INTERMESO
85 tahun lalu kapal Van der Wijck tenggelam di perairan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Tragedi itu memilukan, karena ratusan orang kehilangan nyawa. Kini bangkai kapal ditemukan.
Foto: sumber www.marshisdata.nl
Kamis, 4 November 2021BKapal mewah Van der Wijck melego jangkarnya di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, ketika matahari secara perlahan masuk ke peraduannya, Senin, 19 Oktober 1936. Cuaca yang cerah dengan warna jingga menyinari seantero langit di pelabuhan paling timur pulau Jawa hari itu. Kapal membawa ratusan penumpang orang Eropa dan pribumi (Indonesia) dari Makassar dan Bali.
Selain membawa penumpang, kapal itu juga membawa 150 ton besi dan lima buah kondensor, yang masing-masing beratnya tiga ton di dalam geladaknya. Hanya saja, barang kargo itu tak ikut diturunkan di Surabaya, tapi diturunkan di Semarang. Sementara para penumpang tujuan Surabaya turun, penumpang yang akan menuju wilayah lainnya di Jawa dan Sumatera naik ke kapal.
Para kuli panggul dan penumpang hilir mudik membawa barangnya masing-masing. Ketika hari semakin gelap, semua penumpang sudah terangkut. Kapal Van der Wijck pun mengangkat sauhnya. Tak beberapa lama kapal pun mulai bergerak untuk berlayar kembali. Saat itu, cuaca sangat cerah. Pengantar penumpang di dermaga menyaksikan kepergian sanak saudara yang berada di atas kapal hingga hilang dari pandangannya.
Kapal Van der Wijck milik maskapai pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), cikal bakal PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni), itu dinahkodai oleh Kapten B.C Akkerman. Ia sudah sangat senior dan berpengalaman 25 tahun sebagai pelaut. Tapi, baru dua pekan ia dipercayakan oleh KPM untuk membawa kapal mewah itu di Hindia Belanda.
Gubernur Jenderal Hinda Belanda, Carel Herman Aart van der Wijck
Foto : sumber www.marshisdata.nl
Di kegelapan malam Selat Jawa, yang memisahkan pulau Jawa dan Madura, sang Kapten Akkermen yang berada di balik kemudi membawa kapal itu pelan-pelan. Hingga para pengantar penumpang di pelabuhan Tanjung Perak tak melihat kapal itu. Malam kian larut, hari pun berganti tanggal 20 Oktober 2016. Pelabuhan menjadi sepi. Hanya petugas pengawas pelabuhan yang piket.
Sementara di dermaga ujung yang menjadi pangkalan Angkatan Laut Hindia Belanda juga terlihat para kadet kapal dan personel tentara yang piket. Di tengah desiran angin dan deburan gelombang air laut yang pasang, tiba-tiba radio di ruang komandan pengawas pelabuhan menyala tepat pukul 01.00 WIB. Petugas yang berjaga mendengarkan suara minta pertolongan dan SOS Zwarehelling (tanda morse yang naik turun). Ternyata itu suara pesan dari radio yang berasal dari kapal Van der Wijck. Isinya mengabarkan bahwa kapal dalam kondisi miring.
Suara dari kapal itu pun seraya memberitahu koordinat kapal yang berada sekitar 22 mil laut dekat Tanjung Pakis, Lamongan, Jawa Timur. Para petugas pengawas pelabuhan dan personel angkatan laut saling memberikan pesan melalui radio. Setelah berkoordinasi, pihak angkatan laut Hindia Belanda mengerahkan dua kapal perangnya, yaitu kapal perusak Hr.MS. Banckert dan kapal penyapu ranjau menuju lokasi.
Kapal-kapal itu bergerak dengan kekuatan penuh menerjang gelombang laut. Beberapa jam kemudian mereka sampai di lokasi yang ternyata jaraknya sekitar 12 mil dari Pantai Brondong, Lamongan. Namun mereka menyaksikan kondisi yang memilukan, banyak korban yang mengambang di lautan. Sedangkan, kapal Van der Wijck sudah tak terlihat lagi, tenggelam ke dalam lautan.
Selasa, 20 Oktober 1936 pagi hari, pukul 07.00 WIB, Marine Luchtvaart Dienst (MLD) atau Dinas Penerbangan Angkatan Laut Hindia Belanda di Morokrembangan, Tanjung Perak mengerahkan tujuh pesawat amfibi Dornier Do Jo Wal. Tiga kapal sipil lainnya dikerahkan, yaitu kapal tundan De Jongh, kapal Real KPM dan kapal Mijnenlegger Reigel menuju lokasi dengan membawa sejumlah dokter dan perawat.
Pesawat Dornier itu berputar-putar di sekitar perairan Brondong. Kapten M.J.M de Grocer, salah satu perwira di dalam pesawat itu melihat adanya tumpahan minyak pekat di atas permukaan air. Ia pun melihat banyak para nelayan tengah menolong para penumpang yang masih hidup ke atas perahunya. Pesawat amfibi yang ditumpangi Grocer pun mendarat di permukaan laut.
Bergegas ia bersama kru lainnya segera menyelamatkan penumpang kapal yang selamat. Beberapa penumpang orang Eropa mereka tarik dan angkat dari air laut yang sudah penuh dengan tumpahan minyak. Jeritan dan tangisan mereka terdengar memilukan hati. Salah satu yang diselamatkan adalah Konsul Kedutaan Inggris bernama Brugman.
“Adegan selanjutnya sangat menyayat hati, orang-orang sudah mati mengambang di atas air,” kata Grocer seperti ditulis koran The Queenslander terbitan tanggal 22 Oktober 1936.
Koran Australia itu, berdasarkan keterangan Grocer, menyebutkan kapal Van der Wijck saat itu tengah membawa 300 orang penumpang pribumi dan 30 orang penumpang Eropa. Juga membawa banyak barang kargo, seperti besi, kayu dan bahan bakar minyak. Ketika kapal berada di tengah laut yang bergelombang kencang, menyebabkan tong-tong berisi minyak terguling. Kapal pun akhirnya miring, lalu terbalik dan tenggelam dalam hitungan enam menit.
Kapal Van Der Wijck
Foto : sumber www.marshisdata.nl -1
Grocer mengatakan, selain jumlah korban yang mati dan berhasil diselamatkan, setidaknya ada 75 orang penumpang yang hilang. Nahkoda Kapten Akkerman adalah salah satu yang selamat. “Nahkoda, Kapten Akkerman sudah diselamatkan dan ditarik dari air oleh awak kapal salah satu kapal perang,” ungkapnya.
Sementara dari laman Stichting Maritiem Historische Data Netherland yang dikutip detikX, dari malapetaka tersebut, ada 58 orang (penumpang dan awak kapal) kehilangan nyawa. Bangkai kapal diduga tenggelam di kedalaman lebih dari 45 meter. Penyebab tenggelam diduga kesalahan sistem pemompaan ballast water ke dalam tangki ballast oleh seorang insinyur peranakan Indo-Eropa.
Ballast water (air ballast) adalah air yang digunakan oleh kapal pada saat muatan kosong atau setengah terisi, sebagai pemberat untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan saat kapal berlayar atau bongkar muatan. Namun, dalam kasus itu kesalahan ditimpakan kepada Kepala Mate (Mualim I) sebagai perwira deck senior lalai dan membiarkan pipa penyedotan di geladak terbuka.
Tenggelamnya kapal Van der Wijck lalu diselidiki oleh Raad van Scheepvaart (Dewan Pelayaran) yang mengurusi masalah perhubungan laut di Batavia (Jakarta) pada 12 April 1937. Pada persidangan, seorang petugas komunikasi kapal (markonis) bernama Martinus Jacobus Uytermerk dipuji karena kesigapannya dan pengorbanannya walau nyawanya ikut melayang.
Tragedi tenggelamnya kapal megah di jaman Hindia Belanda sempat dijadikan buku novel karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan nama Buya Hamka tahun 1936 dengan judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Selain itu, untuk mengingat peristiwa tersebut dibuatkan tugu di Pelabuhan Brondong, Lamongan, Jawa Timur yang isinya bertuliskan ‘Tanda Pengingatan Kepada Penoeloeng-Penoeloeng Waktoe Tenggelamnja Kapan Van der Wijck.’
Kapal Van Der Wijck merupakan nama yang diambil dari mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Carel Herman Aart van der Wijck (1893-1899). Kapal tersebut bisa dikatakan ‘pesaing’ kapal penu
Dalam Report on Commerce, Industry and Agricultue in the Netherlands East Indies (1922:170) disebutkan kapal Van derr Wijck dibuat dan diluncurkan sejak tahun 1921 oleh Maatschappij Fijenoord N.V di galangan kapal di Fyenoord, Rotterdam. Di galangan kapal itu, selain Van der Wijck, juga diluncurkan kapal kargo Sawah Loentoe, Siaoe dan Bengkoelen. Semuanya model kapal uap.
Kapal Van Der Wijck
Foto : sumber www.marshisdata.nl -1
Kapal Van der Wijck memiliki panjang 97,5 meter, lebar 13,4 meter dan tinggi 8,5 meter. Bobot kotor sebesar 2.633 ton, berat bersih 1.512 ton dan daya angkut 1.801 ton. Kapal itu memiliki daya tampung untuk Kelas I sebanyak 60 orang, Kelas II sebanyak 34 orang dan di geladaknya mampu menampung sebanyak 999 orang. Kapal itu memiliki julukan lain, yaitu De Meeuw atau The Seagull.
Setelah hampir 85 tahun lamanya, kapal Van der Wijck terkubur di dasar perairan Brondong, Lamongan. Akhirnya, Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur menemukan dugaan titik lokasi tenggelamnya kapal tersebut. Mereka yakin karena telah menemukan bukti yang kuat dan mengumpulkan cerita tutur dari masyarakat sekitar.
Survei titik lokasi tenggelamnya kapal sudah dilakukan sejak Juni hingga Oktober 2021. Pemerintah Kabupaten Lamongan akan segera melakukan kajian bersama Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harapannya temuan bangkai kapal Van der Wijck bisa dijadikan aset nasional.
“Secara pribadi saya meyakini 75 persen dari berbagai bukti yang ada, bahwa kapal yang kita eksplorasi ini adalah Kapal van der Wijck,” kata Kepala BPCB Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho saat presentasi hasil eksplorasi di Ruang Command Centre Gedung Pemkab Lamongan, Kamis, 21 Oktober 2021.
Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban