ‘senang’ digoda. "Memang ada (caddy yang nakal), ya, tapi balik lagi pembawaan diri sendiri gimana menerimanya. Memang ada tapi nggak semua begitu.“

Setelah satu tahun bekerja sebagai caddy golf, Siska terpaksa mengundurkan diri. Meski mengaku menikmati pekerjaan itu. Siska harus keluar karena tubuhnya sudah terlalu lelah. Siska didiagnosa dokter mengidap penyakit asam lambung dan flek di paru-paru.

“Aku telat makan terus karena nggak ngerasain laper. Padahal aku udah lari-larian di lapangan. Terus kena flek bisa jadi karena sering ketemu player yang ngerokok. Aku kan nggak pakai masker,” kata Siska. Uang hasil jerih payahnya malah dipakai untuk berobat. Kini Siska beralih profesi sebagai asisten pribadi di sebuah studio arsitek di Yogyakarta.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE