Foto: Kota-kota Ukraina luluh lantak digempur Rusia (AP/Serhii Nuzhnenko)
Kamis, 3 Maret 2022Rusia akhirnya benar-benar melancarkan serangan ke Ukraina setelah Presiden Vladimir Putin mengumumkan operasi militer secara resmi, Kamis, 24 Februari 2022. Serangan dimulai dengan membombardir sejumlah kota di Ukraina, seperti Kiev, Odessa, Kharkiv, dan Mariupol. Hingga kini, serangan itu masih berlangsung, walau tengah diupayakan perundingan.
Sampai hari kedelapan invasi militer Rusia ke wilayah Ukraina, Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat ada 136 orang yang tewas akibat serangan rudal. Dari jumlah itu, 13 orang di antaranya anak-anak. Sementara itu, jumlah korban luka-luka mencapai 400 orang, 26 di antaranya anak-anak. “Ini merupakan korban yang sudah kami cek ulang. Angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih banyak,” kata juru bicara Komisi Hak Asasi Manusia PBB, Liz Throssell, seperti dikutip dari CNN, Rabu, 2 Maret 2022.
Sedangkan menurut Kementerian Dalam Negeri Ukraina, angka korban meninggal dunia mencapai 352 warga sipil. Jumlah korban luka-luka tembus 1.684 orang sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Herashchenko mengatakan ada kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah.
Sebenarnya isu bakal adanya serangan Rusia ke Ukraina bergulir sejak November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan adanya pergerakan 100 ribu serdadu Rusia bersama sejumlah tank dan perangkat keras militer lainnya menuju perbatasan dengan Ukraina. Pemerintah Rusia menyangkalnya, tapi semakin santer bahwa Negeri Beruang Putih akan melancarkan serangan pada 16 Februari 2022.
Tank militer Rusia memasuki wilayah Ukraina
Foto: Carlos Barria/Reuters
Dugaan itu menguat karena Rusia melakukan latihan militer besar-besaran dengan negara tetangga Belarusia. Intelijen Estonia juga menyampaikan akan ada serangan yang dilakukan Rusia dengan menggunakan kelompok milisi di Donbas, Ukraina Timur, yang dikenal memberontak kepada pemerintah dan penyokong Rusia.
Rusia nekat menyerang negara tetangganya yang dulu dikenal rukun semasa masih dalam kesatuan Uni Soviet. Hal ini buntut kemarahan Ukraina kepada Presiden Putin, yang menandatangani dekrit pengakuan kemerdekaan dua wilayah di timur Ukraina, yaitu Republik Rakyat Donetsk (Donetskaya Narodnaya Republika/DNR) dan Republik Rakyat Lugansk (Luganskaya Narodnaya Republika/LNR) pada Senin, 21 Februari 2022.
Hal ini buntut kemarahan Ukraina kepada Putin, yang menandatangani dekrit pengakuan kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk pada Senin, 21 Februari 2022.'
Militer Ukraina pun melancarkan operasi ke dua negara bagian di wilayahnya itu untuk memadamkan aksi pemberontakan. Aksinya itu didukung Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO). Ukraina dan Barat menilai dua kelompok itu merupakan organisasi teroris. Rusia pun mengirimkan pasukannya dengan dalih menjaga keamanan. Langkah Putin menambah gejolak di timur Ukraina, yang memang banyak ditempati kelompok separatis dukungan Rusia. Hampir delapan tahun Ukraina terus berkonflik dengan kelompok pemberontak yang menewaskan 14 ribu orang. Rusia sejak lama mendukung pemisahan diri Donetsk dan Lugansk.
Dikutip dari Reuters, Rusia mulai berkonflik ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, yang dikenal sangat pro-Rusia, digulingkan dalam sebuah demonstrasi besar pada Februari 2014. Rusia membalas dengan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea dari Ukraina. Dua bulan kemudian, para pemberontak yang didukung Rusia merebut gedung pemerintahan di wilayah Donetsk dan Luhansk.
Kerusakan di Donetsk, Ukraina, yang dikuasai separatis pro-Rusia, 28 Februari 2022
Foto: Anadolu Agency/Getty Images
Dua kelompok pemberontak ini, DNR dan LNR, mendeklarasikan kemerdekaan dan mengajukan agar kedua wilayah itu menjadi bagian dari Rusia. Moskow saat itu tak menerima opsi tersebut. Rusia hanya menjadikan kedua wilayah sebagai alat untuk menjaga Ukraina agar tak ikut bergabung dengan NATO.
Dalam pertempuran hebat pasukan Ukraina melawan kelompok pemberontak menggunakan tank, artileri berat, dan pesawat tempur, pesawat Boeing 777 milik maskapai Malaysia Airlines MH17 jatuh di wilayah perbatasan Ukraina dengan Rusia pada 17 Juli 2014. Burung besi itu jatuh dan hancur berkeping-keping akibat dihantam rudal. Sebanyak 298 penumpang tewas.
Para penyelidik dari Dewan Keselamatan Penerbangan Belanda (Dutch Safety Board) menyimpulkan pesawat Boeing 777 itu jatuh oleh rudal milik pemberontak yang dipasok Rusia. Saat itu, Ukraina kalah perang dan berunding untuk gencatan senjata dengan pemberontak dimediasi The Organization for Security and Co-operation in Europe (OSC) di Kota Minsk, Belarusia, September 2014.
Kedua belah pihak sepakat menarik mundur semua pejuang asing, dilakukan pertukaran tawanan dan sandera, diberikan amnesti bagi pemberontak dan janji bahwa wilayah separatis dapat memiliki tingkat pemerintahan sendiri. Hanya tempo 4 bulan, kesepakatan runtuh. Ukraina dan para pemberontak kembali berperang di Debaltseve, Donetsk, pada Januari-Februari 2015.
Seorang penduduk Ukraina menangis di depan bangunan yang rusak di Kiev.
Foto: Emilio Morenatti/AP
Hingga muncul kesepakatan damai antara perwakilan Ukraina, Rusia, dan pemberontak pada 2015. Salah satu kesepakatannya, Ukraina diwajibkan memberikan status khusus bagi daerah yang menjadi basis kelompok separatis. Walau begitu, letupan-letupan kecil di antara kedua kubu kerap terjadi. Hingga akhirnya Presiden Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk.
Dari beberapa literatur, sebenarnya bukan hanya Donetsk dan Luhansk yang memiliki basis kelompok separatis atau kombatan pro-Rusia. Di kota lainnya di Ukraina, seperti Kota Slavyansk, disebut-sebut memiliki kekuatan 120-140 ribu kombatan. Lalu di Kota Kramatorsk, Gorlivka, Artemivsk, Makiivka, Yenakieve, Khartsyzk, Zhdanivka, Kirovske, Torez, Kostyantynivka, dan Pervomaisk.
Penulis: M Rizal
Editor: Irwan Nugroho