Pelantikan Perwira Inti Kowal angkatan pertama, 5 Januari 1963. Foto: repro Info Historial TNI AL
Kamis, 6 Januari 2021Letnan Louise Elisabeth Coldenhoff terkejut ketika diminta menghadap Presiden Soekarno pada akhir April 1963. Padahal wanita berusia 28 tahun itu baru empat bulan dilantik menjadi Perwira Inti Korp Wanita Angkatan Laut Republik Indonesia (KOWAL). Soekarno meminta Loiuse bertugas untuk mengibarkan bendera merah putih saat penyerahan Irian Barat (Papua) hari Rabu, 1 Mei 1963.
Louise dan beberapa rekannya tiba di Hollandia (sekarang Jayapura) untuk upacara serah terima Irian Barat dari otoritas pemerintah peralihan PBB atau United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) kepada pemerintah Indonesia. Selama beberapa hari berada di Hollandia, tugas Louise dan rekannya latihan baris berbaris. Juga membersihkan lapangan bakal tempat upacara dari serakan pecahan botol.
Malam menjelang hari pelaksanan, sekitar pukul 24.00 WIT, seorang kolonel dari Angkatan Darat menghampiri Louise. Ia memerintahkan agar wanita kelahiran 22 Maret 1935 itu segera menghadap Soekarno. Setelah bertemu, ternyata Soekarno memintanya bertugas menurunkan bendera UNTEA dan Belanda. Luoise merasa bingung, karena sebelumnya tugas itu sudah ditunjuk rekannya, Letnan An Go Lian Lie.
“Gimana, ya, kok jadi saya. Besok pagi saya akan beritahu pada An (Letnan An Go Lian Lie) yang saat itu selaku pemain utama upacara bendera penyerahan kemerdekaan Irian Barat (Papua) kepada Indonesia, bahwa upacara penaikan bendera RI dari pihak Indonesia adalah saya,” ucap Louise seperti dikutip dari Info Historia milik Sub Sejarah Dinas Penerangan TNI AL (sekarang Dinas Sejarah TNI AL) edisi Januari 2017.
Kolonel (Purn) Dra Louise Elsabeth Coldenhoff tahun 2017.
Foto : repro nfo Historial TNI AL
Louise mengisahkan, saat upacara ia melihat posisi bendera UNTEA, Belanda dan Indonesia berkibar di tiga tiang. Pertama yang diturunkan bendera PBB/UNTEA. Setelah itu baru bendera Belanda dan bendera Indonesia. Tapi bedanya, bendera UNTEA/PBB dan Belanda diturunkan hingga menyentuh tanah. Sementara, bendera Indonesia diturunkan hanya setengah tiang.
“Ini dilakukan bangsa Indonesia demi menghormati bangsa Belanda yang telah menyerahkan Irian Barat kepada PBB dan selanjutnya diserahkan PBB kepada bangsa Indonesia,” tutur Louise mengenang peristiwa bersejarah 54 tahun silam itu.
Begitu lagu Indonesia Raya dikumandangkan, Louise segera menaikkan kembali bendera Indonesia hingga puncak tiang. Tiga hari kemudian, Sabtu, 4 Mei 1963, Soekarno berpidato di hadapan ribuan masyarakat Irian Barat di Abepura, Jayapura. Awalnya, lanjut Louise, Soekarno berpidato dalam bahasa Indonesia. Tapi satu per satu warga meninggalkan lapangan tempat Soekarno berpidato.
Hal itu mengusik tanda tanya Soekarno. Tiba-tiba bergegas seorang perwira TNI yang mengawal jalannya upacara membisikkan kepada Soekarno bahwa orang Irian hanya paham bahasa Belanda. Soekarno mengangguk-angguk. Seketika, ia memulai pidatonya kembali. Kali ini ia berbicara dalam bahasa Belanda yang fasih. Seketika, pelan-pelan masyarakat Irian kembali lagi memasuki area lapangan.
“Hebat juga Bapak Soekarno, bisa berempati dan membuat simpati kepada komunikannya saat pidato sehingga orang-orang Irian kembali masuk mendengarkan pidato,” ungkap Louise.
Sekelumit kisah mengesankan pengibaran bendera merah putih dalam prosesi pengembalian Irian Barat ke Indonesia melibatkan Perwira Inti KOWAL di bumi Cendrawasih pasca Operasi Trikora, 19 Desember 1961 hingga 15 Agustus 1962. Setelah melaksanakan tugas pengibaran bendera itu, 12 Perwira Inti Kowal itu melanjutkan pendidikan ke Maryland, Amerika Serikat untuk mempelajari organisasi Woman Accepted for Volunteer Emergency Service (WAVES).
Pengibaran bendera Merah Putih di Irian Barat, 1 Mei 1963.
Foto : repro nfo Historial TNI AL
Selepas menuntut ilmu di AS, ke-12 anggota Kowal tersebut, termasuk Louise dan 11 rekannya disiapkan menjadi tenaga perekrut, pendidik dan pembina bagi para calon anggota prajurit Kowal di Sekolah Komando Angkatan Laut (Seskoal) Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Louise dan 11 rekannya merupakan angkatan pertama KOWAL yang diresmikan oleh Menteri/Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Laksamana Raden Eddy Martadinata pada tahun 1963.
Louise bergabung menjadi prajurit korps wanita ALRI melalui jalur wajib militer (wamil) setelah lulus pendidikan jasmani di Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung. Ia mendaftar setelah mendengar informasi pembentukan KOWAL. Korps Wanita TNI AL itu dituangkan dalam Surat Keputus
Tujuan dari KOWAL antara lain memberikan hak, kewajiban, dan kehormatan kepada wanita untuk mengabdikan diri dalam bidang kemiliteran. Seperti hal yang sama seperti Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) dan Polisi Wanita (POLWAN) yang telah dibentuk lebih dahulu. KOWAL dibutuhkan untuk mengisi jabatan dan kedudukan tertentu dalam organisasi TNI AL.
Banyak wanita antusias mendaftarkan diri. Hanya saja, yang dinyatakan lolos seleksi hanya 12 orang. Selain Louise, 11 orang lainnya yang dinyatakan lolos yaitu Pinarti, Chrictina Logiani Semiartin, Siti Dahlia, Syamsia, Suryati Rasdan, An Go Lian Lie, Ide Rope Darina Tampubolon, Elly Hanifah, Wayan Widja, Sri Wiyati SH dan Suprapti. Tiga nama pertama setelah lulus diberi pangkat kapten, selebihnya berpangkat letnan.
Perwira inti KOWAL ini selanjutnya menjalani masa pendidikan selama 12 minggi di Kesatrian Angkatan Laut Malang (KALM) dan Sekolah Supply Angkatan Laut (SSAL) Surabaya. Mereka dilatih di bawah Komandan Pendidikan Perwira Kowal Angkatan I, Mayor R. Ahadi Mangunkarta (Komandan Supply Angkatan Laut).
Louise Elisabeth Coldenhoff saat mengawal kunjungan Ratu Belanda, Juliana, 27 Agustus 1971.
Foto : National Archief NL
Angkatan pertama Kowal ini dilantik RE Martadinata dalam sebuah apel di Markas Besar Angkatan Laut di Jalan Gunung Sahari No. 67, Jakarta Pusat, 5 Januari 1963 sesuai SK Men/KSAL Nomor 1301.1 tanggal 4 Januari 1963. Setelah dilantik, Louise sempat ditugaskan di Sekolah Supply Angkatan Laut. Sebelum ia dan rekannya ditugaskan ke Irian Barat.
Setelah pendidikan di WAVES Amerika Serikat, Louise diserahi tugas sebagai komandan pertama Pusat Pendidikan Korps Wanita Angkatan Laut, Surabaya. Saat kunjungaan Ratu Belanda, Juliana tahun 1971, Louise sempat diangkat menjadi ajudan ratu. Setelah itu, ia pernah diangkat menjadi Kepala Bagian Personalia Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan.
Setelah itu dilantik sebagai Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta oleh Gubernur Soeprapto pada 5 Februari 1983 hingga 10 Juli 1987. Setelah itu, Louise pensiun dari TNI AL dengan pangkat kolonel. Di masa pensiunnya, Louise sempat menjabat sebagai Ketua Majelis Pendidikan Katolik (MPK) di Jakarta. Ia wafat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Jakarta pada 7 Februari 2021 dalam usia 86 tahun.
Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban