Ilustrasi: Edi Wahyono
Sabtu, 16 Oktober 2021Berita viral yang menyeret nama selebriti sekaligus mantan anggota DPR Wanda Hamidah membuat ibu rumah tangga asal Ciamis, Jawa Barat, Sriyanti, kembali teringat akan luka lama. Kenangan pahit saat Sriyanti dan keluarganya berurusan dengan asuransi.
Kejadian yang menimpa Sriyanti mirip dengan yang dialami mantan Bendahara Partai Amanat Nasional periode 2006-2010 itu. Wanda sempat menumpahkan keluhannya lewat akun Instagram pribadinya @wanda_hamidah mengenai pengalaman mengecewakan sebagai nasabah PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia).
Wanda dalam postingannya terang-terangan menyebut telah menyesal memakai asuransi Prudential. Mantan model ini mempertanyakan mengapa Prudential hanya mengganti biaya operasi anaknya sebesar Rp 10 juta. Padahal total tagihan rumah sakit sebesar Rp 50 juta. Keluhan Wanda lantas menjadi viral. Tak ketinggalan Sriyanti memberikan tanda hati di unggahan itu tanda setuju.
“Wanda masih enak, soalnya dia kan public figure. Begitu buka suara kasusnya viral dan langsung ditanggepin sama perusahaan asuransinya. Sedangkan waktu itu saya cuma bisa pasrah aja dan tutup semua asuransi anak dan suami saya,” keluh wanita berusia 57 tahun ini.
Sriyanti masih ingat betul seorang agen asuransi yang dikenalkan oleh temannya. Setiap hari si agen asuransi tak pernah absen dari usaha toko kelontong miliknya dan suaminya. Saban hari ia berkunjung hanya untuk basa-basi dan berbelanja. Di lain hari ia datang membawa map berisi brosur serta plafon asuransi. Saat itu usaha toko kelontong Sriyanti dan suami sedang subur. Ia yang awalnya sempat tak begitu yakin akhirnya mulai bergeming.
Wanda Hamidah
Foto: Dok Pribadi (Instagram)
“Waktu belum daftar asuransi gesit banget agennya datang terus. Sampai saya kecantol juga. Saya pikir waktu itu lagi ada uang lebih nggak kepakai, kalau bisa buat proteksi keluarga saya kenapa nggak,” tuturnya. Di tahun 2014, Sri mendaftarkan dirinya beserta dua orang anak dan suaminya untuk menjadi pemegang polis asuransi kesehatan di salah satu perusahaan asuransi swasta.
Setelah memegang polis, biaya premi selalu Sriyanti bayar sebelum jatuh tempo. Tak ada kendala berarti sampai ketika suaminya mengalami serangan jantung di tahun 2014. Dokter meminta suaminya untuk segera melakukan pemasangan dua ring pada saluran jantung yang tersumbat. Saat itu usaha toko kelontong mereka sedang turun. Namun untunglah Sriyanti sudah memiliki asuransi, setidaknya ia tidak perlu pusing perihal biaya rumah sakit, begitu pikir Sriyanti.
Saya mau punya asuransi supaya ketika sakit saya nggak nyusahin orang lain."
Biaya yang diperlukan untuk operasi pemasangan ring yaitu sekitar Rp 100 juta. Alangkah kagetnya Sriyanti saat mengetahui asuransi hanya mencairkan uang sebesar Rp 10 juta untuk biaya pengobatan sang suami. “Begitu ada masalah agennya cuek. Alhasil saya pontang-panting urus sendiri. Begitu mau klaim ada saja alasannya dan dipersulit. Mereka ngotot tidak bisa bayar full,” katanya. Saat itu Sriyanti sampai harus meminjam uang dari saudaranya untuk membayar biaya rumah sakit.
Padahal seperti di tahun 2019, Sriyanti membayar total premi sebesar Rp 3 juta setiap bulannya. Belum lagi premi yang sudah ia bayar sejak tahun 2014. “Buat Mba Wanda uang segitu mungkin nggak ada artinya. Tapi buat saya uang itu udah saya kumpulin setengah mati dan saat mau dipakai malah menghilang begitu aja. Nggak mau lagi saya pakai asuransi,” keluh Sriyanti.
Pemegang asuransi tentu tak semua bernasib serupa. Ada juga yang lebih beruntung. Seperti Melvita Sari, seorang akuntan yang bergabung dengan sebuah perusahaan asuransi swasta di awal tahun 2020. Semenjak mulai bekerja di awal tahun 2014, Melvita sudah lama ingin ikut dalam program asuransi kesehatan.
“Cuma belum ada uangnya makanya saya tunda, baru kesampean di tahun 2020,” ungkapnya. Melvita membayar Rp 750 per bulan untuk premi asuransinya.
Ilustrasi asuransi kesehatan
Foto: Shutterstock
Bagi Melvita, asuransi adalah barang wajib, mengingat mahalnya biaya rumah sakit. Begitu mengerikan ketika ia harus mendengar kabar saudara atau kerabatnya yang tidak tertolong karena tidak punya biaya maupun asuransi untuk berobat. “Saya mau punya asuransi supaya ketika sakit saya nggak nyusahin orang lain,” katanya.
Untung dan malang datangnya memang tidak bisa diduga. Pertengahan 2021, Melvita harus menjalani operasi usus buntu. Ongkos yang harus dikeluarkan sebesar Rp 46 juta. Untung saja Melvita tidak harus bayar sepeser pun untuk biaya operasinya. “Saya dibayar full 100 persen. Coba bayangin kalau nggak punya asuransi. Tabungan saya habis hanya buat biaya rumah sakit. Kan sedih banget, tuh,” ungkapnya.
Sudah 10 tahun Tony Pratomo dan istrinya mengikuti program asuransi di salah satu perusahaan asuransi swasta. Sampai saat ini keduanya belum pernah sekalipun melakukan klaim. “Bersyukur banget karena di kasih kondisi sehat. Jadi nggak perlu berurusan sama asuransi walaupun punya buat jaga-jaga,” tuturnya.
Meski tak pernah digunakan, Tony tidak merasa rugi meski uang preminya tidak bisa diambil kembali. Manfaat yang ia rasakan selama ini adalah ketenangan jiwa. Semenjak punya asuransi kesehatan, Tony tak lagi was-was dengan biaya rumah sakit. Bukan hanya asuransi kesehatan, Tony juga punya asuransi kendaraan dan asuransi jiwa.
“Yang perlu digarisbawahi asuransi itu bukan menabung. Anggap aja uang premi yang nggak terpakai itu sedekah buat bantu orang lain yang kesusahan,” ungkap Tony.
Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masalah pada industri asuransi nasional biasanya terjadi antara nasabah dan perusahaan asuransi. Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengungkapkan hal ini karena dari sisi konsumen literasi keuangannya masih rendah dan agen perusahaan asuransi tidak menjelaskan secara detil kepada konsumen terkait produk tersebut.
Ilustrasi asuransi
Foto: Shutterstock
“Ini yang akan diperbaiki, konsumen harus diedukasi. Jadi jangan tanda tangan sebelum anda mengerti produknya. Jangan pura-pura tahu kalau tidak mengerti. Harus pahami dulu. Untuk perusahaan asuransi juga harus menjelaskan secara lengkap kepada calon konsumennya,” kata dia dalam sebuah konferensi pers, Selasa, 28 September 2021.
Ketika pengisian polis, calon nasabah harus benar-benar paham dan teliti dengan satu per satu hal yang harus diisi. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengungkapkan sebelum membeli polis asuransi, calon nasabah harus mendengarkan dan memahami apa yang dijelaskan oleh tenaga pemasar.
“Kami berharap nasabah atau calon nasabah bisa memahami hak dan kewajibannya. Saya sering bilang kalau mau beli harus cerewet secerewet cerewetnya, karena itu uang anda, untuk masa depan anda yang lebih baik,” katanya.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho