Ilustrasi: Edi Wahyono
58 tahun lalu, dunia tersentak oleh aksi penembakan terhadap orang nomor satu di Amerika Serikat, John Fitzgerald Kennedy (JFK), di Dallas, Texas, Jumat, 22 November 1963. JFK, yang didampingi istrinya, Jacqueline Bouvier, datang ke kota yang dijuluki The Big D itu dalam rangka pidato politik menjelang pemilu 1964. Acara dipusatkan di Trade Mark, yang disebut dihadiri 150 ribu orang.
Dalam kunjungan tersebut, ikut serta Wakil Presiden Lyndon Baines Johnson dan istrinya, Claudia Alta, serta Gubernur Texas John B Connally dan istrinya, Nellie. Ketika mobil kepresidenan limosin Lincoln Continental tepat berada di Jalan 411 Elm kawasan Dealey Plaza, JFK roboh terkena tembakan dari arah gedung penyimpanan buku sekolah Texas (Texas School Depository) pukul 12.30 waktu setempat.
Dua peluru menghunjam punggung dan kepala JFK. Satu peluru melukai Gubernur Texas John Connally. Keduanya dilarikan Rumah Sakit Parkland Memorial. Selang satu jam kemudian, nyawa Presiden AS ke-35 itu tak tertolong. JFK wafat pada usia yang relatif muda, 46 tahun. Jenazahnya langsung diterbangkan menuju RS Militer Walter Read US Navy, Bethesda, Maryland, untuk diautopsi.
Presiden AS John F Kennedy sebelum ditembak di Dallas, Texas, 22 November 1963.
Foto: Arsip Nasional AS
Siapa dan kenapa orang ingin membunuhnya? Dilansir dari berita The Guardian, sejak pertama kejadian penembakan, ratusan polisi Dallas, Texas Ranger, dan agen Federal Bureau of Investigation (FBI) dikerahkan. Mereka memblokir semua jalan masuk dan keluar dari Kota Dallas. Yang lainnya melakukan penyisiran ke sejumlah gedung yang terletak di kawasan Dealey Plaza. Mereka khawatir pelaku penembakan ada di salah satu gedung itu.
Aparat keamanan mencurigai gedung penyimpanan buku sekolah Texas (sekarang kantor Administrasi Daerah Dallas) menjadi tempat persembunyian sniper. Tapi pelaku sudah kabur dan sempat menembak mati seorang polisi Dallas bernama JD Tippit. Polisi itu dibiarkan mati bersimbah darah di Jalan Tenth, tak jauh dari gedung tersebut.
Dugaan itu benar. Di pojokan ruang lantai enam gedung penyimpanan buku sekolah ditemukan senapan merek Mannlicher-Carcano M91/38 buatan pabrikan Turin Army Arsenal, Italia. Senjata bernomor seri C2766 itu menggunakan peluru kaliber 6,5 x 52 mm dilengkapi telescopic sight ukuran 4x18 buatan Jepang. Pelaku meninggalkan begitu saja senapannya setelah menembak JFK.
Polisi menginterogasi sejumlah karyawan di gedung itu. Salah satunya karyawan di bagian penyimpanan buku bernama Blue Wesley Frazier. Pria itu mengaku sempat berpapasan dengan rekan satu kantornya bernama Lee Harvey Oswald, yang baru bekerja selama tiga bulan. Frazier mengaku ada kejanggalan pada diri Oswald, yang datang bekerja lebih awal pukul 07.20 waktu setempat.
Frazier melihat Oswald datang sambil membawa sebuah paket berukuran panjang yang dibungkus kertas berwarna cokelat. Frazier sempat menanyakan kepada rekan kerjanya itu barang apa yang dibawanya. “Oh, ini hanya tirai,” jawab Oswald dengan wajah gugup dan segera menutup pintu ruang gudang.
Polisi bersyak wasangka Oswald-lah pelaku penembakan JFK. Tim dibentuk untuk mencari Oswald ke rumahnya di kawasan North Beckley, Dallas. Oswald tak ada, polisi hanya menemukan sejumlah barang bukti, seperti buku-buku paham sosialis-marxisme di rumah itu. Hingga kemudian polisi mendapatkan informasi bahwa orang yang diburunya bersembunyi di bioskop ‘Texas Theatre’ di Jalan W Jefferson, Oak Cliff.
Polisi mengawasi dan memblokir area sekitar bioskop. Tepat pukul 14.15, Oswald terlihat di belakang bioskop. Puluhan polisi langsung menyergap Oswald hingga tak berkutik. Ketika ditangkap Oswald tengah membawa sepucuk pistol yang diduga untuk menembak Tippit. Lantas Oswald pun digelandang ke markas Departemen Kepolisian Dallas.
Presiden AS John F Kennedy tertembak di Dallas, Texas, 22 November 1963.
Foto: Mary Evans, Ronald Grant Archive/LA.Times
Di tempat itu, selama dua hari Oswald diinterogasi secara maraton oleh polisi, agen FBI, dan agen Central Intelligence Agency (CIA). Setelah itu, rencananya ia akan dipindahkan ke penjara daerah Dallas pada 24 November 1963. Ketika dikawal belasan petugas keamanan di lorong markas polisi itu, Oswald diserang orang tak dikenal. Ia ditembak di bagian perutnya dari jarak dekat sekali. Lelaki berumur 24 tahun itu langsung ambruk.
Polisi lantas menangkap penyerang Oswald, yang ternyata adalah Jack Rubeinsten alias Jack Ruby, pemilik klub malam Carousel Club di Dallas. Jack adalah veteran angkatan darat dalam Perang Dunia II. Kepada polisi, Jack mengaku sangat geram mendengar Oswald telah menembak mati Presiden JFK. Oswald akhirnya mati di rumah sakit. Ia tak akan pernah melihat persidangan yang akan mengadili kejahatannya.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi yang dikutip situs biography, Lee Harvey Oswald merupakan anak ketiga dari pasangan Robert Oswald dan Marguerite kelahiran New Orleans, Louisiana, pada 18 Oktober 1939. Ayahnya meninggal ketika Oswald berumur dua bulan. Karena itu, Oswald bayi dan kedua kakak laki-lakinya dititipkan ke panti asuhan.
Selang beberapa waktu, ibunya menjemput mereka dan membawa pindah ke Bronx, New York. Sejak kecil, Oswald kurang mendapatkan perhatian ibu dan kedua kakaknya. Ia sering terlihat sendirian bermain. Tapi, sejak sekolah, ia rajin terlihat berada di ruang perpustakaan sekolah. Ia gemar membaca buku, tapi juga dikenal nakal, sehingga pernah dikirim ke kamp khusus penampungan anak nakal.
Melihat perkembangan anaknya yang kurang baik, Marguerite membawa Oswald ke kota kelahirannya, New Orleans. Hingga remaja, Oswald tetap rajin membaca buku di perpustakaan. Ia rajin membaca buku sastra, khususnya yang buku berideologi paham sosialis-marxisme. Lulus sekolah, Oswald mendaftar diri masuk Korps Marinir US Navy pada 1956 saat umurnya 17 tahun.
Selama berada di kesatuannya, Oswald dianggap memiliki nilai bagus dalam hal menembak. Karena itu, ia ditunjuk sebagai penembak runduk (sniper). Tapi baru dua tahun di Marinir, Oswald dua kali mendapat masalah. Ia sempat disidang di pengadilan militer karena kedapatan memiliki senjata api ilegal dan melakukan kekerasan pada 1958.
Setahun kemudian, Oswald mengundurkan diri dari militer pada 1959. Karena terobsesi pada aliran sosialis-marxisme, ia bercita-cita tinggal di Uni Soviet. Dilansir dari Russian Beyond, Oswald berangkat dari New Orleans, AS, menuju Moskow, Uni Soviet, pada 20 September 1959. Karena tak disetujui visanya, akhirnya Oswald berangkat menuju Prancis dengan alasan kuliah.
Lee Harvey Oswald pamer senjata sebelum penembakan Edwin A Walker dan JFK.
Foto: Corbis/Getty Images.
Alih-alih ke Prancis, Oswald malah pergi ke Helsinki, Finlandia. Di negeri itu, ia baru bisa mendapatkan visa untuk masuk ke Moskow pada awal Oktober 1959. Kedatangannya ke ibu kota Negeri Tirai Besi itu langsung dicurigai otoritas setempat. Saat itu pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev mengharamkan para pembelot atau pengkhianat tak berguna asal Amerika datang ke negerinya.
Oswald dipaksa pulang, tapi ia bergeming tak mau pulang. Malah Oswald mencoba bunuh diri di hotelnya. Bila ada orang Amerika mati, tentu tak menguntungkan Uni Soviet. Akhirnya Oswald dibiarkan dan diizinkan tinggal di Kota Minsk, Belarus, sekitar 700 kilometer dari Moskow, Rusia. Sejak itu gerak-geriknya diawasi ketat oleh agen komite keamanan negara atau Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB).
Oswald dipekerjakan di pabrik bubut di kota itu. Ia dititipkan kepada salah satu pengawas pabrik yang juga seorang ilmuwan, Stanislav Shushkevich. Oswald diajari bahasa Rusia oleh Shushkevich, yang dikenal pandai bahasa Inggris. Kelak di kemudian hari, Shushkevich terkenal. Bukan karena Oswald, tapi ia menjadi pemimpin independen Belarus pada 1991-1994 setelah Uni Soviet runtuh.
Dari buku hariannya yang ditemukan polisi, Oswald bekerja di pabrik itu dengan upah setiap bulannya sebesar 700 rubel (setara dengan US$ 2.800, pada 1959). Ditambah uang bulanan dari Komite Palang Merah Internasional sebesar 700 rubel, total yang diterima per bulan sebesar 1.400 rubel. Jumlahnya sangat besar mengingat pekerja pabrik lainnya hanya menerima upah 70 rubel per bulan.
Oswald hidup bak aristokrat Soviet. Di kota itu tak ada klub malam atau arena boling. Setiap malam Oswald menghabiskan uangnya di tempat dansa. Khususnya tempat para elite serikat buruh berkumpul. Di tempat dansa itulah Oswald berjumpa dengan mahasiswi cantik jurusan farmakologi, Marina Prusakova, yang berasal dari Kota Severodvinsk, Rusia. Keduanya berjodoh dan menikah pada April 1961.
Oswald akhirnya bosan hidup di negara Uni Soviet. Ia kecewa terhadap sikap teman-temannya yang skeptis terhadap ideologi komunis. Karena alasan itulah, ia merayu Marina, yang baru saja melahirkan putri pertamanya, June, pindah ke Amerika. Mereka tiba di Irving, Texas, dan menumpang di rumah kenalannya pada Juni 1962.
Setelah mendapatkan pekerjaan di kantor pos, Oswald mengajak pindah istri dan putrinya ke Kota Dallas di awal 1963. Di kota ini ia mulai menjalin kontak dengan anggota kelompok sosialis-komunis, terutama pendukung Kuba. Saat itu juga Oswald mulai membeli sepucuk pistol revolver Smith and Wesson kaliber 38 dan senapan Mannlicher-Carcano M91/38 melalui paket posnya.
Dengan senjata tersebut, Oswald menyelinap mencoba membunuh pensiunan jenderal Angkatan Darat (US Army) Edwin Anderson Walker di Turtle Creek Boulevard, Dallas. Walker, yang merupakan mantan komandan tempur di Perang Dunia II dan Perang Korea, memang sudah terjun ke dunia politik menjadi pendukung sayap kanan yang dikenal konservatif.
Lee Harvey Oswald menikahi Marina Prusakova di Minsk, Belarus, April 1961.
Foto : Corbis/Getty Images
Peluru yang ditembakkan Oswald tak mengenai kepala Walker, yang tengah duduk di meja kerjanya. Peluru meleset mengenai dinding. Polisi sempat menyelidiki kasus itu, tapi tak menemukan pelakunya. Oswald kembali sendirian ke New Orleans. Lalu melanjutkan perjalanan ke Mexico City pada September 1963. Di sana ia mencoba masuk ke Kuba, yang baru dikuasai Fidel Castro.
Rupanya usahanya gagal lagi. Oswald pun pulang kembali menemui Marina, yang baru saja melahirkan putri keduanya, Rachel. Tak beberapa lama, Oswald diterima bekerja di gudang penyimpanan buku sekolah Texas. Dua bulan kemudian, Oswald melakukan penembakan yang mengguncangkan dunia. Ia menembak mati JFK. Tapi dua hari kemudian, ia mati ditembak Jack Ruby.
Saat itu berkembang teori, Jack Ruby merupakan bagian dari skenario penghilangan jejak sutradara pembunuhan JFK. Teori konspirasi dibantah oleh Komisi Warren, yang menginvestigasi kasus pembunuhan JFK pada 1964. Tapi Komite Pembunuhan Dewan Perwakilan Rakyat AS pada 1979 justru menyatakan kemungkinan konspirasi itu ada, karena tak mungkin Oswald bertindak sendirian. Apalagi, di dalam dokumen penyelidikan, Oswald bertemu sejumlah orang di New Orleans dan Meksiko.
Marina awalnya menerima hasil investigasi Komisi Warren bahwa suaminya jadi pelaku tunggal pembunuhan JFK. Tapi, setelah banyak membaca buku tentang konspirasi kasus itu, ia berubah pikiran. Seperti anggapan sebagian besar warga AS, JFK tak mungkin hanya dibunuh satu orang. Kasus ini jauh lebih kompleks dan ditutup-tutupi.
Marina yakin suaminya hanya pion untuk melawan CIA dan mafia. Akibat ulah Oswald, bertahun-tahun Marina diliputi ketakutan. Rumah dan teleponnya selalu disadap agen Secret Service. Belum lagi ketakutan akan adanya pembalasan dari kelompok pendukung JFK. “Marina jelas tidak percaya pada cerita resmi. Dia selalu mengatakan kepada saya, Lee Harvey Oswald mencintai Presiden Kennedy,” ungkap salah seorang teman dekat Marina yang juga produser film dokumenter, Keya Morgan, seperti dikutip dari The Daily Mirror, 2 November 2013.
Morgan menceritakan banyak pihak yang menawari Marina menjual kisahnya kepada sejumlah pihak. Termasuk tawaran uang US$ 3 juta dari jaringan televisi nasional di AS. “Tapi, meskipun berjuang untuk mendapatkan jaminan sosial, dia menolak menceritakan itu,” ucap Morgan.
Setelah suaminya mati, Marina Oswald menikah lagi dengan pria bernama Kenneth Porter pada 1965. Marina sempat bekerja beberapa tahun di Walmart. Kini wanita berusia 80 tahun mantan apoteker itu dan kedua anaknya masih menanggung beban stigma sebagai keluarga pembunuh Presiden JFK.
Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban